Kitab Amsal dalam Alkitab merupakan sumber kearifan yang tak ternilai, menawarkan panduan praktis untuk menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan dan membuahkan kebahagiaan sejati. Di antara banyak mutiara hikmat yang terkandung di dalamnya, Amsal 3 ayat 19 dan 20 memegang peranan krusial. Ayat-ayat ini menyoroti hubungan erat antara hikmat Tuhan, penciptaan semesta, dan dasar keberlangsungan hidup manusia.
“TUHAN dengan hikmat-Nya telah mendasari bumi,
dengan pengertian-Nya Ia menegakkan langit.
Oleh pengetahuan-Nya sumber-sumber air meluap,
dan awan-awan menitikkan embun.”
Ayat-ayat ini bukan sekadar deskripsi puitis tentang alam semesta. Lebih dari itu, ia menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada, dari fondasi bumi hingga hamparan langit, diciptakan dan diatur oleh hikmat Tuhan. Kata "hikmat" (Heb. chokmah) di sini bukanlah sekadar kecerdasan atau kepandaian manusia, melainkan kebijaksanaan ilahi yang mendalam dan menyeluruh, sebuah prinsip aktif yang menjadi dasar tatanan kosmik. Tuhan tidak menciptakan semata-mata berdasarkan kebetulan atau kekuatan kasar, melainkan dengan rancangan yang penuh perhitungan dan makna.
Pengertian (Heb. tevunah) yang digunakan untuk menegakkan langit memperkuat gagasan ini. Pengertian menunjukkan kemampuan untuk membedakan, menata, dan memahami. Langit yang luas dan kompleks, dengan pergerakan bintang, siklus musim, dan fenomena alam lainnya, tidak muncul secara acak. Semuanya diatur dalam keseimbangan yang sempurna berkat pengertian ilahi. Keberadaan dan keteraturan alam semesta adalah bukti nyata dari kecerdasan dan kuasa Pencipta.
Lebih jauh lagi, ayat 20 menghubungkan hikmat dan pengertian Tuhan dengan sumber-sumber kehidupan. "Oleh pengetahuan-Nya sumber-sumber air meluap, dan awan-awan menitikkan embun." Pengetahuan (Heb. da'ath) di sini merujuk pada pengenalan dan pemahaman yang mendalam, sehingga memungkinkan Tuhan untuk mengatur aliran air yang menopang kehidupan di bumi. Dari mata air yang tersembunyi di kedalaman tanah hingga curahan hujan dari langit, semuanya dikelola dengan presisi ilahi.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat-ayat ini mengajarkan bahwa keteraturan dan keberlangsungan hidup di dunia ini sangat bergantung pada prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Tuhan. Segala sesuatu yang kita nikmati—udara yang kita hirup, air yang kita minum, tanah yang menumbuhkan makanan kita—adalah anugerah yang berakar pada hikmat dan pengetahuan Sang Pencipta.
Lalu, apa relevansi Amsal 3:19-20 bagi kita sebagai individu? Ayat-ayat ini menjadi pengingat kuat bahwa hikmat sejati bersumber dari Tuhan. Dalam upaya kita mencari pemahaman, membangun kehidupan, dan menghadapi tantangan, kita diajak untuk tidak hanya mengandalkan kecerdasan dan kemampuan manusiawi semata, tetapi juga merujuk pada kearifan ilahi yang mendasari segalanya.
Ketika kita hidup sesuai dengan prinsip-prinsip hikmat Tuhan, kita sebenarnya sedang membangun kehidupan kita di atas fondasi yang kokoh, sama seperti bumi yang kokoh dibangun di atas hikmat-Nya. Keteraturan dan keberlangsungan alam semesta adalah cerminan dari berkat dan pemeliharaan Tuhan. Demikian pula, ketika kita memprioritaskan hikmat Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita—dalam pekerjaan, keluarga, relasi, dan keputusan kita—kita turut membangun stabilitas, kedamaian, dan makna yang mendalam bagi diri kita sendiri dan lingkungan sekitar.
Amsal 3:19-20 mengajak kita untuk mengagumi keagungan Sang Pencipta melalui karya ciptaan-Nya. Alam semesta yang teratur dan penuh sumber kehidupan adalah bukti tak terbantahkan dari kebijaksanaan ilahi. Sebagai respons, kita dipanggil untuk menghidupi hikmat itu, menjadikannya kompas dalam perjalanan hidup kita, dan mengalami berkat serta pemeliharaan yang tak terhingga dari Sumber segala hikmat.