Kitab Amsal, sebuah permata hikmat dari Alkitab, kembali mengingatkan kita tentang esensi kehidupan melalui pasal kedelapan. Dalam rentang ayat 1 hingga 36, kita dibawa pada sebuah gambaran yang begitu hidup, di mana Kebijaksanaan (Personifikasi dari Kebijaksanaan Ilahi) berseru-seru di setiap sudut kehidupan. Ia tidak bersembunyi, tidak menunggu ditemukan dalam kesunyian yang terisolasi. Sebaliknya, Kebijaksanaan berdiri di tempat-tempat yang paling ramai, di persimpangan jalan yang paling sibuk, di gerbang kota yang paling sering dilalui, bahkan di dalam rumah.
"Tidakkah Kebijaksanaan berseru-seru, dan pengertian memperdengarkan suaranya?" (Amsal 8:1). Seruan ini bukan sekadar ajakan pasif, melainkan sebuah undangan yang penuh semangat dan keberanian. Kebijaksanaan ingin didengar oleh semua orang, tanpa terkecuali. Ia berdiri di tempat-tempat yang mewakili aktivitas manusia—di puncak bukit, di dekat jalan, di pintu masuk kota, dan di pintu-pintu gerbang. Gambaran ini menyiratkan bahwa Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang hanya untuk para filsuf atau orang-orang suci yang mengasingkan diri. Ia relevan, dapat diakses, dan sangat dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari kita, baik itu dalam urusan bisnis, keluarga, sosial, maupun pribadi.
Lebih lanjut, ayat-ayat ini menjelaskan bahwa seruan Kebijaksanaan adalah untuk menyingkapkan kebenaran dan membedakan antara jalan yang benar dan yang menyesatkan. Kebijaksanaan berbicara tentang perkara-perkara yang utama, tentang keadilan, kejujuran, dan integritas. Ia mengecam kebodohan, kefasikan, dan segala bentuk kesombongan serta dusta.
"Semua perkataan mulutku adalah kebenaran, bibirku membenci kefasikan. Semua perkataan mulutku adil, tidak ada yang serong atau bengkok di dalamnya." (Amsal 8:8-9)
Pernyataan ini menegaskan bahwa Kebijaksanaan yang sejati berasal dari sumber yang murni dan tak bercacat. Ia tidak berkompromi dengan kebohongan atau kepalsuan. Dalam dunia yang sering kali penuh dengan informasi yang simpang siur dan godaan untuk mengambil jalan pintas yang tidak jujur, suara Kebijaksanaan menjadi sangat krusial. Ia menuntun kita untuk selalu mengutamakan kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer.
Amsal 8 secara gamblang menggambarkan betapa berharganya Kebijaksanaan. Ia tidak dapat ditukar dengan emas, perak, permata, atau harta benda duniawi lainnya. Nilainya jauh melampaui kekayaan materi. "Lebih baik hikmat daripada emas, dan pengetahuan lebih utama daripada perak pilihan." (Amsal 16:16). Kebijaksanaan yang diajarkan di sini adalah karunia dari Tuhan, sebuah pondasi yang kokoh untuk membangun kehidupan yang bermakna dan memuaskan.
Ayat-ayat ini juga mengungkapkan bahwa Kebijaksanaan telah ada bersama Tuhan sejak awal penciptaan. Ia adalah "tukang" di sisi-Nya, turut serta dalam membentuk alam semesta. "Aku ada bersama-sama Dia sebagai seorang ahli [tukang] di dekat-Nya." (Amsal 8:30). Pemahaman ini menempatkan Kebijaksanaan pada posisi yang sangat sentral dalam rencana ilahi. Ia bukan sekadar konsep abstrak, tetapi merupakan prinsip ilahi yang mengatur ciptaan. Memahami dan menerapkan Kebijaksanaan berarti menyelaraskan diri dengan tatanan kosmik yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Pasal ini tidak berhenti pada gambaran Kebijaksanaan yang berseru, tetapi juga memaparkan konsekuensi dari respons kita terhadap panggilan tersebut. Bagi mereka yang mendengarkan dan mematuhi Kebijaksanaan, dijanjikan kehidupan yang diberkati, keberhasilan, dan kedamaian. "Siapa mendengarkan aku, ia akan tinggal dengan aman, tenteram dan tidak merasa takut akan malapetaka." (Amsal 1:33, merujuk pada konsep yang sama dalam Amsal 8). Sebaliknya, mereka yang mengabaikan dan menolak Kebijaksanaan akan menuai kebinasaan.
"Tetapi siapa yang berdosa terhadap kepadaku, ia menyakiti dirinya sendiri; semua orang yang membenci aku, mencintai maut." (Amsal 8:36). Kata-kata ini sangat tegas. Penolakan terhadap Kebijaksanaan Ilahi bukanlah sekadar kesalahan kecil, melainkan sebuah tindakan yang merusak diri sendiri dan membawa pada kehancuran. Ini adalah pengingat kuat bahwa pilihan kita untuk hidup sesuai dengan Kebijaksanaan atau tidak, memiliki dampak yang sangat signifikan bagi keberadaan kita.
Renungan dari Amsal 8:1-36 adalah sebuah panggilan universal untuk mencari dan menghargai Kebijaksanaan sejati. Kebijaksanaan itu memanggil kita dengan suara yang jelas di tengah hiruk pikuk kehidupan modern. Ia menawarkan kebenaran, keadilan, dan jalan yang mengarah pada kehidupan yang berkelimpahan dan aman. Marilah kita membuka hati dan telinga kita untuk mendengarkan seruan Kebijaksanaan, agar kita dapat membangun kehidupan yang kokoh di atas fondasi yang tak tergoyahkan, dan pada akhirnya, memuliakan Sang Sumber segala Kebijaksanaan itu sendiri.