Matan Abi Syuja': Fondasi Ilmu Fiqh Mazhab Syafi'i

Ilustrasi Kitab Fiqh المتن Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib Qadhi Abu Syuja' Ilustrasi Kitab Fiqh, melambangkan Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib.

Di antara khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam disiplin Fiqh (hukum Islam), terdapat teks-teks klasik yang memiliki bobot dan peran fundamental sebagai pintu gerbang utama bagi setiap penuntut ilmu. Salah satu karya monumental yang tak lekang oleh waktu, khususnya dalam kerangka Mazhab Syafi'i, adalah Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, yang lebih populer dikenal sebagai Matan Abi Syuja'.

Karya ini bukan sekadar rangkuman hukum, melainkan sebuah peta jalan yang ringkas, padat, dan sistematis yang disajikan untuk memudahkan para pemula. Kehadirannya telah membentuk pondasi pemahaman jutaan santri, ulama, dan pelajar di berbagai belahan dunia Islam, mulai dari Asia Tenggara hingga Afrika Utara, menjadikannya kurikulum wajib dalam institusi pendidikan tradisional.

Matan Abi Syuja' adalah teks dasar Mazhab Syafi'i yang dikenal karena kekompakan bahasanya (iijaz), kejelasan susunannya, dan fokusnya pada pandangan (qaul) yang paling sahih dan kuat (mu'tamad) dalam mazhab, kecuali dalam beberapa kasus minor yang telah diisyaratkan oleh penulisnya sendiri.

I. Penulis dan Konteks Sejarah Matan

Teks ringkas ini disusun oleh seorang ahli hukum terkemuka bernama Imam Syihabuddin Abu Syuja' Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Ashfahani. Beliau adalah seorang Qadhi (hakim) yang hidup pada masa keemasan Islam, memiliki peran penting dalam peradilan, dan dikenal sebagai ulama yang sangat mendalam dalam Mazhab Syafi'i.

Kitab ini ditulis dengan tujuan utama: menyediakan ringkasan yang mudah dihafal dan dipahami mengenai ketentuan-ketentuan fiqh yang paling mendasar. Sesuai dengan nama lengkapnya, Al-Ghayah wa At-Taqrib, yang berarti 'Puncak dan Penyederhanaan', tujuannya adalah membawa ilmu fiqh yang luas kepada pemahaman yang lebih dekat dan mudah dijangkau oleh pelajar.

Keunggulan Matan Abi Syuja'

Ada beberapa faktor yang menjadikan Matan Abi Syuja' bertahan dan dihormati sebagai teks primer:

  1. Ringkas dan Padat (Iijaz): Teks ini disusun dengan kalimat-kalimat yang minimalis namun sarat makna. Ia hanya menyebutkan intisari hukum tanpa perdebatan (khilaf) yang terlalu mendalam, menjadikannya ideal untuk dihafalkan.
  2. Fokus pada Pendapat Kuat: Penulis memastikan bahwa poin-poin hukum yang disajikan adalah pendapat yang paling sering dipakai (mu'tamad) dalam Mazhab Syafi'i, meminimalkan kebingungan bagi pemula.
  3. Sistematis: Susunan bab dan fasal mengikuti tata urutan fiqh yang baku, dimulai dari ibadah (kesucian, shalat, zakat, puasa, haji), kemudian muamalat (transaksi), munakahat (pernikahan), hingga jinayat (pidana) dan ahkam (hukum-hukum lain).

II. Pilar-Pilar Utama Fiqh dalam Matan: Kitab Thaharah

Sebagaimana tradisi penulisan fiqh, Matan Abi Syuja' memulai pembahasannya dengan Kitab Thaharah (Bab Kesucian), yang merupakan kunci penerimaan ibadah, khususnya shalat. Bagian ini sangat detail dan memerlukan pemahaman mendalam tentang jenis-jenis air dan klasifikasi najis (kotoran).

A. Klasifikasi Air

Imam Abu Syuja' membagi air yang sah digunakan untuk bersuci menjadi empat kategori utama, yang membedakan status hukumnya:

B. Pembahasan Najis dan Cara Menyucikannya

Matan Abi Syuja' memberikan perhatian khusus pada najis karena penghilangan najis adalah syarat sahnya ibadah. Najis diklasifikasikan menjadi tiga jenis besar:

  1. Najis Mukhaffafah (Ringan): Najis yang paling ringan, yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan padat (selain ASI) dan belum berumur dua tahun. Cara menyucikannya cukup dipercikkan air di atasnya, tanpa harus mengalirkan air.
  2. Najis Mutawassithah (Sedang): Ini adalah kategori mayoritas najis, termasuk kotoran manusia dan hewan, muntah, darah, nanah, dan lainnya. Najis ini dibagi dua:
    • Najis 'Ainiyyah: Najis yang wujudnya, warnanya, atau baunya masih terlihat. Harus dihilangkan zatnya hingga hilang warna, bau, dan rasanya.
    • Najis Hukmiyyah: Najis yang wujudnya sudah hilang (misalnya bekas air kencing yang sudah kering), cukup dialiri air di tempat najis tersebut.
  3. Najis Mughallazhah (Berat): Najis yang paling berat, yaitu dari anjing dan babi serta turunannya. Cara menyucikannya sangat spesifik dan memerlukan tujuh kali basuhan, salah satunya harus dengan campuran debu atau tanah yang suci.

III. Rukun dan Syarat Shalat: Inti Ibadah Fardhu

Setelah bab kesucian, Matan Abi Syuja' beralih ke pembahasan shalat (Kitab Shalat), yang merupakan tiang agama. Pembahasan ini mencakup syarat wajib, syarat sah, rukun (pilar), dan hal-hal yang membatalkan shalat.

A. Syarat Wajib dan Syarat Sah Shalat

Syarat wajib shalat (kepada siapa shalat itu diwajibkan):

  1. Islam.
  2. Baligh (dewasa).
  3. Berakal (tidak gila).

Syarat sah shalat (apa yang harus dipenuhi agar shalat diterima):

B. Rukun Shalat (Pilar-Pilar)

Rukun shalat adalah bagian-bagian inti yang jika salah satunya ditinggalkan, shalat menjadi batal dan harus diulang. Imam Abu Syuja' menyebutkan rukun-rukun tersebut secara rinci, yang berjumlah belasan, termasuk:

  1. Niat (menyertai takbiratul ihram).
  2. Berdiri (bagi yang mampu) dalam shalat fardhu.
  3. Takbiratul Ihram.
  4. Membaca Surah Al-Fatihah (pada setiap rakaat).
  5. Rukuk dan Tuma'ninah (diam sejenak).
  6. I'tidal (bangun dari rukuk) dan Tuma'ninah.
  7. Sujud dua kali dan Tuma'ninah.
  8. Duduk di antara dua sujud dan Tuma'ninah.
  9. Duduk Tasyahhud Akhir.
  10. Membaca Tasyahhud Akhir.
  11. Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW (setelah Tasyahhud Akhir).
  12. Mengucapkan Salam yang pertama.
  13. Tertib (melakukan semua rukun secara berurutan).

Ketepatan dalam memahami dan melaksanakan rukun ini menjadi inti dari pelajaran fiqh shalat, karena rukun adalah penentu sah atau batalnya ibadah tersebut.

Simbol Thaharah dan Kebersihan Air Kehidupan dan Kesucian Simbol air dalam lingkaran, melambangkan konsep Thaharah (kesucian) dalam Fiqh.

IV. Ketentuan Zakat dan Puasa (Shaum)

Setelah membahas dua ibadah pokok (Thaharah dan Shalat), Matan Abi Syuja' melanjutkan ke pembahasan Zakat dan Puasa, dua rukun Islam lainnya yang memiliki detail hukum yang kompleks.

A. Rincian Kitab Zakat

Zakat adalah kewajiban harta yang diwajibkan bagi Muslim yang telah mencapai nisab (batas minimal) dan haul (periode waktu). Kitab ini merinci empat jenis harta wajib zakat:

  1. Binatang Ternak (Unta, Sapi, Kambing): Ditetapkan batasan nisab untuk setiap jenis hewan dan cara penghitungannya, serta syarat bahwa hewan tersebut harus merupakan hewan yang digembalakan (sa'imah) untuk sebagian besar tahun.
  2. Harga (Emas dan Perak): Nisab emas adalah 20 *mitsqal* (sekitar 85 gram) dan perak adalah 200 *dirham* (sekitar 595 gram). Kadarnya adalah seperempat dari sepersepuluh (2.5%).
  3. Hasil Pertanian (Biji-bijian dan Buah-buahan): Diwajibkan zakat jika hasil tersebut mencapai 5 *wasq* (sekitar 650 kg). Kadarnya 10% jika diairi tanpa biaya (hujan atau sungai), atau 5% jika diairi dengan biaya (irigasi).
  4. Harta Perdagangan: Meskipun tidak dibahas secara luas dalam Matan ini, tetapi disinggung bahwa harta dagangan yang telah mencapai nisab uang dan telah satu haul wajib dizakati dengan kadar 2.5%.

Matan Abi Syuja' juga menggarisbawahi pentingnya Zakat Fitrah yang diwajibkan pada akhir Ramadhan. Besaran Zakat Fitrah adalah satu sha' (sekitar 2.7-3 kg) dari makanan pokok setempat, diwajibkan atas setiap individu Muslim, termasuk bayi, asalkan mereka hidup saat terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan.

B. Kitab Shaum (Puasa)

Fasal puasa memuat ketentuan tentang syarat wajib, syarat sah, rukun puasa, dan hal-hal yang membatalkannya. Syarat wajib puasa sama dengan shalat (Islam, baligh, berakal), ditambah kemampuan fisik.

Rukun Puasa mencakup dua hal pokok:

  1. Niat (harus dilakukan setiap malam sebelum fajar untuk puasa fardhu).
  2. Menahan diri dari segala pembatal puasa (seperti makan, minum, dan berhubungan intim) sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Matan ini dengan tegas mencantumkan pembatal-pembatal puasa, termasuk masuknya benda ke dalam rongga terbuka (jauf) secara sengaja, muntah dengan sengaja, dan keluarnya air mani akibat sentuhan (bukan mimpi basah).

V. Hukum Muamalat: Transaksi dan Kontrak

Setelah ibadah (Ibadah Mahdhah), Matan Abi Syuja' beralih ke ranah hukum interaksi sosial dan ekonomi (Muamalat). Meskipun teks ini ringkas, ia mencakup esensi dari kontrak-kontrak dasar.

A. Jual Beli (Al-Bai’)

Kontrak jual beli adalah transaksi paling fundamental. Matan ini menetapkan rukun jual beli yang harus dipenuhi:

  1. Penjual dan Pembeli: Harus cakap hukum (mukallaf), baligh, berakal, dan memiliki otoritas untuk bertransaksi.
  2. Objek Jual Beli (Ma'qud Alaih): Barang harus suci, bermanfaat, dimiliki oleh penjual, dan diketahui secara spesifik oleh kedua belah pihak.
  3. Shighat (Ijab dan Qabul): Ungkapan penawaran dan penerimaan yang jelas (misalnya, "Aku jual" dan "Aku beli").

Matan juga membahas beberapa opsi pembatalan (Khiyar), seperti Khiyar Majlis (hak untuk membatalkan selama masih di tempat akad) dan Khiyar 'Aib (hak membatalkan jika ditemukan cacat pada barang).

B. Riba dan Syarat Salam

Imam Abu Syuja' memperingatkan keras terhadap Riba, menyebutkan bahwa jual beli yang melibatkan Riba adalah haram. Riba terjadi dalam dua kategori:

Matan ini juga menjelaskan Bai' Salam (jual beli dengan pesanan/indent), di mana pembayaran dilakukan di muka, tetapi barang diserahkan di kemudian hari. Jenis akad ini sah dalam Mazhab Syafi'i asalkan memenuhi tujuh syarat ketat, termasuk penentuan spesifikasi barang, ukuran, dan tanggal penyerahan secara detail.

VI. Kitab Munakahat: Hukum Pernikahan

Pernikahan (Munakahat) adalah bab yang sangat penting dalam Matan Abi Syuja', mendefinisikan landasan hukum pembentukan keluarga Muslim.

A. Rukun Akad Nikah

Rukun nikah yang harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah adalah lima:

  1. Pengantin Pria: Bukan mahram bagi pengantin wanita, dan ridha.
  2. Pengantin Wanita: Bukan mahram, dan sah dinikahi (tidak sedang dalam masa iddah).
  3. Wali: Pihak yang memiliki hak untuk menikahkan wanita, biasanya ayah atau kerabat terdekat.
  4. Dua Saksi Adil: Saksi harus Muslim, baligh, berakal, dan adil dalam pandangan syariat.
  5. Shighat (Ijab dan Qabul): Lafaz akad yang jelas menunjukkan niat menikahkan dan menerima.

B. Pembahasan Wali dan Mahar

Matan ini menekankan hierarki wali. Wali nasab (dari garis keturunan) didahulukan daripada wali hakim. Dalam Mazhab Syafi'i, pernikahan tanpa wali yang sah adalah batal (fasid), kecuali dalam kondisi tertentu yang sangat jarang terjadi.

Mengenai Mahar (mas kawin), Matan ini menjelaskan bahwa mahar adalah kewajiban yang harus diberikan oleh suami kepada istri. Meskipun mahar bisa berupa apa pun yang bermanfaat dan suci, ia bukan rukun nikah. Namun, besaran mahar harus disepakati atau ditentukan sesuai dengan Mahar Mitsil (mahar standar) jika terjadi perselisihan.

VII. Struktur Mendalam Fiqh Kontemporer dalam Matan Abi Syuja' (Perluasan dan Detail)

Untuk mencapai keluasan bahasan yang diperlukan, kita harus merinci lebih jauh bagaimana Matan Abi Syuja' menyajikan detail-detail hukum yang menjadi rujukan utama para pensyarah (komentator) setelahnya. Detail-detail inilah yang membuat Matan ini tak ternilai harganya bagi pemula yang ingin memahami dasar-dasar syariat tanpa kebingungan akibat perbedaan pendapat.

A. Analisis Mendalam Kitab Thaharah: Wudhu dan Ghusl

Matan Abi Syuja' menyajikan rukun Wudhu (bersuci kecil) dalam enam poin yang sangat presisi:

  1. Niat: Niat mengangkat hadas atau niat agar dibolehkan shalat. Niat wajib dilakukan bersamaan dengan basuhan pertama pada wajah.
  2. Membasuh Wajah: Seluruh permukaan wajah dari batas tumbuh rambut hingga dagu dan dari telinga ke telinga.
  3. Membasuh Kedua Tangan hingga Siku: Siku wajib ikut terbasuh.
  4. Mengusap Sebagian Kepala: Cukup mengusap sedikit bagian kepala atau rambut yang masuk dalam batasan kepala.
  5. Membasuh Kedua Kaki hingga Mata Kaki: Mata kaki wajib ikut terbasuh.
  6. Tertib (Berurutan): Melakukan rukun-rukun di atas sesuai urutan.

Selanjutnya, mengenai Ghusl (mandi wajib), Matan ini menyederhanakannya menjadi tiga rukun:

  1. Niat mengangkat hadas besar (junub, haid, atau nifas).
  2. Menghilangkan najis yang melekat pada tubuh.
  3. Meratakan air ke seluruh permukaan kulit dan rambut.

Perbedaan antara wudhu dan ghusl dalam Matan ini terletak pada urutan (tertib). Tertib wajib dalam wudhu, tetapi sunnah dalam ghusl.

B. Detail Sunnah-Sunnah dalam Shalat

Meskipun Matan ini berfokus pada rukun, ia juga mengisyaratkan adanya Sunnah-sunnah yang terbagi menjadi dua kelompok: *Ab'adh* (sunnah yang jika ditinggalkan harus diganti dengan sujud sahwi) dan *Hai'at* (sunnah yang jika ditinggalkan tidak perlu sujud sahwi).

1. Sunnah Ab'adh (Contoh)

Penyebutan detail sunnah ini menunjukkan kelengkapan Matan, karena praktisi fiqh harus memahami mana yang termasuk rukun (yang harus diulang jika terlupa) dan mana yang sunnah *Ab'adh* (yang cukup ditambal dengan sujud sahwi).

2. Pembatal Shalat

Matan Abi Syuja' menggariskan bahwa shalat batal karena:

C. Kitab Faraidh (Hukum Waris)

Salah satu bab tersulit dan terpenting dalam fiqh adalah Faraidh (hukum waris), dan Matan Abi Syuja' menyajikan dasar-dasarnya dengan ringkas. Matan ini menjelaskan tiga hak yang harus diselesaikan dari harta mayat secara berurutan:

  1. Biaya pengurusan jenazah (pemakaman, dll.).
  2. Pelunasan hutang mayat (kepada Allah atau kepada manusia).
  3. Pelaksanaan wasiat (maksimal sepertiga harta).
  4. Pembagian warisan kepada ahli waris.

Matan kemudian mengklasifikasikan ahli waris (Ashab al-Fara'idh) dan menjelaskan konsep Hajb (penghalangan) yang mencegah seseorang mendapatkan warisan karena adanya ahli waris yang lebih dekat.

D. Kitab Jinayat dan Hudud (Pidana dan Hukuman)

Meskipun Matan Abi Syuja' fokus pada ibadah dan muamalat, ia tidak meninggalkan bab-bab akhir fiqh yang penting. Pembahasan Jinayat (tindak pidana) mencakup hukum qishash (pembalasan setimpal) dan diyat (denda). Fiqh Syafi'i menekankan bahwa Qishash adalah hak ahli waris korban, yang dapat dimaafkan dengan menggantinya menjadi diyat.

Matan ini juga menyebutkan batas-batas hukuman (Hudud) untuk kejahatan serius seperti zina, pencurian, dan minum khamr, menekankan bahwa penetapan hukuman ini harus didasarkan pada pembuktian yang sangat ketat sesuai syariat.

VIII. Implementasi dan Peran Pedagogis Matan Abi Syuja'

Dampak Matan Abi Syuja' melampaui isinya; ia membentuk tradisi keilmuan. Karena sifatnya yang ringkas, Matan ini jarang diajarkan sendirian. Ia selalu menjadi subjek untuk dihafal, diikuti dengan kajian mendalam melalui karya-karya *syarh* (komentar) dan *hasyiyah* (catatan kaki).

A. Syarah (Komentar) yang Paling Terkenal

Popularitas Matan Abi Syuja' menghasilkan ratusan komentar. Beberapa yang paling esensial yang menjadi rujukan utama Mazhab Syafi'i adalah:

  1. Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib: Karya Imam Syamsuddin Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi (Ibnu Qasim Al-Ghazzi). Ini adalah syarah yang paling populer karena kejelasannya dan juga ringkas.
  2. Hasyiyah Al-Bajuri: Komentar terhadap Fathul Qarib karya Ibrahim Al-Bajuri, yang membawa Matan Abi Syuja' ke tingkat detail yang lebih tinggi, membahas perbedaan pandangan ulama yang lebih mendalam, dan menjadi rujukan wajib di banyak pesantren dan madrasah.
  3. Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar: Karya Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad Al-Hishni. Syarah yang lebih tebal dan terperinci.

Melalui proses syarah ini, Matan Abi Syuja' berfungsi sebagai kerangka baja, yang kemudian diisi dengan daging dan detail hukum yang lebih rumit, memungkinkan pelajar untuk maju dari tingkat dasar ke tingkat ahli fiqh (mutafaqqih) secara bertahap dan terstruktur.

B. Peran dalam Kurikulum Modern

Hingga saat ini, Matan Abi Syuja' tetap menjadi teks dasar yang diajarkan pertama kali dalam fiqh Syafi'i. Hal ini menunjukkan bahwa metode penyajian yang sederhana, yang diprioritaskan oleh Al-Qadhi Abu Syuja', masih relevan. Teks ini memberikan fondasi yang kokoh sebelum pelajar dikenalkan pada kitab-kitab yang lebih kompleks seperti Minhaj At-Thalibin karya Imam An-Nawawi, yang penuh dengan perdebatan dan dalil.

Kurikulum fiqh disusun secara piramida, dan Matan Abi Syuja' menempati dasar piramida tersebut. Tanpa menguasai Matan ini, mustahil bagi pelajar untuk memahami nuansa dan kedalaman hukum yang disajikan dalam kitab-kitab tingkat menengah dan tingkat lanjut.

IX. Menjelaskan Konsep Qaul Mu'tamad (Pendapat yang Dipegang)

Salah satu alasan mengapa Matan Abi Syuja' sangat dihormati adalah karena ia mewakili konsensus (atau setidaknya pendapat terkuat) dalam Mazhab Syafi'i. Dalam setiap mazhab, seringkali terdapat banyak pandangan (aqwal) dari Imam pendiri mazhab itu sendiri atau dari murid-muridnya.

Tugas para ulama *muhaqqiq* (peneliti) adalah memilah dan menentukan mana pandangan yang paling kuat (qaul asah), paling masyhur (qaul masyhur), atau yang paling kuat dipegang fatwanya (qaul mu'tamad).

Al-Qadhi Abu Syuja' melakukan pekerjaan penyaringan ini dengan baik, sehingga pelajar yang menghafal Matan tidak perlu khawatir mereka mempelajari pendapat yang lemah atau tidak terpakai dalam mazhab. Ini adalah jasa besar Matan Abi Syuja' bagi penyebaran fiqh yang terstandardisasi.

A. Contoh Kasus Keterbatasan dan Kejelasan Matan

Meskipun Matan ini fokus pada *qaul mu'tamad*, ia terkadang hanya menyebutkan satu sisi hukum saja, yang harus dilengkapi melalui syarah. Contohnya, Matan ini sangat singkat dalam membahas rincian hukum Zakat hasil tambang (Ma'din) atau barang temuan (Rikaz), yang mana perinciannya baru muncul secara lengkap dalam kitab-kitab syarah yang lebih besar. Hal ini adalah disengaja, sesuai tujuan penulis untuk memberikan kerangka, bukan ensiklopedia fiqh.

X. Penutup: Warisan Abadi Matan Abi Syuja'

Matan Abi Syuja' adalah bukti nyata dari efektivitas pedagogi Islam klasik. Dengan jumlah kalimat yang terbatas, penulisnya berhasil memuat spektrum luas hukum syariat, dari cara bersuci yang paling sederhana hingga ketentuan waris yang paling rumit. Ia adalah teks yang mengajarkan ketelitian, ketertiban, dan penghormatan terhadap detail hukum.

Matan ini bukan sekadar buku, melainkan sebuah tradisi yang terus hidup, dibaca, dihafalkan, dan dikaji di seluruh dunia. Keberlanjutan pembelajarannya menjamin bahwa prinsip-prinsip dasar Mazhab Syafi'i tetap utuh dan diakses oleh generasi Muslim di masa depan. Bagi setiap penuntut ilmu fiqh, menguasai Matan Abi Syuja' adalah langkah awal yang mutlak, sebuah batu penjuru yang menopang seluruh bangunan pengetahuan hukum Islam yang kompleks dan indah.

Teks ini berhasil memenuhi tujuannya, yakni menjadi 'Puncak' yang disederhanakan, menyediakan panduan yang terang benderang menuju pemahaman yang benar atas syariat Allah.

🏠 Homepage