Memahami Sel Sabit Anemia: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Sel Normal vs. Sel Sabit

Sel sabit anemia, atau yang dikenal sebagai penyakit sel sabit (sickle cell disease/SCD), adalah kelainan darah genetik yang memengaruhi sel darah merah. Sel darah merah yang sehat berbentuk bulat pipih seperti cakram dan memiliki tekstur yang lembut, memungkinkan mereka bergerak dengan mudah melalui pembuluh darah yang sempit. Namun, pada penderita sel sabit anemia, sebagian besar sel darah merah memiliki bentuk yang tidak normal, yaitu seperti bulan sabit atau huruf 'C'. Kelainan bentuk ini terjadi akibat adanya kelainan pada hemoglobin, protein di dalam sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen.

Penyebab Sel Sabit Anemia

Penyakit sel sabit disebabkan oleh mutasi genetik pada gen yang memproduksi hemoglobin. Gen ini diwariskan dari orang tua kepada anak. Seseorang harus mewarisi dua salinan gen yang bermutasi, satu dari masing-masing orang tua, untuk menderita penyakit sel sabit. Jika seseorang hanya mewarisi satu salinan gen yang bermutasi, ia akan menjadi pembawa sifat sel sabit (sickle cell trait) dan umumnya tidak mengalami gejala penyakit yang parah, namun dapat menularkan gen tersebut kepada keturunannya.

Mutasi genetik ini menyebabkan sel darah merah memproduksi hemoglobin yang tidak normal, yang disebut hemoglobin S (HbS). Dalam kondisi kadar oksigen rendah, hemoglobin S dapat mengeras dan membentuk batang-batang di dalam sel darah merah, menyebabkan sel tersebut kehilangan kelenturannya dan berubah bentuk menjadi sabit.

Gejala Sel Sabit Anemia

Gejala penyakit sel sabit dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan biasanya mulai muncul pada usia sekitar 6 bulan. Beberapa gejala umum meliputi:

Dampak Bentuk Sel Sabit pada Tubuh

Bentuk sel sabit memiliki beberapa konsekuensi serius bagi tubuh. Pertama, sel-sel ini kurang fleksibel dan lebih kaku, sehingga sulit melewati pembuluh darah yang halus. Ketika sel-sel sabit ini menumpuk dan menyumbat aliran darah, hal ini dapat menyebabkan episode nyeri hebat yang disebut krisis vaso-oklusif.

Kedua, sel darah merah berbentuk sabit cenderung pecah lebih cepat daripada sel darah merah normal. Sel darah merah yang sehat biasanya bertahan selama sekitar 120 hari, sementara sel darah merah yang sakit hanya bertahan selama 10-20 hari. Hilangnya sel darah merah secara dini ini menyebabkan anemia kronis, di mana tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah untuk membawa oksigen yang cukup ke seluruh jaringan dan organ. Kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan kelelahan, sesak napas, dan kerusakan organ dari waktu ke waktu.

Sumbatan aliran darah yang berulang dan kerusakan jaringan akibat kekurangan oksigen dapat memengaruhi hampir semua organ dalam tubuh, termasuk paru-paru, ginjal, jantung, dan otak.

Diagnosis dan Pengobatan

Penyakit sel sabit dapat didiagnosis melalui tes darah sederhana. Pada banyak negara, skrining bayi baru lahir untuk penyakit sel sabit merupakan prosedur standar. Bagi individu yang berisiko, skrining genetik juga dapat dilakukan.

Pengobatan penyakit sel sabit bertujuan untuk meredakan gejala, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Beberapa pilihan pengobatan meliputi:

Meskipun penyakit sel sabit merupakan kondisi kronis, dengan diagnosis dini, perawatan yang tepat, dan manajemen diri yang baik, penderita dapat menjalani kehidupan yang lebih panjang dan berkualitas. Dukungan medis dan keluarga sangat penting dalam menghadapi tantangan penyakit ini.

🏠 Homepage