Masalah kencing tidak tuntas atau sering disebut sebagai gejala kandung kemih yang tidak kosong sepenuhnya merupakan kondisi yang bisa dialami oleh siapa saja, baik pria maupun wanita, pada berbagai usia. Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, kekhawatiran, bahkan rasa was-was, terutama ketika kaitannya dengan aspek ibadah dalam Islam. Dalam Islam, kebersihan diri dan kesucian merupakan fondasi penting dalam menjalankan ibadah, termasuk shalat. Oleh karena itu, memahami pandangan Islam mengenai kencing tidak tuntas menjadi relevan bagi setiap muslim.
Secara medis, kencing tidak tuntas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari masalah prostat pada pria, infeksi saluran kemih, gangguan saraf, hingga kelemahan otot kandung kemih. Gejala yang umum dirasakan meliputi rasa ingin buang air kecil yang sering, aliran urin yang lemah, rasa tidak lega setelah buang air kecil, dan terkadang keluarnya tetesan urin setelah selesai buang air kecil (post-void dribbling).
Kondisi ini jika dibiarkan dapat berujung pada masalah kesehatan yang lebih serius, seperti infeksi ginjal atau batu kandung kemih. Lebih dari itu, bagi seorang muslim, masalah ini dapat mengganggu kelancaran ibadah. Tetesan urin yang keluar setelah buang air kecil, misalnya, dapat dianggap sebagai najis yang mewajibkan pembersihan dan berpotensi membatalkan wudhu, yang merupakan syarat sah shalat.
Dalam Islam, kebersihan adalah bagian dari iman. Rasulullah SAW bersabda, "Kesucian itu adalah separuh dari iman." (HR. Muslim). Kencing yang tidak tuntas, terutama jika menyebabkan keluarnya tetesan air seni secara terus-menerus atau tidak teratur, menimbulkan pertanyaan seputar status wudhu dan najis.
Ulama sepakat bahwa air kencing (mani) adalah najis. Jika najis tersebut mengenai pakaian atau badan, maka wajib dibersihkan sebelum mendirikan shalat. Untuk orang yang mengalami kencing tidak tuntas yang terus-menerus, para fuqaha (ahli fiqih) memiliki pandangan yang beragam namun cenderung kepada kemudahan.
Bagi mereka yang mengalami masalah ini, umumnya dikategorikan sebagai ma’dzur (orang yang mendapat udzur syar’i). Artinya, kondisi tersebut dianggap sebagai uzur yang membolehkan mereka untuk mengambil keringanan dalam beberapa hukum. Seseorang yang berstatus ma’dzur dibolehkan untuk berwudhu dan shalat meskipun ada keluar sesuatu dari kemaluannya setelah berwudhu, selama ia berwudhu untuk setiap waktu shalat fardhu.
Dalil yang digunakan adalah hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ketika beliau ditanya tentang seseorang yang kencingnya tidak lancar. Beliau berkata, "Jika ia memiliki udzur, ia menunggu waktu shalat, lalu ia berwudhu untuk setiap shalat." (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani).
Hal ini berarti, bagi yang mengalami kencing tidak tuntas yang terus menerus atau sulit dikendalikan, ia dapat berwudhu sesaat sebelum masuk waktu shalat fardhu, kemudian shalat dengan wudhu tersebut, meskipun mungkin keluar tetesan urin saat shalat berlangsung. Wudhu tersebut dianggap masih sah sampai waktu shalat tersebut berakhir, atau jika ia melakukan pembatal wudhu lain.
Namun, penting untuk diingat bahwa status ma’dzur ini berlaku ketika kondisi tersebut benar-benar sulit dikendalikan. Jika masih ada cara untuk mencegah atau mengurangi keluarnya tetesan urin, maka wajib untuk melakukannya. Ini termasuk menjaga kebersihan diri, menggunakan celana dalam yang menyerap atau pelindung khusus (seperti pembalut pria atau wanita sekali pakai), dan segera membersihkan najis jika terkena pakaian.
Setelah buang air kecil, dianjurkan untuk melakukan istibra’, yaitu menunggu sejenak sampai benar-benar yakin tidak ada lagi tetesan urin yang keluar. Cara istibra’ bervariasi, bisa dengan memijat urat kemaluan ringan dari pangkal ke ujung, atau cara lain yang dirasa efektif. Jika setelah istibra’ masih keluar tetesan, barulah ia dianggap sebagai ma’dzur.
Selain memahami hukumnya, seorang muslim juga dianjurkan untuk mencari solusi medis terhadap masalah kencing tidak tuntas. Islam mendorong umatnya untuk berikhtiar mencari kesembuhan.
"Tidak ada penyakit yang diturunkan Allah kecuali Dia juga menurunkan obatnya." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis urologi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan penanganan medis yang sesuai. Upaya penyembuhan secara medis adalah bentuk ikhtiar yang mulia dalam Islam.
Beberapa langkah praktis yang bisa diambil:
Memahami isu kencing tidak tuntas dari sudut pandang Islam memberikan panduan yang jelas dan memberikan ketenangan hati. Dengan menggabungkan pemahaman fikih, ikhtiar medis, dan spiritualitas, seorang muslim dapat menjalani hidupnya dengan nyaman dan tetap menjaga kualitas ibadahnya.