Di antara khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam disiplin Fiqh (hukum Islam), terdapat teks-teks klasik yang memiliki bobot dan peran fundamental sebagai pintu gerbang utama bagi setiap penuntut ilmu. Salah satu karya monumental yang tak lekang oleh waktu, khususnya dalam kerangka Mazhab Syafi'i, adalah Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, yang lebih populer dikenal sebagai Matan Abi Syuja'.
Karya ini bukan sekadar rangkuman hukum, melainkan sebuah peta jalan yang ringkas, padat, dan sistematis yang disajikan untuk memudahkan para pemula. Kehadirannya telah membentuk pondasi pemahaman jutaan santri, ulama, dan pelajar di berbagai belahan dunia Islam, mulai dari Asia Tenggara hingga Afrika Utara, menjadikannya kurikulum wajib dalam institusi pendidikan tradisional.
Matan Abi Syuja' adalah teks dasar Mazhab Syafi'i yang dikenal karena kekompakan bahasanya (iijaz), kejelasan susunannya, dan fokusnya pada pandangan (qaul) yang paling sahih dan kuat (mu'tamad) dalam mazhab, kecuali dalam beberapa kasus minor yang telah diisyaratkan oleh penulisnya sendiri.
Teks ringkas ini disusun oleh seorang ahli hukum terkemuka bernama Imam Syihabuddin Abu Syuja' Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Ashfahani. Beliau adalah seorang Qadhi (hakim) yang hidup pada masa keemasan Islam, memiliki peran penting dalam peradilan, dan dikenal sebagai ulama yang sangat mendalam dalam Mazhab Syafi'i.
Kitab ini ditulis dengan tujuan utama: menyediakan ringkasan yang mudah dihafal dan dipahami mengenai ketentuan-ketentuan fiqh yang paling mendasar. Sesuai dengan nama lengkapnya, Al-Ghayah wa At-Taqrib, yang berarti 'Puncak dan Penyederhanaan', tujuannya adalah membawa ilmu fiqh yang luas kepada pemahaman yang lebih dekat dan mudah dijangkau oleh pelajar.
Ada beberapa faktor yang menjadikan Matan Abi Syuja' bertahan dan dihormati sebagai teks primer:
Sebagaimana tradisi penulisan fiqh, Matan Abi Syuja' memulai pembahasannya dengan Kitab Thaharah (Bab Kesucian), yang merupakan kunci penerimaan ibadah, khususnya shalat. Bagian ini sangat detail dan memerlukan pemahaman mendalam tentang jenis-jenis air dan klasifikasi najis (kotoran).
Imam Abu Syuja' membagi air yang sah digunakan untuk bersuci menjadi empat kategori utama, yang membedakan status hukumnya:
Matan Abi Syuja' memberikan perhatian khusus pada najis karena penghilangan najis adalah syarat sahnya ibadah. Najis diklasifikasikan menjadi tiga jenis besar:
Setelah bab kesucian, Matan Abi Syuja' beralih ke pembahasan shalat (Kitab Shalat), yang merupakan tiang agama. Pembahasan ini mencakup syarat wajib, syarat sah, rukun (pilar), dan hal-hal yang membatalkan shalat.
Syarat wajib shalat (kepada siapa shalat itu diwajibkan):
Syarat sah shalat (apa yang harus dipenuhi agar shalat diterima):
Rukun shalat adalah bagian-bagian inti yang jika salah satunya ditinggalkan, shalat menjadi batal dan harus diulang. Imam Abu Syuja' menyebutkan rukun-rukun tersebut secara rinci, yang berjumlah belasan, termasuk:
Ketepatan dalam memahami dan melaksanakan rukun ini menjadi inti dari pelajaran fiqh shalat, karena rukun adalah penentu sah atau batalnya ibadah tersebut.
Setelah membahas dua ibadah pokok (Thaharah dan Shalat), Matan Abi Syuja' melanjutkan ke pembahasan Zakat dan Puasa, dua rukun Islam lainnya yang memiliki detail hukum yang kompleks.
Zakat adalah kewajiban harta yang diwajibkan bagi Muslim yang telah mencapai nisab (batas minimal) dan haul (periode waktu). Kitab ini merinci empat jenis harta wajib zakat:
Matan Abi Syuja' juga menggarisbawahi pentingnya Zakat Fitrah yang diwajibkan pada akhir Ramadhan. Besaran Zakat Fitrah adalah satu sha' (sekitar 2.7-3 kg) dari makanan pokok setempat, diwajibkan atas setiap individu Muslim, termasuk bayi, asalkan mereka hidup saat terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan.
Fasal puasa memuat ketentuan tentang syarat wajib, syarat sah, rukun puasa, dan hal-hal yang membatalkannya. Syarat wajib puasa sama dengan shalat (Islam, baligh, berakal), ditambah kemampuan fisik.
Rukun Puasa mencakup dua hal pokok:
Matan ini dengan tegas mencantumkan pembatal-pembatal puasa, termasuk masuknya benda ke dalam rongga terbuka (jauf) secara sengaja, muntah dengan sengaja, dan keluarnya air mani akibat sentuhan (bukan mimpi basah).
Setelah ibadah (Ibadah Mahdhah), Matan Abi Syuja' beralih ke ranah hukum interaksi sosial dan ekonomi (Muamalat). Meskipun teks ini ringkas, ia mencakup esensi dari kontrak-kontrak dasar.
Kontrak jual beli adalah transaksi paling fundamental. Matan ini menetapkan rukun jual beli yang harus dipenuhi:
Matan juga membahas beberapa opsi pembatalan (Khiyar), seperti Khiyar Majlis (hak untuk membatalkan selama masih di tempat akad) dan Khiyar 'Aib (hak membatalkan jika ditemukan cacat pada barang).
Imam Abu Syuja' memperingatkan keras terhadap Riba, menyebutkan bahwa jual beli yang melibatkan Riba adalah haram. Riba terjadi dalam dua kategori:
Matan ini juga menjelaskan Bai' Salam (jual beli dengan pesanan/indent), di mana pembayaran dilakukan di muka, tetapi barang diserahkan di kemudian hari. Jenis akad ini sah dalam Mazhab Syafi'i asalkan memenuhi tujuh syarat ketat, termasuk penentuan spesifikasi barang, ukuran, dan tanggal penyerahan secara detail.
Pernikahan (Munakahat) adalah bab yang sangat penting dalam Matan Abi Syuja', mendefinisikan landasan hukum pembentukan keluarga Muslim.
Rukun nikah yang harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah adalah lima:
Matan ini menekankan hierarki wali. Wali nasab (dari garis keturunan) didahulukan daripada wali hakim. Dalam Mazhab Syafi'i, pernikahan tanpa wali yang sah adalah batal (fasid), kecuali dalam kondisi tertentu yang sangat jarang terjadi.
Mengenai Mahar (mas kawin), Matan ini menjelaskan bahwa mahar adalah kewajiban yang harus diberikan oleh suami kepada istri. Meskipun mahar bisa berupa apa pun yang bermanfaat dan suci, ia bukan rukun nikah. Namun, besaran mahar harus disepakati atau ditentukan sesuai dengan Mahar Mitsil (mahar standar) jika terjadi perselisihan.
Untuk mencapai keluasan bahasan yang diperlukan, kita harus merinci lebih jauh bagaimana Matan Abi Syuja' menyajikan detail-detail hukum yang menjadi rujukan utama para pensyarah (komentator) setelahnya. Detail-detail inilah yang membuat Matan ini tak ternilai harganya bagi pemula yang ingin memahami dasar-dasar syariat tanpa kebingungan akibat perbedaan pendapat.
Matan Abi Syuja' menyajikan rukun Wudhu (bersuci kecil) dalam enam poin yang sangat presisi:
Selanjutnya, mengenai Ghusl (mandi wajib), Matan ini menyederhanakannya menjadi tiga rukun:
Perbedaan antara wudhu dan ghusl dalam Matan ini terletak pada urutan (tertib). Tertib wajib dalam wudhu, tetapi sunnah dalam ghusl.
Meskipun Matan ini berfokus pada rukun, ia juga mengisyaratkan adanya Sunnah-sunnah yang terbagi menjadi dua kelompok: *Ab'adh* (sunnah yang jika ditinggalkan harus diganti dengan sujud sahwi) dan *Hai'at* (sunnah yang jika ditinggalkan tidak perlu sujud sahwi).
Penyebutan detail sunnah ini menunjukkan kelengkapan Matan, karena praktisi fiqh harus memahami mana yang termasuk rukun (yang harus diulang jika terlupa) dan mana yang sunnah *Ab'adh* (yang cukup ditambal dengan sujud sahwi).
Matan Abi Syuja' menggariskan bahwa shalat batal karena:
Salah satu bab tersulit dan terpenting dalam fiqh adalah Faraidh (hukum waris), dan Matan Abi Syuja' menyajikan dasar-dasarnya dengan ringkas. Matan ini menjelaskan tiga hak yang harus diselesaikan dari harta mayat secara berurutan:
Matan kemudian mengklasifikasikan ahli waris (Ashab al-Fara'idh) dan menjelaskan konsep Hajb (penghalangan) yang mencegah seseorang mendapatkan warisan karena adanya ahli waris yang lebih dekat.
Meskipun Matan Abi Syuja' fokus pada ibadah dan muamalat, ia tidak meninggalkan bab-bab akhir fiqh yang penting. Pembahasan Jinayat (tindak pidana) mencakup hukum qishash (pembalasan setimpal) dan diyat (denda). Fiqh Syafi'i menekankan bahwa Qishash adalah hak ahli waris korban, yang dapat dimaafkan dengan menggantinya menjadi diyat.
Matan ini juga menyebutkan batas-batas hukuman (Hudud) untuk kejahatan serius seperti zina, pencurian, dan minum khamr, menekankan bahwa penetapan hukuman ini harus didasarkan pada pembuktian yang sangat ketat sesuai syariat.
Dampak Matan Abi Syuja' melampaui isinya; ia membentuk tradisi keilmuan. Karena sifatnya yang ringkas, Matan ini jarang diajarkan sendirian. Ia selalu menjadi subjek untuk dihafal, diikuti dengan kajian mendalam melalui karya-karya *syarh* (komentar) dan *hasyiyah* (catatan kaki).
Popularitas Matan Abi Syuja' menghasilkan ratusan komentar. Beberapa yang paling esensial yang menjadi rujukan utama Mazhab Syafi'i adalah:
Melalui proses syarah ini, Matan Abi Syuja' berfungsi sebagai kerangka baja, yang kemudian diisi dengan daging dan detail hukum yang lebih rumit, memungkinkan pelajar untuk maju dari tingkat dasar ke tingkat ahli fiqh (mutafaqqih) secara bertahap dan terstruktur.
Hingga saat ini, Matan Abi Syuja' tetap menjadi teks dasar yang diajarkan pertama kali dalam fiqh Syafi'i. Hal ini menunjukkan bahwa metode penyajian yang sederhana, yang diprioritaskan oleh Al-Qadhi Abu Syuja', masih relevan. Teks ini memberikan fondasi yang kokoh sebelum pelajar dikenalkan pada kitab-kitab yang lebih kompleks seperti Minhaj At-Thalibin karya Imam An-Nawawi, yang penuh dengan perdebatan dan dalil.
Kurikulum fiqh disusun secara piramida, dan Matan Abi Syuja' menempati dasar piramida tersebut. Tanpa menguasai Matan ini, mustahil bagi pelajar untuk memahami nuansa dan kedalaman hukum yang disajikan dalam kitab-kitab tingkat menengah dan tingkat lanjut.
Salah satu alasan mengapa Matan Abi Syuja' sangat dihormati adalah karena ia mewakili konsensus (atau setidaknya pendapat terkuat) dalam Mazhab Syafi'i. Dalam setiap mazhab, seringkali terdapat banyak pandangan (aqwal) dari Imam pendiri mazhab itu sendiri atau dari murid-muridnya.
Tugas para ulama *muhaqqiq* (peneliti) adalah memilah dan menentukan mana pandangan yang paling kuat (qaul asah), paling masyhur (qaul masyhur), atau yang paling kuat dipegang fatwanya (qaul mu'tamad).
Al-Qadhi Abu Syuja' melakukan pekerjaan penyaringan ini dengan baik, sehingga pelajar yang menghafal Matan tidak perlu khawatir mereka mempelajari pendapat yang lemah atau tidak terpakai dalam mazhab. Ini adalah jasa besar Matan Abi Syuja' bagi penyebaran fiqh yang terstandardisasi.
Meskipun Matan ini fokus pada *qaul mu'tamad*, ia terkadang hanya menyebutkan satu sisi hukum saja, yang harus dilengkapi melalui syarah. Contohnya, Matan ini sangat singkat dalam membahas rincian hukum Zakat hasil tambang (Ma'din) atau barang temuan (Rikaz), yang mana perinciannya baru muncul secara lengkap dalam kitab-kitab syarah yang lebih besar. Hal ini adalah disengaja, sesuai tujuan penulis untuk memberikan kerangka, bukan ensiklopedia fiqh.
Matan Abi Syuja' adalah bukti nyata dari efektivitas pedagogi Islam klasik. Dengan jumlah kalimat yang terbatas, penulisnya berhasil memuat spektrum luas hukum syariat, dari cara bersuci yang paling sederhana hingga ketentuan waris yang paling rumit. Ia adalah teks yang mengajarkan ketelitian, ketertiban, dan penghormatan terhadap detail hukum.
Matan ini bukan sekadar buku, melainkan sebuah tradisi yang terus hidup, dibaca, dihafalkan, dan dikaji di seluruh dunia. Keberlanjutan pembelajarannya menjamin bahwa prinsip-prinsip dasar Mazhab Syafi'i tetap utuh dan diakses oleh generasi Muslim di masa depan. Bagi setiap penuntut ilmu fiqh, menguasai Matan Abi Syuja' adalah langkah awal yang mutlak, sebuah batu penjuru yang menopang seluruh bangunan pengetahuan hukum Islam yang kompleks dan indah.
Teks ini berhasil memenuhi tujuannya, yakni menjadi 'Puncak' yang disederhanakan, menyediakan panduan yang terang benderang menuju pemahaman yang benar atas syariat Allah.