Kitab Amsal adalah gudang kebijaksanaan yang tak ternilai, memberikan panduan praktis untuk kehidupan sehari-hari. Salah satu ayat yang sering kali diabaikan namun memiliki implikasi mendalam adalah Amsal 17:5. Ayat ini, dengan ringkas namun tegas, menguraikan konsekuensi dari perilaku menghina orang lain.
Amsal 17:5 berbunyi, "Siapa meremehkan sesamanya adalah orang yang kurang akal, tetapi siapa yang bijak membiarkan hal itu saja." Ayat ini membedakan dua jenis sikap yang berlawanan terhadap sesama. Pertama, tindakan meremehkan atau menghina. Kedua, sikap bijak yang memilih untuk tidak terlibat dalam tindakan tersebut. Mari kita bedah lebih dalam makna dan implikasi dari ayat ini.
Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa tindakan meremehkan atau menghina sesama adalah bukti dari seseorang yang "kurang akal". Apa maksudnya "kurang akal" di sini? Ini bukan sekadar tentang kecerdasan intelektual semata, tetapi lebih kepada kearifan, pemahaman yang mendalam tentang nilai manusia, dan kesadaran akan konsekuensi jangka panjang dari tindakan kita.
Seseorang yang meremehkan sesamanya cenderung melihat dunia dari sudut pandang yang sempit dan egois. Mereka mungkin merasa superior, lebih baik, atau lebih berhak daripada orang lain. Perasaan ini sering kali timbul dari rasa tidak aman yang tersembunyi, atau dari kesalahpahaman tentang apa yang sebenarnya berharga dalam kehidupan. Alih-alih membangun, mereka cenderung merusak. Alih-alih memotivasi, mereka merendahkan.
Dalam konteks sosial, meremehkan sesama bisa bermanifestasi dalam berbagai bentuk: ejekan, gosip, perundungan, diskriminasi, atau sekadar sikap angkuh yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap perasaan orang lain. Tindakan-tindakan ini tidak hanya menyakiti individu yang menjadi sasaran, tetapi juga mencerminkan kekosongan dalam karakter pelaku. Kebejatan moral sering kali berakar pada pandangan yang salah tentang nilai diri dan orang lain.
Sebaliknya, bagian kedua dari ayat ini menawarkan kontras yang mencolok: "tetapi siapa yang bijak membiarkan hal itu saja." Ini bukanlah ajakan untuk apatis atau tidak peduli sama sekali. Sebaliknya, ini adalah seruan untuk menggunakan kebijaksanaan dalam merespons situasi yang melibatkan potensi konflik atau rasa sakit hati yang disebabkan oleh orang lain yang merendahkan.
Orang yang bijak memahami bahwa terlibat dalam pertengkaran atau upaya membalas penghinaan sering kali hanya akan memperburuk keadaan. Mereka mengenali bahwa energi mereka lebih baik dialokasikan untuk hal-hal yang lebih konstruktif, seperti pertumbuhan pribadi, pelayanan, atau membangun hubungan yang sehat. Membiarkan hal itu saja berarti memilih untuk tidak terpancing emosi negatif, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dan tidak membiarkan perkataan atau perbuatan orang lain merusak kedamaian batin mereka.
Kebijaksanaan dalam konteks ini juga berarti memiliki pandangan yang lebih luas. Orang bijak menyadari bahwa setiap orang memiliki perjuangan dan kelemahan masing-masing. Daripada menghakimi atau meremehkan, mereka memilih untuk menunjukkan belas kasih, bahkan jika respons awal dari orang lain tidaklah ideal. Mereka memahami bahwa martabat setiap individu tidak bergantung pada penilaian orang lain, tetapi pada nilai intrinsiknya.
Di era digital saat ini, media sosial dapat menjadi arena yang subur bagi tindakan meremehkan sesama. Komentar yang menghina, perundungan siber, dan penyebaran informasi palsu untuk menjatuhkan reputasi seseorang adalah fenomena yang semakin marak. Amsal 17:5 mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam interaksi daring. Sebelum mengunggah komentar atau membagikan sesuatu yang dapat menyakiti orang lain, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini bijak? Apakah ini membangun?
Lebih jauh lagi, ayat ini mengajarkan pentingnya mengelola emosi dan reaksi kita. Ketika seseorang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang menyakitkan, godaan untuk bereaksi keras sering kali besar. Namun, orang yang bijak akan menarik napas dalam-dalam, mengevaluasi situasi, dan memilih respons yang lebih tenang dan produktif. Ini mungkin berarti berbicara secara pribadi dengan orang tersebut, mengabaikan perkataan negatif mereka, atau mencari nasihat dari orang yang dipercaya.
Memahami Amsal 17:5 juga berarti menghargai setiap individu. Tidak peduli latar belakang, status, atau kelebihan mereka, setiap orang berhak mendapatkan rasa hormat. Meremehkan mereka adalah tindakan yang menunjukkan kelemahan karakter, bukan kekuatan. Sebaliknya, sikap yang bijak adalah merangkul perbedaan, menunjukkan empati, dan memilih untuk tidak ikut serta dalam budaya kritik dan penghinaan yang merusak.
Pada akhirnya, Amsal 17:5 adalah pengingat yang kuat untuk hidup dengan integritas dan kebijaksanaan. Ia mengajak kita untuk meninjau cara kita berinteraksi dengan orang lain, baik secara langsung maupun daring. Dengan menolak godaan untuk meremehkan dan memilih jalan kebijaksanaan, kita tidak hanya melindungi diri dari konflik yang tidak perlu, tetapi juga berkontribusi pada lingkungan yang lebih positif dan penuh hormat. Mari kita berupaya menjadi orang yang bijak, yang membiarkan hal-hal negatif berlalu, dan fokus pada membangun kebaikan di dunia.