Kitab Amsal, salah satu permata dalam hikmat alkitabiah, membuka pintunya dengan sebuah pernyataan pembuka yang sarat makna: "Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel." Ayat pertama ini bukan sekadar perkenalan nama, melainkan fondasi dari seluruh ajaran yang akan tersaji. Ia memberi tahu kita siapa sumber utama dari hikmat ini dan kepada siapa hikmat ini ditujukan.
Salomo, yang dikenal karena kebijaksanaannya yang luar biasa, mewarisi takhta dari ayahnya, Daud. Keduanya adalah tokoh sentral dalam sejarah Israel, dan warisan mereka mencakup tidak hanya pemerintahan tetapi juga bimbingan rohani dan moral bagi bangsanya. Dengan menyebut nama Salomo, kitab ini menggarisbawahi otoritas dan kedalaman pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Namun, hikmat ini bukanlah sekadar pengetahuan akademis; ia adalah hikmat praktis yang dirancang untuk memandu kehidupan sehari-hari.
Kata "amsal" sendiri berasal dari akar kata yang berarti "menjadi serupa" atau "membandingkan." Amsal sering kali berbentuk perumpamaan, perbandingan, atau pepatah yang menggunakan gambaran konkret untuk mengajarkan kebenaran abstrak. Tujuannya adalah untuk membuat prinsip-prinsip kehidupan yang sulit dipahami menjadi lebih mudah dicerna dan diingat. Dalam Amsal 1:1, kita diperkenalkan pada koleksi "amsal-amsal" yang kaya dan beragam, yang dijanjikan akan memberikan panduan mendalam.
Meskipun ayat pertama hanya menyebutkan nama penulis dan jenis tulisannya, ayat-ayat selanjutnya dalam pasal pertama Amsal segera menjelaskan inti dari kearifan ini. Amsal 1:7 dengan tegas menyatakan, ""Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan."" Pernyataan ini adalah kunci utama yang membuka seluruh makna kitab ini.
Ketakutan akan Tuhan (YHWH) di sini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan seperti teror, melainkan kekaguman yang mendalam, rasa hormat yang tulus, dan kesadaran akan kedaulatan-Nya. Ini adalah pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kebaikan, kebenaran, dan keadilan. Memulai dengan rasa hormat kepada-Nya berarti menempatkan segala sesuatu pada perspektif yang benar. Tanpa dasar ini, pengetahuan yang kita kumpulkan bisa menjadi dangkal, egois, atau bahkan merusak.
Bayangkan membangun sebuah rumah. Fondasi yang kokoh sangat krusial agar bangunan tidak runtuh. Demikian pula, takut akan Tuhan adalah fondasi dari segala kearifan sejati. Ketika seseorang takut akan Tuhan, ia akan cenderung:
Sebaliknya, orang bodoh, yang tidak memiliki rasa hormat kepada Tuhan, cenderung mengabaikan ajaran-ajaran penting ini. Mereka mungkin menganggap hikmat sebagai beban, atau mereka mungkin yakin bahwa mereka tahu segalanya sendiri. Akibatnya, mereka terjerumus dalam kesesatan, kebodohan, dan kehancuran.
Di era informasi yang begitu melimpah, mudah bagi kita untuk mengumpulkan berbagai macam pengetahuan. Namun, Amsal 1:1 mengingatkan kita bahwa kearifan sejati tidak hanya tentang kuantitas informasi, tetapi tentang kualitasnya dan fondasi di mana informasi itu dibangun. Kitab Amsal, yang dimulai dengan perkenalan otoritasnya melalui nama Salomo, pada akhirnya mengarahkan kita pada sumber tertinggi dari segala hikmat: Tuhan.
Bagi setiap individu yang mencari kehidupan yang bermakna, damai sejahtera, dan benar, Amsal 1:1 dan kelanjutannya memberikan peta jalan yang jelas. Memulai setiap aspek kehidupan, setiap usaha pencarian pengetahuan, dan setiap keputusan dari rasa takut akan Tuhan adalah langkah pertama menuju kehidupan yang dipenuhi dengan pemahaman yang mendalam, integritas, dan tujuan yang mulia.