Kitab Amsal dalam Alkitab merupakan harta karun kebijaksanaan praktis yang dirancang untuk membimbing individu menuju kehidupan yang saleh dan berhasil. Di antara banyak mutiara hikmat yang ditawarkannya, Amsal 1 ayat 5 hingga 7 menonjol sebagai ayat-ayat kunci yang meletakkan dasar bagi pemahaman tentang apa arti sebenarnya memiliki hikmat dan bagaimana cara memperolehnya. Ayat-ayat ini bukan sekadar kumpulan kata, melainkan merupakan instruksi fundamental yang, jika dipahami dan diterapkan, dapat mengubah cara kita memandang dunia dan mengambil keputusan.
Mari kita perhatikan secara seksama kutipan dari Amsal 1:5-7:
Biarlah orang bijak mendengar dan ia akan bertambah-tambah pengetahuannya, dan orang yang berpengertian akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam.
Untuk memahami amsal dan peribahasa, kata-kata orang berhikmat dan teka-teki mereka.
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bebal mencemooh hikmat dan didikan.
Ayat kelima berbicara tentang pentingnya sikap terbuka terhadap pelajaran. Kata "bijak" di sini mengacu pada mereka yang sudah memiliki dasar pengetahuan, namun ayat ini menekankan bahwa hikmat sejati bukanlah titik akhir, melainkan sebuah perjalanan berkelanjutan. Mendengarkan adalah kunci. Seseorang yang memiliki hati yang mau belajar akan terus bertambah pengetahuannya, tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah diketahui. Konsep ini mirip dengan prinsip pembelajaran seumur hidup yang sangat relevan di era modern.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga menyebutkan "orang yang berpengertian". Ini menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi, di mana pengetahuan yang diperoleh tidak hanya tersimpan, tetapi juga diolah dan dipahami secara mendalam. Pemahaman yang lebih dalam berarti mampu menghubungkan berbagai informasi, melihat pola, dan menerapkan pengetahuan tersebut dalam konteks yang berbeda. Ini adalah kebalikan dari sekadar menghafal fakta tanpa mengerti maknanya.
Ayat keenam menggarisbawahi tujuan dari hikmat ini. Tujuannya adalah untuk memahami "amsal dan peribahasa", serta "kata-kata orang berhikmat dan teka-teki mereka". Dalam konteks kuno, amsal dan peribahasa sering kali mengandung kebenaran yang mendalam yang disampaikan secara ringkas dan kadang-kadang tersirat. Memahami ini membutuhkan pendengaran yang tajam dan pikiran yang terbuka. Ini bukan tentang memecahkan teka-teki demi teka-teki, melainkan tentang menangkap esensi kebenaran yang terkandung di dalamnya. Kebenaran-kebenaran ini adalah panduan praktis untuk menjalani kehidupan sehari-hari, menghadapi tantangan, dan membuat pilihan yang bijak.
Namun, inti dari ajaran ini terletak pada ayat ketujuh: "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan". Ini adalah pernyataan yang paling fundamental dalam seluruh kitab Amsal. Apa artinya "takut akan TUHAN"? Ini bukanlah rasa takut seperti ketakutan terhadap ancaman fisik atau hukuman yang mengerikan. Sebaliknya, "takut akan TUHAN" lebih merupakan sikap penghormatan yang mendalam, pengakuan akan kekuasaan dan kebesaran-Nya, serta kesadaran akan kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Ini adalah kesadaran bahwa TUHAN itu kudus dan kita, sebagai manusia, adalah ciptaan-Nya yang bergantung pada-Nya.
Rasa hormat ini mendorong seseorang untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ini berarti menjauhi kejahatan, mengasihi yang baik, dan mencari keadilan. Takut akan TUHAN adalah fondasi dari mana semua pengetahuan yang benar dan berguna berasal. Tanpa dasar ini, apa pun yang kita anggap sebagai "pengetahuan" atau "hikmat" mungkin dangkal, menyesatkan, atau bahkan berbahaya. Ini adalah premis yang sangat berbeda dari cara dunia sering kali mendefinisikan pengetahuan, yang sering kali menekankan kecerdasan intelektual semata atau penguasaan atas materi.
Sebaliknya, ayat ini juga menyoroti konsekuensi dari menolak dasar ini: "tetapi orang bebal mencemooh hikmat dan didikan." Orang bebal, dalam konteks kitab Amsal, adalah mereka yang keras kepala, bodoh, dan tidak mau belajar atau menerima bimbingan. Mereka menganggap remeh nasihat bijak dan pelajaran yang berharga. Mereka mungkin merasa diri mereka cukup pintar, tetapi ketidakmampuan mereka untuk menghormati TUHAN membuat mereka cacat secara fundamental dalam pemahaman mereka tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya. Mereka akan terus tersandung dan membuat kesalahan karena mereka menolak sumber kebenaran yang paling utama.
Relevansi Amsal 1:5-7 di zaman modern sangatlah besar. Di tengah banjir informasi dan berbagai pandangan dunia yang sering kali bertentangan, kita membutuhkan kompas moral dan intelektual yang kokoh. Hikmat yang diajarkan di sini bukanlah sekadar informasi, melainkan pemahaman yang berakar pada kesadaran akan Pencipta kita. Belajar dari ayat-ayat ini berarti:
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita tidak hanya akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam dan makna hidup yang sejati. Amsal 1:5-7 mengingatkan kita bahwa hikmat bukanlah sesuatu yang bisa diciptakan sendiri, melainkan sebuah anugerah yang datang dari sumber ilahi, dan penerimaannya dimulai dengan hati yang mau tunduk dan menghormati TUHAN.