Kitab Amsal adalah harta karun kebijaksanaan yang mendalam, menawarkan panduan praktis untuk menjalani kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan dan sesama. Di antara banyak permata hikmatnya, Amsal 16 ayat 6 berdiri sebagai pengingat yang kuat tentang peran sentral kasih karunia dan kesetiaan ilahi dalam kehidupan orang percaya.
Ayat ini menguraikan dua prinsip krusial yang saling terkait: pengampunan dosa dan penghindaran kejahatan. Kedua aspek ini tidak terlepas dari kasih setia (atau kasih karunia) dan kebenaran Allah, serta respons manusia yang takut akan Tuhan.
Bagian pertama ayat ini menyatakan, "Oleh kasih setia dan kebenaran kesalahan diampuni." Ini adalah pernyataan yang luar biasa. Dosa, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah dan memisahkan kita dari-Nya, dapat diampuni. Dasar dari pengampunan ini bukanlah jasa atau usaha manusia, melainkan karakter Allah sendiri: kasih setia-Nya (hesed dalam bahasa Ibrani) dan kebenaran-Nya. Kasih setia Allah bersifat abadi, tanpa syarat, dan mengikat. Ini adalah anugerah-Nya yang tak terhingga yang Dia tunjukkan kepada umat manusia, bahkan ketika kita tidak layak menerimanya. Kebenaran-Nya menegaskan bahwa meskipun dosa itu serius, Allah dalam kebenaran-Nya juga menyediakan jalan untuk menebusnya, yaitu melalui pengorbanan Kristus.
Dalam konteks Perjanjian Lama, kasih setia dan kebenaran Allah menjadi dasar bagi umat-Nya untuk datang memohon pengampunan, terutama melalui sistem korban. Namun, dengan kedatangan Yesus Kristus, "kasih setia dan kebenaran" Allah menjadi lebih nyata dan lengkap. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus menebus kesalahan seluruh umat manusia. Siapapun yang menerima Dia sebagai Juruselamat akan menerima pengampunan dosa yang penuh dan tuntas, bukan karena perbuatan baik mereka, tetapi semata-mata karena anugerah dan pengorbanan Kristus yang didasarkan pada kasih setia dan kebenaran Allah.
Bagian kedua ayat ini melanjutkan, "dan karena takut akan TUHAN orang mengelak dari kejahatan." Ini menunjukkan konsekuensi alami dari memahami dan mengalami kasih setia dan kebenaran Allah. Ketika seseorang benar-benar memahami kedalaman kasih karunia yang telah diterima dan kebenaran Allah yang mulia, respons yang muncul adalah rasa hormat dan kekaguman yang mendalam terhadap Tuhan. Rasa takut akan Tuhan di sini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan, melainkan rasa hormat yang mendalam, kesadaran akan kekudusan-Nya, dan keinginan kuat untuk tidak mengecewakan-Nya.
Takut akan Tuhan mendorong seseorang untuk menjauhi kejahatan. Kejahatan, dalam segala bentuknya, adalah sesuatu yang bertentangan dengan sifat dan kehendak Allah. Menyadari bahwa Allah mengampuni kesalahan kita, bukan agar kita bisa terus berbuat dosa, tetapi agar kita dapat hidup dalam kebenaran dan kekudusan, memotivasi kita untuk menghindari apa pun yang dapat memisahkan kita dari-Nya atau menyinggung Dia. Ini adalah perubahan hati yang bekerja dari dalam, bukan sekadar kepatuhan eksternal.
Amsal 16:6 memberikan panduan yang sangat relevan untuk kehidupan modern. Di dunia yang seringkali mendorong kita untuk mengutamakan diri sendiri dan mencari pembenaran melalui berbagai cara, ayat ini mengingatkan kita bahwa fondasi kehidupan yang benar adalah pada Allah. Pertama, kita perlu terus menerus mengandalkan kasih setia dan kebenaran Allah untuk pengampunan atas dosa-dosa kita. Pengalaman pengampunan ini harus menjadi sumber sukacita dan kerendahan hati, bukan alasan untuk meremehkan dosa.
Kedua, rasa takut akan Tuhan harus membimbing keputusan dan tindakan kita. Ini berarti kita memprioritaskan apa yang menyenangkan Tuhan di atas keinginan pribadi atau tekanan dunia. Menjauhi kejahatan bukanlah tentang kepatuhan tanpa berpikir, melainkan respons yang penuh kasih dari hati yang telah diampuni dan diubahkan. Ketika kita hidup dalam takut akan Tuhan, kita akan lebih bijak dalam memilih perkataan, perbuatan, dan asosiasi kita, berusaha untuk memuliakan Dia dalam segala hal.