Ilustrasi visual tentang kebaikan yang teguh.
Kitab Amsal, sebuah sumber hikmat yang tak ternilai harganya, senantiasa menawarkan panduan untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan berkenan. Di dalam kekayaan nasihatnya, satu ayat yang sering kali menonjol karena kesederhanaannya namun mendalam maknanya adalah Amsal 10:7. Ayat ini berbunyi:
"Peringatan terhadap orang benar menyenangkan hati; nama orang fasik akan berbau busuk."
Ayat ini bagaikan dua sisi mata uang yang kontras, menggambarkan perbandingan tajam antara kehidupan orang yang hidup benar di hadapan Tuhan dan sesamanya, dengan kehidupan orang yang memilih jalan kefasikan. Mari kita selami lebih dalam makna dan implikasi dari kebenaran yang disajikan dalam Amsal 10:7.
Bagian pertama dari ayat ini menyatakan, "Peringatan terhadap orang benar menyenangkan hati." Kata "peringatan" di sini dapat diartikan sebagai kenangan, warisan, atau reputasi yang ditinggalkan oleh seseorang. Bagi orang benar, warisan yang mereka tinggalkan bukanlah sekadar materi, melainkan teladan moral, integritas, dan perbuatan baik. Nama mereka dikenang bukan karena kekayaan yang mereka kumpulkan, melainkan karena karakter mulia yang mereka tunjukkan sepanjang hidup.
Ketika kita mendengar tentang orang-orang yang hidupnya penuh dengan kejujuran, kasih, pengampunan, dan ketaatan pada prinsip-prinsip ilahi, hati kita secara alami akan tergerak. Kenangan akan kebaikan mereka membangkitkan rasa hormat, kekaguman, dan bahkan keinginan untuk meneladani. Mereka menjadi sumber inspirasi, bukti bahwa kehidupan yang benar dan bajik adalah mungkin dan memberikan kebahagiaan sejati, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang di sekitarnya. Nama mereka, seperti wangi-wangian yang lembut dan tahan lama, meninggalkan kesan positif yang abadi.
Kontras yang tajam hadir di bagian kedua ayat ini: "nama orang fasik akan berbau busuk." Orang fasik, dalam konteks Amsal, adalah mereka yang menolak hikmat Tuhan, mengabaikan hukum-Nya, dan hidup dalam kebohongan, ketidakadilan, keserakahan, atau kejahatan lainnya. Perbuatan mereka bukan hanya merugikan orang lain, tetapi juga mencerminkan kekosongan moral dalam diri mereka sendiri.
Nama atau reputasi orang fasik, sebaliknya dari orang benar, tidak akan dikenang dengan baik. Perbuatan mereka yang jahat, kebohongan yang mereka sebarkan, dan kerugian yang mereka timbulkan akan meninggalkan jejak yang tidak menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, bahkan jika mereka sempat meraih kekuasaan atau kekayaan melalui cara-cara yang tidak terpuji, warisan mereka akan berakhir dengan kehinaan. Nama mereka akan diingat dengan rasa jijik, kebencian, atau penyesalan. Ibarat bau busuk yang menyengat, kenangan tentang mereka akan membawa aura negatif yang sulit dihilangkan, menjadi peringatan bagi generasi mendatang untuk menjauhi jalan yang sama.
Amsal 10:7 bukanlah sekadar pengamatan pasif tentang sifat manusia, melainkan panggilan untuk refleksi dan tindakan. Ayat ini mendorong kita untuk bertanya pada diri sendiri:
Memilih jalan orang benar berarti berkomitmen pada integritas, kejujuran, keadilan, belas kasih, dan ketaatan pada prinsip-prinsip moral yang luhur. Ini adalah pilihan sadar untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer. Konsekuensinya adalah kedamaian batin, hubungan yang sehat, dan reputasi yang akan dihormati, yang pada akhirnya akan memberikan sukacita dan kepuasan yang mendalam.
Sebaliknya, memilih jalan kefasikan, meskipun mungkin menawarkan keuntungan sesaat, pada akhirnya akan membawa kehancuran. Kebohongan akan terungkap, ketidakadilan akan menuai akibatnya, dan nama baik akan tercemar. Bau busuk dari perbuatan jahat akan terus membayangi, bahkan setelah pelakunya tiada.
Amsal 10:7 mengingatkan kita bahwa pilihan hidup kita memiliki konsekuensi jangka panjang. Mari kita jadikan ayat ini sebagai pengingat yang berharga untuk senantiasa memilih jalan kebenaran, agar warisan yang kita tinggalkan adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati dan membawa kemuliaan, bukan bau busuk yang menjijikkan.