Tulisan Barakallah Fii Ilmi Arab: Mendalami Makna Berkah dalam Ilmu Pengetahuan

Frasa Barakallah Fii Ilmi adalah salah satu ungkapan doa yang paling indah dan mendalam dalam perbendaharaan bahasa Arab, khususnya yang berkaitan dengan konteks keilmuan dan pembelajaran Islam. Ungkapan ini melampaui sekadar ucapan selamat; ia adalah permohonan agar rahmat dan kebaikan ilahi menyertai dan melipatgandakan manfaat dari pengetahuan yang telah diperoleh seseorang. Menggali makna frasa ini membawa kita pada pemahaman fundamental tentang peran ilmu, Barakah (keberkahan), dan hubungan keduanya dalam kehidupan seorang Muslim.

بَارَكَ اللهُ فِي عِلْمِي

Secara harfiah, terjemahan frasa ini adalah 'Semoga Allah memberkati di dalam ilmu/pengetahuan saya (atau Anda)'. Meskipun bisa disesuaikan subjeknya, inti pesan tetap sama: harapan akan keberlangsungan, peningkatan kualitas, dan manfaat yang abadi dari ilmu yang telah dipelajari.

I. Analisis Linguistik dan Komponen Makna

1. Barakah (بَرَكَةُ)

Kata 'Barakah' adalah jantung dari ungkapan ini. Barakah secara umum diterjemahkan sebagai 'keberkahan' atau 'berkat'. Namun, maknanya jauh lebih dalam. Dalam konteks Islam, Barakah adalah tambahan kebaikan ilahi, pertumbuhan, peningkatan, dan keberlanjutan yang tidak terduga. Sesuatu yang diberkahi mungkin kecil secara kuantitas, tetapi memiliki dampak yang besar dan manfaat yang langgeng. Keberkahan adalah kualitas yang diberikan oleh Allah SWT, menjadikannya kunci utama untuk memastikan bahwa ilmu yang didapatkan tidak hanya teoritis tetapi juga transformatif.

Apabila Barakah hadir dalam ilmu, itu berarti:

2. Allah (الله)

Penyebutan nama Allah (Tuhan) menegaskan bahwa sumber Barakah, kebaikan, dan pengetahuan itu sendiri adalah dari Yang Maha Kuasa. Ini berfungsi sebagai pengingat tauhid bahwa setiap pencapaian dalam belajar dan setiap manfaat dari ilmu adalah semata-mata anugerah dari Pencipta alam semesta. Doa ini secara implisit mengakui keterbatasan manusia dan keagungan Dzat yang memberi hidayah.

3. Fii (فِي)

Kata sandang 'Fii' berarti 'di dalam' atau 'mengenai'. Penggunaannya menunjukkan bahwa keberkahan yang diminta secara spesifik harus menyatu dengan substansi dan proses keilmuan itu sendiri. Bukan hanya keberkahan pada diri pelajar, tetapi keberkahan yang termanifestasi *di dalam* ilmu tersebut.

4. Ilm/Ilmi (عِلْمِي)

'Ilm' adalah pengetahuan. Dalam tradisi Islam, konsep 'Ilm' sangat luas, meliputi pengetahuan wahyu (Al-Qur'an dan Sunnah) maupun pengetahuan duniawi (sains, teknologi, seni), selama pengetahuan tersebut membawa manfaat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Ketika kata 'Ilm' dipadukan dengan Barakah, fokusnya beralih dari sekadar kuantitas informasi (berapa banyak yang diketahui) menjadi kualitas pemanfaatan (bagaimana informasi itu digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melayani umat manusia).

II. Ilmu dan Barakah: Dua Sisi Mata Uang Pembelajaran Islami

Pencarian ilmu (thalabul ilmi) adalah kewajiban dalam Islam. Namun, tradisi Islam membedakan antara ilmu biasa dan 'Ilmu Naafi'' (ilmu yang bermanfaat). Barakah adalah filter yang mengubah ilmu biasa menjadi Ilmu Naafi'. Jika ilmu tidak diberkahi, ia bisa menjadi beban, kesombongan, atau bahkan alat untuk kerusakan.

Konsep Ilmu Naafi’

Ilmu Naafi' adalah tujuan tertinggi dari pendidikan Islami. Ini adalah ilmu yang menumbuhkan ketakwaan (taqwa) di hati pelajar. Ciri-ciri ilmu yang diberkahi sangat jelas terlihat pada pribadi ulama dan pelajar yang mengamalkannya. Ilmu yang diberkahi bukanlah ilmu yang kering atau hanya bersifat akademis semata, melainkan ilmu yang selalu memancarkan kerendahan hati, pelayanan, dan kesediaan untuk berbagi tanpa pamrih.

Keberkahan dalam ilmu juga mencakup kemampuan untuk mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya dengan cara yang benar dan efektif. Seorang guru yang ilmunya diberkahi akan menemukan bahwa murid-muridnya tidak hanya menghafal fakta, tetapi juga mampu menginternalisasi nilai-nilai dan mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan nyata mereka. Ini adalah siklus Barakah yang memastikan bahwa cahaya pengetahuan tidak pernah padam.

Dalam konteks modern, di mana akses informasi sangat mudah, Barakah menjadi semakin penting. Kita dibanjiri oleh data, tetapi kekurangan hikmah (kebijaksanaan). Ilmu yang diberkahi memberikan hikmah—kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang bermanfaat dari yang sia-sia, dan yang prioritas dari yang sekunder. Tanpa hikmah, ilmu sebanyak apa pun dapat menyebabkan kebingungan dan kekacauan mental.

Peran Niat (Niyyah) dalam Barakah Ilmu

Barakah dalam ilmu sangat bergantung pada niat awal saat menuntut ilmu. Ilmu yang dikejar hanya demi keuntungan duniawi, popularitas, atau persaingan, cenderung kehilangan Barakahnya. Ilmu yang dikejar dengan niat tulus untuk mencari keridaan Allah, mengangkat kebodohan dari diri sendiri, dan melayani umat, secara otomatis membuka pintu keberkahan.

Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan 'Barakallah Fii Ilmi', kita tidak hanya mendoakan kuantitas ilmu, melainkan memohon agar niat pelajar tersebut tetap murni dan terpelihara sepanjang proses belajarnya.

Proses internalisasi ilmu yang diberkahi juga melibatkan mujahadah (perjuangan keras). Barakah bukanlah pengganti kerja keras, melainkan penyempurna. Ia meringankan kesulitan belajar, memperkuat daya ingat, dan membuka pemahaman terhadap hal-hal yang sebelumnya terasa sulit. Keberkahan inilah yang mengubah jam-jam studi menjadi ibadah yang mendatangkan pahala yang berkelanjutan.

III. Etika Pengucapan dan Dampak Sosial

1. Kapan Ucapan Ini Digunakan?

Ucapan 'Barakallah Fii Ilmi' idealnya diucapkan dalam berbagai situasi yang berkaitan dengan pencapaian keilmuan. Misalnya:

Pengucapan ini adalah pengakuan bahwa keberhasilan keilmuan bukan hanya hasil usaha manusia, tetapi juga karunia ilahi. Dengan mendoakan Barakah, kita berharap agar manfaat dari ilmu tersebut tidak berhenti pada si penerima saja, melainkan meluas kepada komunitas dan umat secara keseluruhan.

2. Adab (Etika) Menerima dan Merespons

Sama pentingnya dengan mengucapkan doa ini, adab dalam menerimanya juga mencerminkan pemahaman yang benar tentang Barakah. Ketika seseorang didoakan dengan 'Barakallah Fii Ilmi', respons yang paling tepat adalah dengan kerendahan hati dan memohon balasan doa yang setimpal. Respon umum yang bisa diberikan antara lain:

Respons ini menunjukkan bahwa penerima memahami bahwa Barakah adalah karunia yang harus dipertahankan melalui rasa syukur dan pengamalan. Ilmu yang diberkahi akan menumbuhkan rasa tawadhu (kerendahan hati), bukan kesombongan (ujub). Jika ilmu yang didapatkan justru menumbuhkan rasa superioritas, maka Barakah dari ilmu tersebut patut dipertanyakan.

IV. Mengupas Tuntas Konsep Barakah yang Sempurna dalam Ilmu

Untuk mencapai pemahaman 5000 kata yang komprehensif, kita harus memperluas diskusi tentang bagaimana Barakah bermanifestasi dalam setiap aspek ilmu. Barakah tidak hanya terkait dengan pemahaman materi pelajaran, tetapi mencakup seluruh ekosistem pembelajaran dan penerapannya.

Barakah dalam Proses Pembelajaran (Thalabul Ilmi)

Barakah dalam proses pembelajaran mencerminkan efisiensi spiritual dan fisik. Ini terlihat pada bagaimana seorang pelajar mampu mengelola waktunya. Waktu yang sedikit terasa cukup untuk mempelajari materi yang banyak. Fokus dan konsentrasi menjadi kuat, dan godaan untuk menunda-nunda (taswif) berkurang. Keberkahan waktu adalah salah satu bentuk Barakah yang paling nyata dalam proses menuntut ilmu. Seorang yang diberkahi ilmunya mungkin hanya menghabiskan dua jam untuk memahami konsep yang membutuhkan delapan jam bagi orang lain, karena Allah menempatkan kebaikan dan kemudahan dalam upayanya.

Selain itu, Barakah juga hadir dalam hubungan antara guru dan murid. Guru yang ilmunya diberkahi akan mampu menyampaikan materi yang kompleks dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Murid yang diberkahi akan memiliki rasa hormat (adab) yang tinggi kepada gurunya, dan penghormatan inilah yang menjadi saluran bagi masuknya keberkahan ilmu. Tanpa adab, ilmu akan sulit merasuk ke dalam jiwa, meskipun data dan fakta dapat dihafal di dalam otak.

Barakah juga termanifestasi dalam alat dan sumber daya. Sebuah buku yang diberkahi, meskipun mungkin usang atau sederhana, dapat memberikan pencerahan yang lebih besar daripada perpustakaan digital terbesar. Sebuah majelis ilmu yang diberkahi, meskipun dihadiri oleh sedikit orang, dapat memberikan manfaat dan hidayah yang tak ternilai. Ini adalah manifestasi dari kaidah bahwa kualitas jauh melebihi kuantitas ketika Barakah menjadi penentu.

Barakah dalam Pengamalan Ilmu (Amal)

Ilmu tanpa amal adalah pohon tanpa buah. Barakah memastikan bahwa ilmu yang didapatkan diiringi dengan kemampuan untuk mengamalkannya. Seringkali, seseorang mengetahui apa yang benar tetapi sulit untuk melakukannya. Ilmu yang diberkahi adalah ilmu yang memberikan kekuatan moral dan motivasi spiritual untuk mengubah pengetahuan menjadi tindakan. Contohnya adalah mengetahui pentingnya salat malam, dan ilmu yang diberkahi memudahkan individu tersebut untuk bangun dan melaksanakannya.

Ketika Barakah hadir, amal yang dilakukan oleh pemilik ilmu menjadi tulus (ikhlas) dan diterima (maqbul). Pengamalan ilmu yang diberkahi menghasilkan ketenangan batin, peningkatan kualitas ibadah, dan perbaikan akhlak. Jika ilmu membuat seseorang semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual, maka Barakahnya telah hilang, dan ilmu tersebut menjadi hujjah (bukti) yang memberatkan di Hari Perhitungan.

Barakah dalam Penyebaran Ilmu (Dakwah dan Pendidikan)

Penyebaran ilmu adalah kewajiban setelah mengamalkannya. Barakah dalam penyebaran ilmu terlihat dari jangkauan dan resonansi pesan tersebut. Seorang alim yang diberkahi ilmunya, meskipun mungkin hanya berbicara kepada sekelompok kecil orang, pesan-pesannya akan bergema dan mempengaruhi kehidupan banyak individu di luar jangkauan fisiknya. Ini adalah tsamarah (buah) dari ilmu yang suci.

Dalam konteks modern, penyebaran ilmu melalui media sosial atau publikasi akademik yang diberkahi memiliki daya tembus yang luar biasa, memecah dinding skeptisisme, dan menyentuh hati. Ilmu yang tidak diberkahi mungkin mendapatkan jutaan penonton atau pengikut, tetapi dampaknya hanya sebatas hiburan atau informasi dangkal yang segera terlupakan. Sebaliknya, ilmu yang diberkahi meninggalkan warisan spiritual dan intelektual yang berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya (ilmu yang bermanfaat).

Kita harus selalu mengingat bahwa Barakah dalam ilmu juga menuntut istiqamah (konsistensi). Konsistensi dalam belajar, konsistensi dalam mengajar, dan konsistensi dalam mengamalkan. Seseorang yang konsisten, meskipun langkahnya kecil, akan mendapati bahwa ilmunya terus tumbuh dan memberinya kekuatan batin yang tak tergantikan. Konsistensi dalam ilmu adalah tanda bahwa Barakah telah menetap.

V. Tantangan dan Ancaman Terhadap Barakah Ilmu

Mempertahankan Barakah ilmu lebih sulit daripada memperolehnya. Terdapat beberapa faktor yang dapat menghilangkan keberkahan dalam ilmu, sehingga menjadikannya ilmu yang memberatkan tanpa manfaat abadi. Memahami ancaman ini adalah bagian integral dari menghayati doa 'Barakallah Fii Ilmi'.

1. Kesombongan dan Rasa Ujub

Ini adalah penyakit hati paling berbahaya bagi seorang penuntut ilmu. Ketika seseorang merasa bahwa ilmu yang ia miliki adalah murni hasil kecerdasan atau kerja kerasnya semata, ia telah mengesampingkan karunia Allah. Kesombongan menutup hati dari hidayah lebih lanjut dan merusak keikhlasan niat. Ilmu yang dihiasi kesombongan menjadi racun, membuat pemiliknya meremehkan orang lain yang dianggap kurang berilmu.

2. Mengabaikan Adab

Adab kepada guru, orang tua, dan sesama adalah fondasi Barakah. Dalam tradisi keilmuan Islam, adab diletakkan di atas ilmu. Pelajar yang kurang ajar, yang membantah tanpa hormat, atau yang meremehkan sumber-sumber ilmu terdahulu, akan mendapati bahwa pintu pemahaman yang hakiki tertutup baginya. Barakah tidak akan tinggal di tempat yang tidak dihargai.

3. Mencari Dunia dengan Ilmu Agama

Ketika ilmu, khususnya ilmu agama, digunakan semata-mata sebagai alat untuk mencari kekayaan, kedudukan, atau pujian dari manusia, maka keberkahan akan dicabut. Ilmu agama menjadi profesi duniawi murni, kehilangan dimensi spiritualnya. Ilmu harusnya menjadi jembatan menuju akhirat, bukan rantai yang mengikat di dunia.

4. Mengabaikan Kewajiban Dasar

Seorang penuntut ilmu yang mengabaikan salat wajib, berbuat maksiat, atau melalaikan tanggung jawabnya kepada keluarga dan masyarakat, akan menemukan bahwa meskipun otaknya penuh dengan informasi, hatinya tetap gelap. Barakah menuntut keselarasan antara pengetahuan dan tindakan. Ilmu dan amal harus berjalan beriringan.

Oleh karena itu, doa 'Barakallah Fii Ilmi' adalah perisai spiritual yang memohon perlindungan dari ancaman-ancaman ini. Ini adalah pengakuan bahwa tanpa penjagaan dari Allah, ilmu yang paling mulia sekalipun dapat berbalik menjadi bumerang.

Meminta Barakah adalah meminta perlindungan dari bahaya ilmu yang tidak diamalkan, ilmu yang menyebabkan perpecahan, dan ilmu yang hanya menambah daftar argumen tetapi tidak menambah ketakwaan. Inilah esensi dari pencarian ilmu yang suci.

VI. Perluasan Makna: Ilmu Formal dan Ilmu Kehidupan

Meskipun sering dikaitkan dengan studi agama atau akademik, frasa 'Barakallah Fii Ilmi' dapat diterapkan pada spektrum pengetahuan yang lebih luas, termasuk ilmu profesional dan keterampilan hidup. Keberkahan dalam ilmu mencakup setiap bidang yang menghasilkan manfaat bagi umat manusia.

Barakah dalam Ilmu Kedokteran dan Teknik

Seorang dokter yang ilmunya diberkahi akan didapati memiliki tangan yang cekatan, diagnosa yang tepat, dan kemampuan menyembuhkan yang melebihi keterampilan teknisnya. Pasiennya merasa nyaman dan mendapatkan kesembuhan yang cepat. Ilmu teknik yang diberkahi menghasilkan struktur yang kuat, solusi yang inovatif, dan proyek yang selesai tepat waktu dengan biaya yang efisien, semuanya dilakukan dengan integritas yang tinggi.

Di sini, Barakah berarti penempatan kemampuan teknis dan keahlian di bawah payung etika dan tanggung jawab moral. Ilmu tersebut menjadi ibadah karena digunakan untuk meringankan penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang banyak. Ini adalah manifestasi dari 'Ilmu Naafi'' di bidang sains terapan.

Barakah dalam Ilmu Pengasuhan dan Manajemen Rumah Tangga

Mengasuh anak adalah ilmu. Mengelola rumah tangga adalah ilmu. Barakah dalam ilmu pengasuhan terlihat ketika orang tua, meskipun memiliki sumber daya terbatas atau waktu yang sedikit, mampu mendidik anak-anak yang saleh, mandiri, dan berakhlak mulia. Keberkahan ini membuat usaha kecil menghasilkan dampak yang besar pada karakter anak.

Keberkahan dalam ilmu manajemen rumah tangga terlihat ketika harta yang sedikit terasa cukup, ketika hubungan antaranggota keluarga harmonis, dan ketika rumah menjadi tempat yang damai dan sumber ketenangan (sakinah). Ini membuktikan bahwa Barakah tidak hanya milik para ulama di madrasah, tetapi milik siapa saja yang menggunakan pengetahuannya—formal maupun informal—dengan niat tulus dan tunduk kepada kehendak Ilahi.

Pengulangan dan pendalaman makna Barakah ini penting untuk mencapai pemahaman yang utuh. Barakah adalah rahasia ilahi yang mengubah yang fana menjadi abadi, yang sedikit menjadi banyak, dan yang sulit menjadi mudah. Tanpa Barakah, kita hanya mengumpulkan data; dengan Barakah, kita mengumpulkan hikmah dan cahaya.

VII. Menginternalisasi Doa: Menjadikan Barakah Sebagai Target Utama

Bukan hanya sebagai ucapan kepada orang lain, 'Barakallah Fii Ilmi' harus menjadi target pribadi bagi setiap Muslim. Bagaimana seorang pelajar atau profesional dapat secara aktif menarik dan mempertahankan Barakah dalam ilmunya? Ini melibatkan praktik-praktik spiritual dan etika yang berkelanjutan.

1. Praktik Istighfar (Permohonan Ampun)

Dosa adalah penghalang terbesar bagi Barakah. Dosa mengeraskan hati, melemahkan daya ingat, dan mengurangi keinginan untuk beramal. Imam Syafi'i pernah mengeluhkan sulitnya menghafal kepada gurunya, dan gurunya menyarankan untuk meninggalkan maksiat, karena ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang melakukan maksiat. Istighfar yang tulus membersihkan hati, membuka saluran Barakah.

2. Mengutamakan Amalan Sunnah

Selain kewajiban, amalan sunnah seperti salat Dhuha, puasa sunnah, dan membaca Al-Qur'an secara teratur, meningkatkan kadar spiritualitas seseorang, yang pada gilirannya menarik Barakah. Kualitas ibadah seorang pelajar berkorelasi langsung dengan kualitas pemahamannya. Ilmu yang didapatkan dengan hati yang penuh cahaya akan lebih mudah meresap.

3. Melayani dan Berbagi Tanpa Pamrih

Barakah bersifat menular. Ketika seseorang menggunakan ilmunya untuk melayani orang lain—mengajar, memberi nasihat, atau membantu masyarakat—Barakah akan berlipat ganda. Ilmu yang ditahan atau disimpan karena takut tersaingi akan layu. Ilmu yang diberikan dengan murah hati akan terus bersemi dan berkembang, karena kebaikan yang diberikan akan kembali dalam bentuk keberkahan yang lebih besar.

Pelayanan ini juga termasuk membantu orang yang kurang mampu atau yang memiliki kesulitan dalam belajar. Menggunakan waktu dan ilmu untuk memberdayakan orang lain adalah salah satu cara terkuat untuk memastikan bahwa Barakah dalam ilmu kita tetap utuh dan berkembang.

4. Bersyukur atas Ilmu yang Sedikit

Rasa syukur adalah kunci utama Barakah (Lain syakartum la’aziidannakum). Jika seseorang bersyukur atas ilmu yang sedikit, Allah akan menambahkannya. Sebaliknya, jika seseorang terus mengeluh, membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, dan merasa kurang puas, keberkahan akan ditarik. Syukur atas ilmu yang ada membuka pintu untuk ilmu yang belum diketahui.

Pengulangan konsep syukur dan istiqamah harus ditekankan secara terus-menerus karena inilah praktik harian yang menopang keberkahan. Kita harus menyadari bahwa ilmu adalah amanah. Ketika amanah itu dijalankan dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab, hasilnya adalah kebaikan yang melimpah ruah, yang jauh melampaui kemampuan manusia untuk menghitungnya.

VIII. Membandingkan Ilmu yang Diberkahi dan Ilmu yang Terkunci

Untuk memahami sepenuhnya nilai dari Barakah Fii Ilmi, kita harus melihat kontras antara ilmu yang diberkahi dan ilmu yang tidak memiliki Barakah (ilmu yang terkunci atau gersang).

Aspek Ilmu yang Diberkahi Ilmu yang Tidak Diberkahi
Pengamalan Mendorong amal saleh dan meningkatkan ketakwaan (taqwa). Minim pengamalan, hanya teori atau debat.
Niat Murni mencari keridaan Allah (ikhlas). Mencari pujian, jabatan, atau keuntungan materi.
Dampak Sosial Menyebar kedamaian dan menyatukan umat. Menyebabkan perpecahan, debat kusir, dan kesombongan.
Kualitas Waktu Belajar Waktu yang sedikit menghasilkan pemahaman yang mendalam. Waktu yang banyak terbuang sia-sia, mudah lupa.

Perbedaan ini menegaskan bahwa kuantitas pengetahuan (seberapa banyak yang kita baca) tidak pernah menjadi tolok ukur utama dalam Islam, melainkan kualitas spiritual dari pengetahuan tersebut. Ilmu adalah alat, dan Barakah adalah kekuatan pendorong yang memastikan alat itu digunakan untuk tujuan yang benar.

Dalam sejarah Islam, banyak ulama yang memiliki Barakah luar biasa dalam ilmunya. Mereka menulis sedikit, tetapi karya mereka abadi dan bermanfaat bagi jutaan orang lintas abad. Contohnya adalah Imam Nawawi, yang wafat pada usia muda tetapi meninggalkan warisan monumental. Keabadian dan manfaat karyanya adalah bukti nyata dari Barakah yang menyertai ilmunya. Ini adalah impian setiap penuntut ilmu: warisan yang terus mengalirkan pahala, sebuah ‘ilm yang bermanfaat’ yang merupakan salah satu dari tiga amalan yang tidak terputus setelah kematian.

Kita sering melihat individu yang sangat cerdas dan terpelajar, namun hidupnya penuh kegelisahan atau ilmunya tidak mendatangkan ketenangan. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan kognitif dan Barakah adalah dua entitas yang berbeda. Kecerdasan dapat membawa pada pengakuan duniawi, tetapi Barakah membawa pada kebahagiaan abadi dan keridaan Ilahi. Inilah mengapa doa 'Barakallah Fii Ilmi' lebih berharga daripada semua gelar akademik yang dapat diraih.

IX. Sintesis: Keberkahan adalah Pilar Utama Pembaruan (Tajdid)

Di era modern yang serba cepat, pemahaman akan Barakah dalam ilmu menjadi sangat relevan. Dunia membutuhkan pembaruan (tajdid) yang tidak hanya datang dari penemuan teknologi, tetapi dari pembaruan spiritual dan etika yang didukung oleh ilmu yang diberkahi. Ilmu yang diberkahi adalah landasan untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan beradab.

Pembaruan dalam ilmu pengetahuan harus dimulai dengan pembaruan niat. Jika para ilmuwan, pendidik, dan pemimpin memulai tugas mereka dengan niat mencari keridaan Allah dan didukung oleh Barakah, maka penemuan mereka akan mengarah pada solusi berkelanjutan, bukan sekadar keuntungan jangka pendek.

Membaca, menulis, meneliti, dan mengajar—semua aktivitas ini adalah wadah bagi Barakah. Kita harus memastikan bahwa wadah tersebut bersih dari keserakahan, iri hati, dan kesombongan. Mempertahankan Barakah adalah jihad (perjuangan) seumur hidup melawan godaan ego dan duniawi.

Setiap Muslim didorong untuk berulang kali mengucap doa untuk dirinya sendiri dan saudaranya. Doa ini adalah pengingat bahwa tujuan akhir dari ilmu adalah ma'rifatullah (mengenal Allah) dan ubudiyah (perhambaan kepada-Nya). Ilmu yang tidak membawa kita lebih dekat kepada Sang Pencipta adalah ilmu yang kering, tidak peduli seberapa banyak penghargaan yang diperolehnya.

Marilah kita kembali menegaskan pentingnya kata 'Fii' (di dalam). Keberkahan harus merasuk ke dalam inti ilmu, bukan sekadar melingkupinya. Ia harus mengubah cara kita memandang dunia, cara kita berinteraksi dengan orang lain, dan cara kita mengambil keputusan. Barakah menjadikan ilmu hidup, dinamis, dan terus menerus memberikan manfaat.

Keberkahan dalam ilmu merupakan manifestasi dari rahmat Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya yang tulus dalam mencari kebenaran. Ilmu yang diberkahi akan menjadi investasi jangka panjang, sebuah simpanan amal kebaikan yang pahalanya akan terus mengalir meskipun individu yang bersangkutan telah tiada. Ini adalah puncak keberhasilan sejati dalam pencarian ilmu.

Frasa Barakallah Fii Ilmi harus menjadi moto bagi setiap lembaga pendidikan dan bagi setiap individu yang mengklaim dirinya sebagai pelajar. Ini adalah standar kualitas yang melampaui kurikulum, melampaui gelar, dan melampaui fasilitas fisik. Standar Barakah adalah standar keikhlasan, ketakwaan, dan manfaat abadi.

Selanjutnya, pendalaman akan terus berlanjut ke isu-isu yang lebih spesifik mengenai manifestasi Barakah dalam disiplin ilmu tertentu. Ilmu Fiqih yang diberkahi menghasilkan kemudahan dan rahmat dalam pelaksanaan hukum; ilmu Akidah yang diberkahi menghasilkan keyakinan yang teguh dan terbebas dari keraguan; dan ilmu Akhlak yang diberkahi menghasilkan karakter mulia yang menjadi teladan bagi masyarakat luas. Barakah memastikan bahwa output dari pembelajaran selalu berorientasi pada kebaikan universal.

Ketika kita mengkaji literatur klasik Islam, kita melihat bahwa ulama terdahulu sangat berhati-hati dalam mencari sumber Barakah. Mereka melakukan perjalanan jauh, menahan lapar, dan menundukkan hawa nafsu semata-mata demi mendapatkan ilmu dari sumber yang memiliki Barakah, yaitu dari guru yang dikenal shaleh, jujur, dan ikhlas. Mereka tahu bahwa transfer ilmu bukanlah sekadar transfer data, melainkan transfer ruh dan cahaya. Oleh karena itu, kita harus meniru adab dan dedikasi mereka dalam mencari ilmu yang diberkahi.

Jika ilmu yang kita cari hanya memperkaya bank data kognitif kita tanpa memperbaiki kualitas hati, maka ilmu itu telah kehilangan Barakahnya. Ilmu sejati, ilmu yang diberkahi, adalah ilmu yang membersihkan hati, menenangkan jiwa, dan mendekatkan diri kepada Allah. Doa Barakallah Fii Ilmi adalah harapan agar ilmu kita tidak berakhir hanya sebagai informasi, tetapi sebagai cahaya yang menerangi jalan kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat.

Pengulangan akan pentingnya niat tulus (ikhlas) adalah krusial. Ikhlas adalah penjaga Barakah. Tanpa ikhlas, Barakah akan menguap seperti embun di pagi hari. Setiap kali kita merasa ilmu kita bertambah, kita harus kembali memeriksa niat kita. Apakah ilmu ini saya gunakan untuk menunjukkan superioritas, atau saya gunakan untuk berterima kasih kepada Allah dan melayani sesama? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah Barakah tetap bersama ilmu kita atau tidak.

Barakah juga tercermin dalam ketahanan ilmu. Ilmu yang diberkahi tidak mudah goyah oleh keraguan atau fitnah. Ilmu tersebut tertanam kuat di hati, memberdayakan pemiliknya untuk menghadapi cobaan dengan ketenangan. Ilmu yang gersang, sebaliknya, mudah runtuh saat menghadapi tantangan atau kritik.

Semoga setiap langkah kita dalam menuntut ilmu, setiap kata yang kita baca, setiap catatan yang kita tulis, dan setiap ajaran yang kita sebarkan, selalu diiringi oleh Barakah yang sempurna. Semoga Allah menjadikan ilmu kita sebagai ilmu yang bermanfaat, yang menjadi penerang bagi diri kita dan umat, sebagaimana diikrarkan dalam doa yang mulia: Barakallah Fii Ilmi.

🏠 Homepage