Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI): Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit Arteri Perifer

I. Pendahuluan: Mengapa Pemeriksaan ABI Penting?

Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI), atau Indeks Tekanan Pergelangan Kaki-Lengan, merupakan alat diagnostik non-invasif yang sederhana, cepat, dan sangat efektif. Metode ini telah menjadi standar emas untuk skrining dan diagnosis Penyakit Arteri Perifer (PAD) pada ekstremitas bawah. Keunggulan utama ABI terletak pada kemampuannya untuk mendeteksi penyempitan arteri yang seringkali asimtomatik pada tahap awal.

PAD adalah manifestasi aterosklerosis sistemik di luar sirkulasi koroner dan serebral. Kondisi ini terjadi ketika plak lemak menumpuk di arteri, mengurangi aliran darah ke kaki dan berpotensi menyebabkan rasa sakit, kesulitan berjalan, dan komplikasi serius seperti ulserasi dan amputasi. Karena PAD sering kali berjalan diam (asimtomatik), identifikasi dini melalui ABI menjadi krusial, tidak hanya untuk mencegah komplikasi lokal pada kaki, tetapi juga untuk menilai risiko kardiovaskular sistemik pasien secara keseluruhan. Nilai ABI yang abnormal adalah prediktor independen yang kuat untuk kejadian kardiovaskular mayor, termasuk infark miokard dan stroke.

1.1. Definisi dan Konsep Dasar ABI

ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik tertinggi yang diukur pada pergelangan kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik tertinggi yang diukur pada lengan (brachial). Dalam kondisi normal, tekanan darah di pergelangan kaki seharusnya sama atau sedikit lebih tinggi daripada tekanan darah di lengan. Jika terdapat penyumbatan atau penyempitan signifikan di arteri kaki, tekanan di pergelangan kaki akan turun, menghasilkan rasio ABI yang rendah.

1.2. Jangkauan Epidemiologi PAD

Penyakit Arteri Perifer (PAD) diperkirakan memengaruhi lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia. Prevalensinya meningkat secara dramatis seiring bertambahnya usia, terutama pada individu berusia di atas 70 tahun. Data klinis menunjukkan bahwa sebagian besar pasien PAD (hingga 50%) tidak menunjukkan gejala khas (klaudikasio intermiten), yang membuat skrining proaktif melalui ABI menjadi keharusan, khususnya pada kelompok risiko tinggi. Identifikasi kasus asimtomatik inilah yang menjadi kekuatan utama pemeriksaan ABI dalam pencegahan sekunder dan tersier penyakit kardiovaskular.

II. Anatomi dan Fisiologi Terkait Sistem Vaskular Perifer

Memahami pemeriksaan ABI memerlukan pemahaman mendalam tentang anatomi dan hemodinamika sirkulasi perifer. Pemeriksaan ini secara spesifik berfokus pada arteri-arteri besar yang bertanggung jawab atas suplai darah ke ekstremitas atas dan bawah.

2.1. Arteri Utama yang Diukur

  1. Arteri Brachial (Lengan): Ini adalah titik acuan (denominator) dalam perhitungan ABI. Arteri ini mudah diakses di lipatan siku dan memberikan representasi tekanan darah sistolik sentral. Tekanan brachial yang akurat sangat penting karena kesalahan pengukuran di sini akan memengaruhi seluruh interpretasi rasio.
  2. Arteri Tibialis Posterior (ATP): Salah satu arteri utama di pergelangan kaki. Lokasinya berada di posterior maleolus medialis (tonjolan tulang di sisi dalam pergelangan kaki).
  3. Arteri Dorsalis Pedis (ADP): Arteri utama lainnya di kaki, terletak di punggung kaki. Penggunaan dua arteri kaki (ATP dan ADP) memungkinkan tenaga medis memilih tekanan tertinggi, yang paling akurat mencerminkan suplai darah total ke kaki.

2.2. Prinsip Hemodinamika Normal

Dalam sistem vaskular yang sehat, tekanan darah cenderung menurun sedikit saat bergerak menjauh dari jantung, namun tekanan sistolik di arteri perifer (terutama di kaki) seringkali sedikit meningkat karena refleksi gelombang dan kekakuan dinding arteri. Rasio pergelangan kaki terhadap lengan (ABI) normalnya berada di atas 1.0. Adanya stenosis (penyempitan) yang signifikan secara hemodinamik (biasanya lebih dari 50% diameter) akan menyebabkan penurunan tekanan distal yang substansial, yang kemudian terdeteksi sebagai ABI yang rendah.

Pentingnya Tekanan Cuff yang Tepat

Pengukuran ABI mengandalkan prinsip oklusi arteri. Cuff (manset) harus cukup lebar untuk menutup arteri sepenuhnya, namun tidak terlalu besar sehingga menghasilkan pembacaan yang tidak akurat. Manset standar biasanya 12–13 cm lebar untuk lengan dan 10–12 cm untuk pergelangan kaki.

III. Penyakit Arteri Perifer (PAD): Etiologi dan Klasifikasi Klinis

PAD adalah penyakit progresif yang ditandai oleh oklusi atau stenosis arteri. Pemeriksaan ABI adalah cara paling efektif untuk mengukur sejauh mana penyakit ini telah berkembang secara fungsional.

3.1. Etiologi Utama PAD

Aterosklerosis adalah penyebab utama lebih dari 95% kasus PAD. Faktor risiko yang mendorong pembentukan plak aterosklerotik sama dengan faktor risiko penyakit jantung koroner:

3.2. Spektrum Klinis PAD

PAD memiliki spektrum gejala yang luas, mulai dari asimtomatik hingga iskemia kritis yang mengancam ekstremitas (Critical Limb Ischemia/CLI). Klasifikasi yang paling umum digunakan adalah sistem Fontaine dan Rutherford.

Tabel: Klasifikasi Klinis PAD (Berdasarkan Rutherford)

Kategori Rutherford Deskripsi Klinis Implikasi ABI Khas
Kategori 0 Asimtomatik (tanpa gejala) ABI ≤ 0.90 (Sering terdeteksi hanya dengan skrining)
Kategori 1-3 (Klaudikasio) Klaudikasio intermiten ringan, sedang, atau berat (nyeri saat berjalan) ABI 0.50 – 0.90
Kategori 4 (Nyeri Istirahat) Nyeri iskemik saat istirahat ABI ≤ 0.40 atau Absen
Kategori 5-6 (CLI) Ulserasi, gangren minor atau mayor (Iskemia Kritis) ABI sangat rendah (< 0.30)

IV. Prosedur Pemeriksaan ABI: Metode dan Teknik Detil

Meskipun tampak sederhana, prosedur ABI memerlukan standarisasi ketat untuk memastikan hasil yang akurat. Kesalahan kecil dalam teknik pengukuran dapat mengubah interpretasi klinis secara signifikan.

4.1. Persiapan Pasien dan Lingkungan

  1. Istirahat: Pasien harus berbaring telentang (supinasi) selama minimal 10–15 menit sebelum pengukuran dimulai. Ini memastikan tekanan darah stabil dan meminimalkan vasokonstriksi perifer akibat stres atau aktivitas.
  2. Posisi: Lengan dan pergelangan kaki harus berada pada tingkat jantung. Meja pemeriksaan yang rata sangat penting.
  3. Pelepasan Pakaian: Pakaian tebal harus dilepas dari lengan dan kaki agar manset dapat diposisikan langsung di atas kulit, memastikan oklusi yang efektif.
  4. Faktor Eksternal: Ruangan harus tenang dan hangat. Kedinginan dapat menyebabkan vasokonstriksi yang tidak perlu dan meningkatkan tekanan kaki secara artifisial.

4.2. Peralatan yang Diperlukan

4.3. Langkah-Langkah Pengukuran Tekanan Sistolik

A. Pengukuran Tekanan Brachial (Lengan)

Pengukuran ini dilakukan pada kedua lengan karena adanya kemungkinan stenosis pada arteri subklavia (yang akan menyebabkan tekanan brachial yang lebih rendah pada satu sisi). Tekanan sistolik tertinggi dari kedua lengan akan digunakan sebagai penyebut (denominator) dalam rumus ABI.

  1. Letakkan manset di atas arteri brachial (di atas lipatan siku).
  2. Aplikasikan gel pada area arteri brachial.
  3. Temukan sinyal aliran darah dengan probe Doppler.
  4. Pompa manset hingga sinyal Doppler hilang (oklusi total), biasanya 20–30 mmHg di atas titik hilangnya sinyal.
  5. Turunkan tekanan secara perlahan (sekitar 2–3 mmHg per detik). Pembacaan tekanan pada saat sinyal Doppler pertama kali kembali terdengar adalah tekanan sistolik brachial.

B. Pengukuran Tekanan Pergelangan Kaki (Ankle)

Langkah ini diulangi untuk arteri tibialis posterior (ATP) dan arteri dorsalis pedis (ADP) pada kedua kaki. Tekanan tertinggi dari keempat pembacaan kaki (ATP kiri, ADP kiri, ATP kanan, ADP kanan) digunakan untuk perhitungan ABI individual kaki.

  1. Letakkan manset tepat di atas maleolus (pergelangan kaki).
  2. Aplikasikan gel di atas lokasi arteri ATP dan ADP.
  3. Pompa manset dan turunkan tekanan seperti pada pengukuran brachial.
  4. Catat tekanan sistolik saat sinyal Doppler kembali untuk ATP dan ADP.
Diagram Titik Pengukuran ABI ADP ATP Brachial Pengukuran Tekanan Sistolik untuk ABI Tekanan Kaki (Numerator) Tekanan Lengan (Denominator)
Gambar 1: Lokasi Pengukuran Tekanan Sistolik untuk Perhitungan ABI.

4.4. Perhitungan Akhir ABI

ABI dihitung untuk setiap kaki secara terpisah. Rumus yang digunakan adalah:

$$\text{ABI Kaki Kanan} = \frac{\text{Tekanan Sistolik Tertinggi Kaki Kanan (ATP atau ADP)}}{\text{Tekanan Sistolik Tertinggi Lengan (Kiri atau Kanan)}}$$

Penting untuk diingat bahwa penyebut (denominator) selalu menggunakan tekanan brachial tertinggi dari kedua lengan. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasio yang terlalu tinggi akibat stenosis arteri subklavia yang tidak terkait dengan PAD di kaki.

V. Interpretasi Hasil dan Implikasi Klinis

Interpretasi nilai ABI adalah kunci diagnostik. Rentang nilai ABI secara langsung berkorelasi dengan tingkat keparahan oklusi vaskular dan risiko kardiovaskular pasien.

5.1. Klasifikasi Nilai ABI

Nilai ABI Interpretasi Tindakan Klinis
> 1.40 Non-Kompresibel (Kalsifikasi Arteri) Pembacaan palsu tinggi. Diperlukan pemeriksaan TBI atau Duplex Ultrasound.
1.00 – 1.40 Normal Tidak ada stenosis signifikan. Ulangi skrining jika faktor risiko tetap ada.
0.91 – 0.99 Borderline (Perbatasan) Berhubungan dengan risiko kardiovaskular tinggi. Pertimbangkan pemeriksaan ulang dengan tes latihan.
0.41 – 0.90 Penyakit Arteri Perifer (PAD) Ringan hingga Sedang Diagnosis PAD. Klaudikasio intermiten. Mulai terapi farmakologis.
≤ 0.40 Penyakit Arteri Perifer Berat Iskemia kritis (CLI). Diperlukan intervensi segera (revaskularisasi).

5.2. Penjelasan Kasus Khusus: ABI Palsu Tinggi (> 1.40)

Nilai ABI yang sangat tinggi (di atas 1.40) tidak mencerminkan aliran darah yang lebih baik, melainkan mengindikasikan bahwa arteri di pergelangan kaki tidak dapat dikompresi (non-compressible). Fenomena ini disebabkan oleh kalsifikasi parah pada dinding arteri (arteriosklerosis Mönckeberg). Kondisi ini sangat umum terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus yang lama, gagal ginjal tahap akhir (ESRD), atau riwayat merokok berat.

Ketika arteri tidak dapat dikompresi, cuff harus dipompa hingga tekanan yang sangat tinggi untuk menghentikan aliran darah, menghasilkan pembacaan sistolik kaki yang tidak realistis tinggi. Dalam kasus ini, ABI tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi PAD, dan profesional kesehatan harus beralih ke metode alternatif, seperti:

5.3. ABI Pasca Latihan (Exercise ABI)

Pada pasien yang menunjukkan gejala klaudikasio tetapi memiliki ABI istirahat normal (0.91–1.40), pemeriksaan ABI pasca-latihan sangat berguna. Latihan (biasanya treadmill) akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot. Jika terdapat stenosis yang tidak signifikan pada kondisi istirahat, peningkatan aliran darah selama latihan akan terhalang oleh stenosis tersebut, menyebabkan penurunan tekanan yang tajam di pergelangan kaki. Penurunan ABI hingga 15% atau lebih setelah latihan dianggap diagnostik untuk PAD ringan.

VI. Signifikansi Kardiovaskular ABI

Nilai ABI bukan hanya alat diagnostik lokal untuk kaki; nilai ini adalah barometer yang kuat untuk kesehatan vaskular sistemik. Aterosklerosis yang ditemukan di arteri perifer sangat mungkin juga ada di arteri koroner dan serebral.

6.1. Prediksi Kejadian Kardiovaskular Mayor

Studi epidemiologi berskala besar, seperti Framingham Heart Study, telah mengonfirmasi bahwa ABI rendah adalah prediktor independen yang kuat untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Pasien dengan ABI ≤ 0.90 memiliki risiko dua hingga empat kali lebih tinggi untuk mengalami:

  1. Infark Miokard (Serangan Jantung) non-fatal.
  2. Stroke Iskemik.
  3. Kematian akibat semua penyebab kardiovaskular.

Bahkan nilai ABI yang berada dalam rentang perbatasan (0.91–0.99) telah terbukti meningkatkan risiko kematian hingga 50% dibandingkan dengan mereka yang memiliki ABI normal (1.00–1.40). Oleh karena itu, identifikasi PAD melalui ABI wajib diikuti dengan stratifikasi risiko kardiovaskular yang agresif dan manajemen faktor risiko.

6.2. Manajemen Faktor Risiko Berdasarkan Hasil ABI

Ketika diagnosis PAD ditegakkan (ABI ≤ 0.90), manajemen harus fokus pada dua pilar utama:

A. Manajemen Lokal (Mengatasi Gejala Kaki):

B. Pencegahan Sekunder Kardiovaskular Sistemik:

Semua pasien dengan ABI abnormal harus menerima terapi pencegahan agresif, terlepas dari ada tidaknya gejala klaudikasio.

6.3. Indikasi Revaskularisasi

Pada kasus PAD yang parah (ABI ≤ 0.40) atau ketika pasien mengalami iskemia kritis (CLI), intervensi endovaskular (angioplasti, stenting) atau bedah pintas (bypass surgery) mungkin diperlukan. Keputusan intervensi didasarkan pada tingkat keparahan iskemia dan lokasi anatomi lesi, namun nilai ABI berfungsi sebagai penanda awal yang krusial untuk mengidentifikasi kelompok pasien ini.

VII. Keterbatasan ABI dan Alternatif Diagnostik

Meskipun ABI adalah alat skrining yang sangat baik, ia memiliki keterbatasan, terutama pada populasi tertentu. Kesulitan utama adalah interpretasi ABI palsu tinggi pada pasien dengan kalsifikasi arteri parah.

7.1. Keterbatasan Teknis ABI

7.2. Indeks Brachial Jari Kaki (TBI)

Toe-Brachial Index (TBI) adalah alternatif yang paling direkomendasikan ketika ABI non-informatif (> 1.40). Arteri digital (jari kaki) kurang rentan terhadap kalsifikasi Monckeberg dibandingkan arteri pergelangan kaki. Pengukuran tekanan sistolik jari kaki dilakukan menggunakan manset jari kaki yang sangat kecil (biasanya 2.5 cm) dan sensor volume denyut (plethysmography) atau Doppler frekuensi tinggi.

Pedoman TBI

TBI normal adalah ≥ 0.70. Nilai TBI < 0.70 mengindikasikan PAD. Nilai TBI < 0.30 menunjukkan iskemia kritis.

7.3. Bentuk Gelombang Volume Denyut (PVR)

Pulse Volume Recording (PVR), atau Plethysmography, adalah metode non-invasif lain yang sering dilakukan bersama ABI. PVR mengukur perubahan volume ekstremitas yang diinduksi oleh setiap denyut jantung. Alat ini menghasilkan bentuk gelombang yang mencerminkan elastisitas arteri dan aliran darah. Bentuk gelombang PVR yang datar atau tumpul adalah indikasi adanya penyakit oklusif, bahkan ketika ABI borderline.

7.4. Duplex Ultrasound Vaskular

Jika hasil non-invasif (ABI, TBI, PVR) tidak meyakinkan atau jika perencanaan revaskularisasi diperlukan, Duplex Ultrasound adalah modalitas pilihan. Ultrasound menyediakan informasi anatomi (lokasi dan tingkat stenosis) serta data fungsional (kecepatan aliran darah). Kecepatan puncak sistolik (Peak Systolic Velocity/PSV) yang tinggi pada segmen arteri tertentu adalah penanda langsung stenosis yang parah.

VIII. Peran ABI dalam Skrining Populasi Risiko Tinggi

Skrining ABI pada populasi yang tepat adalah intervensi kesehatan masyarakat yang hemat biaya dan berpotensi menyelamatkan jiwa. Pedoman klinis merekomendasikan skrining pada kelompok berisiko, bahkan jika mereka tidak menunjukkan klaudikasio.

8.1. Indikasi Skrining ABI

American Heart Association (AHA) dan berbagai badan profesional merekomendasikan pemeriksaan ABI pada individu yang termasuk dalam kategori berikut:

  1. Semua individu yang berusia 65 tahun ke atas.
  2. Individu berusia 50 tahun ke atas yang memiliki riwayat merokok atau diabetes mellitus.
  3. Individu berusia di bawah 50 tahun yang memiliki diabetes dan setidaknya satu faktor risiko aterosklerosis tambahan.
  4. Pasien yang diketahui memiliki penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, atau aneurisma aorta abdominal (AAA).
  5. Pasien dengan gejala kaki yang tidak biasa atau tidak spesifik yang mungkin merupakan PAD asimtomatik.

8.2. Strategi Skrining Massa

Penggunaan alat ABI otomatis yang hanya memerlukan sedikit intervensi operator telah meningkatkan kemampuan skrining massa. Alat otomatis ini menggunakan teknologi osilometri untuk mendapatkan tekanan pergelangan kaki, meskipun ini kurang akurat dibandingkan metode Doppler tradisional, namun sangat berguna dalam pengaturan perawatan primer dan kampanye kesehatan masyarakat untuk identifikasi cepat.

Ketika ABI abnormal ditemukan pada skrining, ini harus memicu serangkaian tindakan klinis terstandardisasi: rujukan ke spesialis vaskular, inisiasi terapi antiplatelet dan statin, serta program modifikasi gaya hidup intensif.

8.3. Monitoring dan Frekuensi Pemeriksaan Ulang

Frekuensi pemeriksaan ulang ABI tergantung pada hasil awal dan faktor risiko pasien:

IX. Fokus Mendalam: Iskemik Kritis Tungkai (CLI) dan Peran ABI

Iskemia Kritis Tungkai (CLI) adalah tahap paling parah dari PAD, ditandai dengan nyeri istirahat persisten, ulserasi non-penyembuhan, atau gangren. Kondisi ini membawa risiko amputasi tinggi dan prognosis mortalitas yang buruk.

9.1. Diagnosis CLI Berdasarkan ABI

Diagnosis CLI biasanya ditegakkan ketika pasien mengalami nyeri istirahat iskemik selama lebih dari dua minggu, atau ulserasi/gangren, bersamaan dengan pembacaan tekanan perifer yang sangat rendah. Kriteria diagnostik menggunakan ABI untuk CLI adalah:

Pada tahap ini, ABI memberikan validasi obyektif terhadap keparahan gejala klinis. Tekanan darah yang sangat rendah mengonfirmasi bahwa perfusi (aliran darah) ke jaringan distal sangat terganggu, yang menjelaskan mengapa luka tidak dapat sembuh dan nyeri muncul bahkan saat istirahat.

9.2. ABI sebagai Panduan Penyembuhan Luka

ABI juga digunakan untuk memprediksi potensi penyembuhan luka pada pasien ulserasi diabetik atau vaskular. Tekanan yang adekuat diperlukan agar oksigen dan nutrisi mencapai dasar luka. Secara umum, tekanan pergelangan kaki harus lebih besar dari 70–80 mmHg agar ulkus dapat sembuh tanpa intervensi vaskular. Jika tekanan jauh di bawah ambang batas ini, penyembuhan luka sangat tidak mungkin terjadi tanpa revaskularisasi (pemulihan aliran darah).

9.3. Pentingnya Pengukuran Transkutan Oksigen

Dalam konteks CLI dan diabetes, selain ABI/TBI, pengukuran Tekanan Oksigen Transkutan (TcPO2) sering ditambahkan. TcPO2 mengukur secara langsung seberapa banyak oksigen yang terdifusi melalui kulit. Nilai TcPO2 ≤ 30 mmHg sering dikaitkan dengan kegagalan penyembuhan luka, dan ini merupakan pemeriksaan pelengkap yang sangat berharga untuk ABI, terutama ketika ABI palsu tinggi.

X. Inovasi dan Masa Depan Pemeriksaan Vaskular Non-Invasif

Meskipun ABI Doppler tetap menjadi standar, penelitian terus mencari metode yang lebih cepat, lebih mudah diakses, dan kurang bergantung pada operator untuk mendeteksi PAD dan risiko vaskular.

10.1. Stiffness Arteri dan Pulse Wave Velocity (PWV)

Selain ABI yang mengukur stenosis (penyempitan), kekakuan arteri (arterial stiffness) juga menjadi fokus. Pulse Wave Velocity (PWV) mengukur kecepatan gelombang denyut bergerak melalui arteri. Arteri yang lebih kaku (seperti yang terlihat pada aterosklerosis) menghasilkan PWV yang lebih cepat. PWV adalah indikator kerusakan organ target dan risiko kardiovaskular independen dari ABI. Kombinasi pengukuran ABI dan PWV memberikan penilaian risiko vaskular yang lebih komprehensif.

10.2. Pengembangan Alat ABI Otomatis dan Portabel

Perangkat ABI otomatis generasi baru yang menggunakan teknologi osilometri untuk mengukur tekanan serentak di keempat ekstremitas telah memasuki pasar. Perangkat ini secara signifikan mengurangi waktu pemeriksaan (hanya beberapa menit) dan meminimalkan variabilitas antar-operator, menjadikannya ideal untuk klinik perawatan primer dan kantor dokter umum. Meskipun demikian, keakuratannya pada pasien dengan kalsifikasi arteri masih menjadi subjek penelitian intensif.

10.3. Integrasi ABI dalam Sistem Elektronik

Masa depan diagnostik vaskular melihat integrasi hasil ABI secara langsung ke dalam Electronic Health Records (EHR). Integrasi ini memastikan bahwa setiap pasien dengan ABI abnormal segera memicu peringatan risiko dan protokol manajemen standar (pemberian statin, antiplatelet), meminimalkan risiko pengabaian diagnosis PAD asimtomatik.

Pemeriksaan ABI: Investasi Preventif
Pemeriksaan ABI adalah salah satu alat skrining paling kuat yang tersedia bagi praktisi medis. Biaya yang relatif rendah dibandingkan dengan potensi manfaatnya dalam mencegah amputasi, serangan jantung, dan stroke, menjadikan ABI sebagai komponen tak terpisahkan dari manajemen kesehatan vaskular modern.

XI. Kesimpulan

Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI) adalah landasan diagnostik dalam manajemen Penyakit Arteri Perifer. Sebagai metode non-invasif, terjangkau, dan sangat informatif, ABI memungkinkan identifikasi dini penyakit vaskular oklusif, yang sering kali tersembunyi. Nilai ABI yang akurat tidak hanya memandu pengobatan lokal (dari latihan hingga revaskularisasi) tetapi juga berfungsi sebagai lampu merah peringatan untuk risiko kardiovaskular sistemik yang lebih besar.

Memahami prosedur pengukuran yang tepat, mengenali tantangan seperti kalsifikasi arteri, dan mengetahui kapan harus beralih ke alternatif seperti TBI dan Duplex Ultrasound, adalah esensial bagi profesional kesehatan. Dengan skrining ABI yang proaktif pada populasi berisiko, beban morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan PAD dan penyakit aterosklerosis sistemik dapat dikurangi secara signifikan, meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.

🏠 Homepage