Ilustrasi: Panggilan Kebijaksanaan di Tengah Keramaian
Kitab Amsal dalam Alkitab menawarkan panduan yang kaya akan hikmat praktis untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan benar. Salah satu bagian yang paling kuat dan provokatif adalah perikop Amsal 1:20-33. Bagian ini bukan sekadar serangkaian nasihat, melainkan sebuah gambaran dramatis tentang panggilan Kebijaksanaan yang berseru di tempat-tempat umum, dan konsekuensi yang mengikuti bagi mereka yang memilih untuk mendengarkan atau mengabaikannya.
Amsal 1:20 memulai dengan gambaran Kebijaksanaan yang tidak bersembunyi di tempat terpencil atau hanya berbicara kepada segelintir orang terpilih. Sebaliknya, Ia berseru di jalan-jalan, di tempat-tempat yang ramai, di pintu gerbang kota, dan di tengah keramaian. Ini menunjukkan bahwa Kebijaksanaan ilahi itu tersedia bagi siapa saja yang mau mencari dan mendengarkannya. Ia tidak eksklusif; Ia menjangkau semua orang.
Perikop ini menggambarkan suasana yang kontras. Di satu sisi, ada seruan Kebijaksanaan yang terus-menerus, menawarkan jalan yang benar dan bermanfaat. Di sisi lain, ada suara kebodohan dan kesesatan yang juga menggoda banyak orang. Penulis Amsal menggunakan bahasa yang kuat untuk menggambarkan betapa mudahnya tersesat dan terjerumus ke dalam jalan yang salah jika tidak waspada.
Kebijaksanaan memanggil orang-orang bodoh untuk berhenti dari jalan mereka yang keliru. Ia mengundang orang yang tidak berpengalaman untuk membuka telinga dan hati mereka. Frasa "Dengarlah, hai anakku, terimalah perkataanku" berulang kali ditekankan, menunjukkan pentingnya sikap pasif yang aktif—yaitu, mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan kemudian menerima serta mempraktikkan apa yang didengar.
Bagian Amsal 1:20-33 tidak hanya berhenti pada seruan, tetapi juga menjelaskan dua jalur yang berbeda dengan konsekuensi yang sangat berlawanan. Bagi mereka yang memilih untuk mendengarkan suara Kebijaksanaan, janji-janji yang diberikan sangat menggiurkan.
Ayat 33 secara eksplisit menyatakan, "Tetapi siapa yang mendengarkan Aku, akan diam dengan tenteram, dan merasa aman, tanpa ditakuti oleh malapetaka." Ini adalah janji kedamaian, ketenteraman, dan keamanan. Kebijaksanaan membawa stabilitas dan perlindungan dari ancaman keburukan yang seringkali datang sebagai akibat dari kebodohan atau pilihan yang salah. Hidup yang dijalani sesuai dengan prinsip-prinsip Kebijaksanaan akan menghasilkan buah-buah yang baik, bukan kehancuran.
Sebaliknya, bagi mereka yang terus-menerus menolak dan mengabaikan teguran Kebijaksanaan, konsekuensinya adalah kehancuran. Ayat 31 berbicara tentang "mereka akan memakan buah perbuatan mereka sendiri, dan menjadi kenyang karena rancangan-rancangan mereka sendiri." Ini adalah hukum sebab-akibat; tindakan kebodohan akan berujung pada hasil yang buruk. Mereka akan terjerat dalam perangkap yang mereka ciptakan sendiri, dan hidup mereka akan penuh dengan penyesalan dan penderitaan. Kata-kata seperti "malapetaka," "terjerat," dan "binasa" digunakan untuk menggambarkan nasib orang yang menolak Kebijaksanaan.
Pesan dalam Amsal 1:20-33 tetap sangat relevan di zaman kita. Kita hidup di era di mana informasi membanjiri kita dari berbagai arah. Suara-suara yang menawarkan jalan pintas, kesenangan sesaat, atau solusi yang tampak mudah bersaing untuk mendapatkan perhatian kita. Seringkali, suara-suara ini justru menjauhkan kita dari kebenaran yang mendalam dan abadi.
Seruan Kebijaksanaan di tempat umum mengingatkan kita bahwa prinsip-prinsip kebaikan, kejujuran, integritas, dan keadilan tersedia bagi semua orang. Ini bukan ajaran rahasia, melainkan kebenaran fundamental yang dapat ditemukan dan diterapkan oleh siapa saja yang memiliki kerendahan hati untuk mencari dan keberanian untuk berubah.
Penting untuk membedakan antara Kebijaksanaan sejati yang datang dari sumber ilahi dan "kebijaksanaan" duniawi yang seringkali dangkal dan merusak. Kebijaksanaan sejati membawa kedamaian jangka panjang dan fondasi yang kokoh, sementara kemuapan yang tampak menarik biasanya berujung pada kehampaan dan penyesalan.
Oleh karena itu, marilah kita menjadikan ayat-ayat ini sebagai panggilan pribadi untuk mendengarkan. Mari kita berdiam diri, membuka hati, dan menerima perkataan Kebijaksanaan. Dengan melakukannya, kita tidak hanya akan menghindari malapetaka, tetapi juga menemukan kedamaian sejati dan menjalani hidup yang penuh makna, seperti yang dijanjikan oleh Kebijaksanaan itu sendiri.