Visualisasi perbandingan antara hikmat dan kelicikan.
Kitab Amsal, sebagai permata kebijaksanaan dalam Alkitab, senantiasa menyajikan prinsip-prinsip hidup yang relevan melintasi zaman. Salah satu ayat yang begitu lugas namun mendalam adalah Amsal 12:20. Ayat ini berbunyi:
Membaca ayat ini, kita disajikan sebuah kontras yang mencolok antara dua jalur kehidupan: satu yang didasarkan pada "rencana jahat" dan satu lagi yang berfokus pada "mendamaikan". Mari kita bedah lebih dalam makna dan implikasi dari prinsip yang terkandung dalam Amsal 12:20 ini, terutama dalam konteks kehidupan modern yang seringkali penuh tantangan dan dilema.
Pertama, mari kita fokus pada sisi "rencana jahat". Istilah ini bisa merujuk pada berbagai hal, mulai dari niat buruk yang tersembunyi, strategi licik untuk keuntungan pribadi tanpa memedulikan orang lain, hingga tindakan manipulatif yang dirancang untuk menyakiti atau merugikan. Inti dari "rencana jahat" adalah adanya unsur penipuan, ketidakjujuran, dan seringkali keinginan untuk menguasai atau mengalahkan orang lain dengan cara yang tidak adil. Amsal dengan tegas menyatakan bahwa bagi mereka yang memelihara rencana semacam ini, "tidak akan tenang". Ketidaktenangan ini bisa bermanifestasi dalam berbagai bentuk: kecemasan yang terus-menerus, rasa bersalah yang menghantui, ketakutan akan terbongkarnya kebusukan, atau bahkan konflik internal yang tidak berkesudahan. Jiwa yang dipenuhi rencana jahat tidak pernah menemukan kedamaian sejati, karena pondasinya dibangun di atas fondasi yang rapuh dan penuh kegelapan.
Di sisi lain, ayat ini menawarkan sebuah gambaran yang sangat berbeda: "orang yang suka mendamaikan memberi kegembiraan". Kata "mendamaikan" di sini memiliki makna yang luas. Ini bukan sekadar upaya pasif untuk menghindari konflik, tetapi lebih kepada tindakan proaktif untuk membangun jembatan, meredakan ketegangan, mencari solusi yang menguntungkan semua pihak, dan memulihkan hubungan yang retak. Orang yang suka mendamaikan adalah agen perdamaian. Mereka adalah individu yang mencari harmoni, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi komunitas di sekitar mereka. Kehidupan mereka dipenuhi dengan "kegembiraan". Kegembiraan ini bukanlah kegembiraan yang dangkal atau bersifat sementara, melainkan sukacita yang mendalam dan memuaskan, yang timbul dari mengetahui bahwa mereka telah berkontribusi pada kebaikan, memupuk persatuan, dan membawa kedamaian.
Di dunia kerja, misalnya, seseorang yang terus-menerus merencanakan cara "mengakali" rekan kerja untuk mendapatkan promosi atau pujian mungkin merasa tertinggal dalam persaingan, dihantui rasa curiga, dan tidak pernah benar-benar menikmati pencapaiannya. Sebaliknya, seorang pemimpin atau anggota tim yang berupaya menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif, adil, dan saling mendukung akan merasakan kepuasan batin yang tak ternilai dan membawa semangat positif kepada seluruh tim. Kegembiraan yang mereka bawa akan menciptakan budaya kerja yang lebih sehat dan produktif.
Dalam hubungan keluarga dan pertemanan, Amsal 12:20 sangat relevan. Kebiasaan bergosip, menyebarkan fitnah, atau merencanakan cara untuk memanipulasi anggota keluarga atau teman demi keuntungan pribadi akan menciptakan ketegangan, kecurigaan, dan pada akhirnya kehancuran hubungan. Ketidaktenangan batin akan menjadi teman setia. Namun, individu yang memilih untuk menjadi pendamai – yang mau mendengarkan, memaafkan, bernegosiasi dengan bijak, dan mencari kebaikan bersama – akan membangun ikatan yang kokoh, penuh kasih, dan diwarnai kegembiraan serta ketenteraman.
Lebih jauh lagi, Amsal 12:20 dapat dilihat sebagai refleksi dari prinsip spiritual yang lebih dalam. Rencana jahat seringkali lahir dari hati yang egois, arogan, dan terpisah dari kebenaran ilahi. Ketidaktenangan yang menyertainya adalah konsekuensi alami dari hidup yang tidak selaras dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya, tindakan mendamaikan mencerminkan karakter Tuhan sendiri, yang adalah Sumber Kedamaian. Orang yang memelihara kedamaian dan keharmonisan dalam interaksi mereka mencerminkan nilai-nilai ilahi, dan oleh karena itu, mereka diberkati dengan sukacita yang sejati.
Amsal 12:20 bukan sekadar nasihat moral, melainkan sebuah pengingat akan realitas mendasar tentang cara kerja jiwa manusia dan konsekuensi pilihan kita. Apakah kita memilih jalan kelicikan yang mengarah pada kegelisahan, atau jalan kedamaian yang melahirkan kegembiraan? Pilihan ini membentuk tidak hanya pengalaman kita di dunia, tetapi juga karakter kita secara keseluruhan.
Dalam keriuhan dunia modern, marilah kita menjadikan prinsip Amsal 12:20 sebagai panduan. Dalam setiap keputusan, dalam setiap interaksi, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini rencana yang akan membawa ketenangan, atau kegembiraan? Memilih untuk menjadi pendamai bukanlah jalan yang mudah, tetapi ia adalah jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna, penuh kedamaian, dan membawa sukacita yang tak terhingga.