Barakallah Fii Umrik untuk Laki-Laki: Mengurai Makna Keberkahan dalam Tanggung Jawab dan Kepemimpinan
Ucapan "Barakallah Fii Umrik" (Semoga Allah memberkahi usiamu) adalah salah satu doa terindah yang diucapkan dalam Islam ketika seseorang memasuki babak baru kehidupannya. Namun, bagi seorang laki-laki, makna berkah usia ini jauh melampaui sekadar pertambahan angka. Ini adalah momen krusial untuk muhasabah (introspeksi) dan penguatan komitmen terhadap peran suci yang telah Allah tetapkan.
I. Menggali Kedalaman Makna "Barakallah Fii Umrik"
Ketika doa keberkahan ini disampaikan kepada seorang pria Muslim, ia harus menangkap pesan mendalam bahwa usia yang bertambah bukanlah semata-mata perayaan, melainkan alarm spiritual. Setiap detik yang Allah tambahkan adalah peluang investasi amal saleh, sebuah modal yang tidak akan pernah kembali jika terlewatkan. Keberkahan usia, atau *Barakah Fii Umrik*, menuntut kualitas di atas kuantitas.
1. Definisi Barakah dalam Perspektif Kehidupan Pria
Secara bahasa, *Barakah* berarti pertambahan, pertumbuhan, atau kebaikan yang melimpah. Namun, dalam konteks agama, keberkahan adalah ketetapan kebaikan Ilahi pada sesuatu, yang menyebabkan hasil yang sedikit terasa mencukupi, dan waktu yang terbatas terasa produktif. Bagi laki-laki, keberkahan harus terwujud dalam empat aspek utama:
- Barakah Waktu (Kehidupan Produktif): Pria yang diberkahi usianya adalah pria yang mampu menggunakan waktunya untuk hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah, baik melalui ibadah vertikal maupun tanggung jawab horizontal (menafkahi, mendidik).
- Barakah Ilmu (Kebijaksanaan): Bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi mampu menerapkan ilmunya untuk membuat keputusan yang adil dan bijaksana, serta menjadi sumber solusi bagi keluarganya dan masyarakatnya.
- Barakah Harta (Kecukupan dan Kedermawanan): Harta yang diberkahi adalah harta yang didapatkan dari jalan yang halal dan digunakan sebagian besarnya untuk kemaslahatan umat, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.
- Barakah Kesehatan (Kekuatan untuk Beribadah): Kesehatan yang Allah berikan harus digunakan sebagai modal untuk menegakkan kewajiban, bukan sekadar untuk menikmati kesenangan duniawi yang melalaikan.
Seorang pria harus memahami bahwa berkah adalah anugerah aktif, bukan pasif. Ia tidak datang tanpa usaha, melainkan merupakan buah dari ketaatan yang tulus dan ikhtiar yang gigih. Usia yang diberkahi adalah usia yang dihabiskan dalam ketaatan, menjauhi maksiat, dan dihiasi dengan amal jariyah.
2. Usia Sebagai Hujjah (Bukti)
Islam memandang usia bukan sebagai alasan untuk berleha-leha, melainkan sebagai saksi yang akan bersaksi di hadapan Allah. Semakin bertambah usia, semakin banyak pula catatan amal yang terkumpul. Rasulullah ﷺ bersabda, sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya. Sebaliknya, seburuk-buruknya manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk amal perbuatannya.
Oleh karena itu, ketika seorang pria menerima ucapan "Barakallah Fii Umrik", ia seharusnya segera meresponsnya dengan introspeksi yang mendalam: Apakah pertambahan usia ini menjadikan saya semakin dekat atau semakin jauh dari tujuan penciptaan saya? Apakah saya telah memenuhi peran saya sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi?
II. Pilar Kepemimpinan: Tanggung Jawab Laki-Laki (Qawwam)
Aspek paling signifikan dari keberkahan usia bagi seorang laki-laki adalah kemampuannya untuk menjalankan peran kepemimpinan yang telah Allah bebankan kepadanya. Al-Qur'an secara tegas menyebutkan peran ini dalam Surat An-Nisa ayat 34, di mana laki-laki disebut sebagai *Qawwam* (pemimpin dan pelindung) atas wanita.
1. Qawwam Sebagai Kepemimpinan Spiritual
Kepemimpinan seorang pria tidak diukur dari jabatan duniawinya, melainkan dari kedalaman spiritualnya. Tugas utama seorang *Qawwam* adalah menjaga api keimanan tetap menyala di dalam rumah tangganya. Keberkahan usia harus membuat komitmen ini semakin kokoh.
- Menegakkan Shalat: Ia harus menjadi imam yang tidak hanya memimpin shalat berjamaah, tetapi juga memastikan keluarganya disiplin dalam menegakkan rukun Islam ini. Shalat adalah fondasi yang menjaga keberkahan rumah.
- Pendidikan Akhirat: Seorang pemimpin sejati adalah yang memikirkan nasib akhirat orang-orang yang dipimpinnya. Ia bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan agama, menanamkan tauhid yang murni, dan mengajarkan akhlak mulia kepada istri dan anak-anaknya.
- Keteladanan (Uswah Hasanah): Keberkahan tidak akan hadir jika pemimpinnya bertolak belakang dengan apa yang ia perintahkan. Pria yang diberkahi adalah yang tindakannya konsisten dengan ucapannya.
Pertambahan usia harus dimaknai sebagai kesempatan untuk memperbaiki kualitas kepemimpinan ini. Jika di tahun-tahun sebelumnya ia lalai dalam mendidik, maka di usia yang baru ia harus bertekad menjadi guru dan pembimbing spiritual yang lebih baik bagi keluarganya.
2. Qawwam Sebagai Pemberi Nafkah dan Perlindungan
Dimensi material dari *Qawwam* adalah penyediaan nafkah. Namun, berkah nafkah tidak terletak pada besarnya, melainkan pada kehalalannya. Pria yang usianya diberkahi sangat berhati-hati dalam mencari rezeki, memastikan bahwa setiap suapan yang masuk ke mulut keluarganya adalah suapan yang bersih dari syubhat (keraguan) dan haram.
Tanggung jawab perlindungan juga mencakup perlindungan dari bahaya fisik dan spiritual. Ia melindungi keluarganya dari pengaruh buruk lingkungan, menjaga kehormatan mereka, dan memastikan mereka hidup dalam lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan iman.
Pria yang usianya bertambah seharusnya bertanya pada dirinya: Apakah sumber rezekiku hari ini adalah sumber yang kelak akan meringankan hisabku, atau justru memberatkannya? Kehati-hatian dalam mencari rezeki adalah indikator utama keberkahan dalam hidup.
III. Muhasabah (Introspeksi) di Setiap Pertambahan Usia
Konsep *Barakallah Fii Umrik* sangat erat kaitannya dengan *Muhasabah*, praktik spiritual menimbang diri sendiri sebelum ditimbang oleh Allah. Bertambahnya usia bagi seorang laki-laki adalah undangan keras untuk duduk sejenak dan menilai performa kehidupannya.
1. Menghitung Modal Amal
Muhasabah harus bersifat terperinci dan jujur. Pria tersebut harus menilai bagaimana ia menghabiskan modal hidupnya. Ulama terdahulu sering membagi muhasabah menjadi dua bagian:
- Muhasabah Kewajiban (Fardhu): Menilai kualitas ibadah wajibnya. Apakah shalatnya khusyuk? Apakah zakatnya sudah dikeluarkan dengan benar? Apakah ia telah menunaikan hak orang tua dan istrinya?
- Muhasabah Kemaksiatan (Masiyah): Menilai dosa-dosa yang telah dilakukan. Dosa lisan (ghibah, dusta), dosa mata (memandang yang haram), dosa hati (dengki, sombong). Setiap dosa adalah pengikis keberkahan usia.
Fokus utama seorang pria dalam muhasabah adalah dosa-dosa yang berkaitan dengan tanggung jawab dan keadilan. Apakah ia telah berlaku adil kepada istrinya? Apakah ia telah menunaikan hak pegawainya? Apakah ia telah menggunakan wewenangnya dengan jujur? Kezaliman adalah salah satu penghalang terbesar datangnya berkah dalam hidup.
2. Menguatkan Tekad Hijrah Diri (Istiqomah)
Hasil dari muhasabah harus berupa tekad untuk *hijrah* (perubahan) yang lebih baik, dan tekad ini harus diikuti dengan *Istiqomah* (konsistensi). Ucapan Barakallah Fii Umrik adalah doa agar ia dikaruniai konsistensi dalam kebaikan.
Bagi pria, Istiqomah seringkali diuji dalam lingkungan kerja dan sosial. Mampukah ia tetap jujur saat semua orang curang? Mampukah ia menjaga pandangan saat godaan ada di mana-mana? Keberkahan datang kepada mereka yang kokoh seperti batu karang di tengah gelombang fitnah dunia.
IV. Investasi Akhirat: Membangun Legacy yang Diberkahi
Seiring bertambahnya usia, fokus seorang pria seharusnya beralih dari membangun kekayaan duniawi menjadi membangun warisan abadi, atau *Legacy Akhirat*. Keberkahan usia berarti waktu yang tersisa digunakan untuk menanam pohon-pohon amal jariyah.
1. Tiga Pilar Amal Jariyah Pria
Rasulullah ﷺ menyebutkan tiga amal yang tidak akan terputus pahalanya setelah kematian, dan ketiganya sangat relevan dengan peran kepemimpinan pria:
a. Sedekah Jariyah (Infrastruktur Kebaikan)
Sedekah jariyah adalah investasi yang terus mengalirkan pahala, bahkan saat ia telah tiada. Pria yang usianya diberkahi akan mencari peluang untuk membangun infrastruktur kebaikan: menyumbang pembangunan masjid, sumur wakaf, atau fasilitas pendidikan Islam. Ini mencerminkan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi yang seharusnya meninggalkan jejak kemaslahatan.
Ketika seorang laki-laki mencapai usia di mana ia merasa mapan secara finansial, pergeseran fokus harus terjadi. Uang yang dimiliki harus dilihat sebagai alat untuk mencapai surga, bukan tujuan akhir. Ini adalah ujian terbesar bagi para pemimpin dan pencari nafkah.
b. Ilmu yang Bermanfaat (Mentransfer Kebijaksanaan)
Seorang pria yang diberkahi adalah guru sejati, yang mewariskan ilmu kepada generasi berikutnya, terutama kepada anak-anaknya. Ini bukan hanya tentang ilmu agama formal, tetapi juga tentang etos kerja Islami, integritas, dan cara menjalani hidup dengan *murua'h* (kehormatan diri).
Membentuk karakter anak-anak menjadi shaleh dan shalehah adalah amal jariyah tertinggi. Jika anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang bertakwa, maka setiap shalat, sedekah, dan kebaikan yang mereka lakukan akan menjadi pahala yang terus menerangi kuburnya.
c. Anak Saleh yang Mendoakan
Ini adalah hasil dari investasi spiritual dan pendidikan yang dilakukan. Anak laki-laki yang dididik dengan baik akan menjadi pelanjut risalah kepemimpinan keluarga dan umat. Anak yang saleh adalah aset akhirat yang tak ternilai harganya. Setiap doa yang dipanjatkan oleh anak untuk orang tuanya adalah wujud nyata dari keberkahan usia sang ayah.
2. Konsep Husnul Khatimah (Akhir yang Baik)
Puncak dari keberkahan usia adalah dikaruniai *Husnul Khatimah*. Doa "Barakallah Fii Umrik" sesungguhnya adalah permintaan agar akhir hidupnya dihiasi dengan ketaatan. Tidak ada yang lebih menakutkan bagi seorang Muslim daripada mati dalam keadaan suul khatimah (akhir yang buruk).
Seorang pria yang bijaksana menggunakan sisa usianya untuk menghindari segala bentuk penyesalan di detik-detik terakhir. Ia berjuang untuk menutup lembaran hidupnya dengan amal terbaik, mungkin dengan taubat yang tulus, atau dengan ucapan syahadat yang teguh. Ini memerlukan persiapan jangka panjang, bukan hanya saat mendekati ajal.
V. Mengelola Ujian Kehidupan dengan Berkah Usia
Seiring bertambahnya usia, ujian yang dihadapi seorang pria Muslim semakin kompleks. Ujian tidak hanya datang dalam bentuk kekurangan, tetapi juga dalam bentuk kelimpahan. Keberkahan usia adalah kekuatan untuk menghadapi segala ujian dengan keteguhan iman.
1. Ujian Kekayaan dan Kekuasaan
Seringkali, di usia matang, seorang pria mencapai puncak karirnya, memiliki kekayaan, dan mungkin kekuasaan. Ini adalah ujian yang jauh lebih berat daripada ujian kemiskinan. Harta dan jabatan bisa menjadi hijab tebal yang menghalangi pandangan menuju akhirat.
Pria yang diberkahi mampu menjaga hatinya agar tidak terikat pada gemerlap dunia. Ia menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan keadilan, dan hartanya untuk menolong kaum lemah. Ia menyadari bahwa segala yang ia miliki hanyalah titipan sementara. Keberkahan dalam hal ini berarti mampu menafkahkan harta tanpa merasa berkurang, dan mampu berkuasa tanpa menjadi sombong.
2. Ujian Keluarga dan Kesabaran
Tanggung jawab sebagai suami dan ayah adalah ujian kesabaran yang tak berkesudahan. Mengelola perbedaan karakter, menghadapi kenakalan anak, atau menangani masalah rumah tangga memerlukan kebijaksanaan yang datang dari iman, bukan hanya emosi. Pria yang usianya diberkahi mampu memimpin dengan kasih sayang dan ketegasan yang seimbang.
Ia menjauhkan diri dari kekerasan lisan maupun fisik, menyadari bahwa perannya adalah mendidik dan membimbing, bukan mendominasi. Rumah tangga yang diberkahi adalah cerminan dari kesabaran dan kelembutan pemimpinnya.
3. Ujian Kesehatan dan Rasa Syukur
Ketika usia semakin senja, kesehatan mungkin mulai menurun. Keberkahan usia di masa ini adalah kemampuan untuk tetap bersyukur atas nikmat kesehatan yang tersisa, dan tetap konsisten dalam ibadah meskipun ada keterbatasan fisik. Ia tidak menjadikan sakit sebagai alasan untuk meninggalkan shalat, melainkan sebagai momen untuk mendekatkan diri melalui doa dan munajat.
VI. Prinsip-Prinsip Keberkahan dalam Tindakan Harian
Bagaimana seorang pria Muslim menerjemahkan doa "Barakallah Fii Umrik" menjadi tindakan nyata sehari-hari? Ada beberapa prinsip yang harus dipegang teguh untuk memastikan setiap hari yang ia lalui dihiasi dengan berkah:
1. Menghidupkan Sunnah Nabi
Barakah seringkali tersembunyi dalam praktik Sunnah yang kecil namun konsisten. Seorang pria harus berusaha menghidupkan Sunnah dalam aspek kehidupannya, mulai dari cara berpakaian yang menutup aurat dengan sempurna (seperti dianjurkan para ulama), cara makan dan minum, hingga interaksi dengan istri dan anak-anak.
Sunnah adalah peta jalan menuju kebaikan yang paling utama. Ketika ia mulai dan mengakhiri harinya dengan doa-doa Sunnah, keberkahan akan menyelimuti setiap aktivitasnya, mengubah pekerjaan duniawi menjadi ibadah.
2. Memelihara Hubungan Baik (Silaturahmi)
Silaturahmi adalah kunci utama untuk melapangkan rezeki dan memanjangkan usia (dalam arti keberkahan). Bagi seorang pria, ini berarti memastikan ia menjalankan hak-hak orang tuanya, mengunjungi kerabat, dan menjaga hubungan baik dengan teman dan tetangga.
Pria yang diberkahi usia dan rezekinya tidak akan pernah memutuskan hubungan dengan mereka yang seharusnya ia sambung. Ia adalah jembatan penghubung dalam keluarga besar, bukan pemutus. Keberkahan rumah tangga seringkali berkaitan erat dengan seberapa baik ia memperlakukan orang tuanya.
3. Menjaga Kejujuran dan Amanah
Dalam setiap transaksi bisnis, interaksi kerja, dan janji yang dibuat, kejujuran adalah mata uang yang paling berharga. Laki-laki yang diberkahi tidak akan pernah mengorbankan integritasnya demi keuntungan sesaat. Kejujuran adalah magnet yang menarik keberkahan, sementara penipuan dan khianat adalah racun yang menghancurkan semua berkah.
Seorang pemimpin yang jujur dalam timbangan, perkataan, dan keputusannya akan mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah. Ucapan "Barakallah Fii Umrik" adalah harapan agar ia terus menjadi pribadi yang amanah hingga akhir hayatnya.
VII. Penutup: Doa dan Harapan untuk Keberkahan yang Abadi
Bagi setiap pria Muslim yang usianya bertambah, semoga ucapan "Barakallah Fii Umrik" ini tidak hanya menjadi sekadar formalitas lisan, tetapi menjadi pengingat harian akan janji-janji Allah dan tanggung jawab yang diemban. Usia adalah amanah, waktu adalah pedang, dan kepemimpinan adalah jembatan menuju Surga atau Neraka.
Semoga Allah SWT memberkahi sisa usiamu, melimpahkan kebijaksanaan dalam setiap keputusanmu, menguatkan langkahmu dalam ketaatan, dan menjadikanmu pemimpin yang adil, penyayang, dan bertakwa bagi dirimu, keluargamu, dan umat. Semoga setiap nafas yang dihela menjadi saksi keimanan yang kokoh dan setiap amal yang diperbuat menjadi investasi abadi di sisi-Nya.
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
(Semoga Allah memberkahi engkau, semoga Allah melimpahkan berkah atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan - termasuk kebaikan usia dan amal).
Teruslah berjuang dalam jalur kebenaran, karena masa depan yang hakiki adalah di hadapan Allah. Barakallah Fii Umrik.
VIII. Memperdalam Konsep Taqwa dan Murua'h: Modal Pria Sejati
Dua sifat yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pria yang mengharapkan keberkahan usia adalah Taqwa (ketakutan kepada Allah yang menghasilkan ketaatan) dan *Murua'h* (kehormatan diri atau adab yang tinggi). Pria yang diberkahi menggabungkan kedua hal ini dalam setiap aspek kehidupannya.
1. Mengimplementasikan Taqwa dalam Pekerjaan
Taqwa bagi seorang laki-laki tidak hanya diwujudkan di masjid, tetapi di pasar, di kantor, dan di depan layar komputer. Taqwa berarti takut kepada Allah dalam mencari rezeki, sehingga ia tidak mengambil hak orang lain, tidak berbuat curang, dan tidak menipu. Inilah yang menjadi kunci utama bagi keberkahan rezeki.
Ketika seorang pria menghadapi dilema antara keuntungan besar melalui jalan haram dan rezeki sedikit melalui jalan halal, Taqwa-lah yang menjadi penentu. Usia yang diberkahi adalah usia yang dihabiskan untuk memilih yang halal, bahkan jika itu terasa lebih sulit dan lambat. Allah berjanji, bagi yang bertakwa, Dia akan memberikan jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
2. Murua'h: Menjaga Harga Diri dan Kehormatan
*Murua'h* adalah kualitas kehormatan, integritas, dan martabat. Seorang pria yang menjaga murua'h tidak melakukan tindakan tercela di depan umum maupun secara tersembunyi. Ia menjaga lisannya dari perkataan kotor, menghindari tempat-tempat maksiat, dan bersikap sopan santun kepada semua orang, terutama kepada keluarganya.
Keberkahan usia tercermin dari tingginya murua'h seorang pria. Ia tidak mencari popularitas murahan, tetapi mencari kemuliaan sejati yang datang dari ketaatan. Ia menjaga kehormatan keluarganya dengan tidak memamerkan aib atau kekurangan mereka di hadapan orang lain.
Menjaga murua'h juga berarti menjaga penampilan yang rapi, bersih, dan pantas, karena Allah menyukai keindahan. Seorang pemimpin yang tampil dengan martabat akan lebih mudah dihormati dan diikuti, dan keberkahan akan lebih mudah menyertai langkahnya.
IX. Manajemen Emosi dan Kesabaran Pemimpin
Salah satu tanda kematangan dan keberkahan usia seorang laki-laki adalah kemampuannya mengelola emosi. Amarah dan ego adalah dua penghalang besar bagi datangnya berkah dan seringkali menjadi sumber kehancuran rumah tangga dan karir.
1. Kekuatan dalam Kelembutan
Banyak pria salah mengartikan kekuatan dengan kekasaran. Padahal, kekuatan sejati dalam Islam terletak pada kemampuan menahan amarah. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa orang kuat bukanlah yang menang dalam perkelahian, melainkan orang yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.
Pria yang usianya diberkahi menyadari bahwa amarahnya adalah pintu masuk setan. Ia belajar menerapkan prinsip *hilm* (santun) dan *rafq* (kelembutan), terutama saat berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya yang dipimpinnya. Keberkahan dalam rumah tangga seringkali padam karena lidah yang tajam dari pemimpinnya.
2. Kesabaran dalam Meraih Visi Jangka Panjang
Kepemimpinan (Qawwam) membutuhkan visi yang jauh ke depan, yang tidak hanya terbatas pada tahun ini atau lima tahun ke depan, tetapi hingga akhirat. Proses membangun visi ini membutuhkan kesabaran luar biasa.
- Kesabaran dalam Tarbiyah (Mendidik): Anak-anak tidak langsung menjadi baik. Membutuhkan tahunan bimbingan dan kesabaran, tanpa putus asa.
- Kesabaran dalam Mencari Rezeki Halal: Rezeki halal mungkin datang perlahan, membutuhkan kesabaran untuk tidak mengambil jalan pintas haram.
- Kesabaran atas Takdir Allah: Pria yang diberkahi menerima takdir baik dan buruk dengan lapang dada, menyadari bahwa semua adalah ketetapan terbaik dari Allah.
Usia yang bertambah harus meningkatkan kapasitas sabar ini. Keberkahan adalah hasil dari konsistensi sabar dan shalat, dua pilar utama yang diperintahkan Allah untuk menjadi penolong bagi setiap hamba-Nya.
X. Menjaga Hubungan Vertikal: Kualitas Ibadah
Tanpa kualitas ibadah yang mumpuni, semua upaya kepemimpinan dan pencarian nafkah akan kehilangan ruhnya. Keberkahan usia harus membuat seorang pria menjadi lebih dekat dengan Rabb-nya.
1. Keutamaan Shalat Dhuha dan Qiyamul Lail
Ibadah sunnah adalah benteng yang menjaga keberkahan ibadah wajib. Bagi seorang laki-laki yang sibuk, ia harus berusaha keras untuk menyempatkan shalat Dhuha, yang merupakan shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah, dan shalat Qiyamul Lail (Tahajjud), yang menjadi sumber kekuatan spiritual para pemimpin.
Pria yang bangun di tengah malam untuk bermunajat mendapatkan kekuatan yang tak tertandingi untuk menghadapi tantangan siang hari. Keberkahan hari dimulai dari kualitas hubungan vertikal di waktu-waktu hening sebelum fajar.
2. Konsistensi Tilawah Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah sumber utama keberkahan. Pria yang diberkahi menyempatkan diri untuk membaca, memahami, dan merenungkan maknanya setiap hari. Rumah yang dibacakan Al-Qur'an akan bercahaya dan berkah akan turun padanya.
Sebagai pemimpin keluarga, ia bertanggung jawab untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman utama di rumahnya. Bukan hanya membacanya sendiri, tetapi mengajarkan dan mendorong keluarganya untuk mencintai Kalamullah.
XI. Memerangi Sifat Tercela Penghalang Berkah
Keberkahan tidak akan masuk ke dalam hati yang dipenuhi dengan penyakit spiritual. Seorang pria yang ingin usianya diberkahi harus secara aktif memerangi sifat-sifat buruk yang paling sering menjangkiti kaum pria, terutama di usia kematangan.
1. Sombong dan Ujub (Kagum pada Diri Sendiri)
Setelah mencapai kesuksesan, baik materi maupun sosial, godaan terbesar adalah merasa diri hebat (*ujub*) atau memandang remeh orang lain (*sombong*). Kesombongan adalah sifat Iblis dan penghapus keberkahan total. Seorang pria yang diberkahi selalu rendah hati, menyadari bahwa semua capaiannya adalah murni karunia dari Allah SWT.
Untuk melawannya, ia harus rutin melakukan *tazkiyatun nafs* (pembersihan jiwa) dan selalu menyandarkan semua keberhasilan pada kehendak Ilahi (*Laa Hawla Wa Laa Quwwata Illa Billah*).
2. Bakhil (Kikir)
Kikir adalah sifat yang sangat jauh dari keberkahan. Seorang pria yang menimbun harta dan enggan berbagi, baik itu zakat, infak, maupun sedekah, sedang memadamkan sumber keberkahan rezekinya sendiri. Usia yang diberkahi adalah usia yang dilalui dengan tangan di atas, bukan tangan di bawah.
Sedekah adalah pembersih harta dan pemicu datangnya rezeki yang lebih besar. Bagi seorang pemimpin, kedermawanan adalah bagian dari keadilan sosialnya, memastikan hak-hak orang miskin dan membutuhkan terpenuhi.
3. Ghibah dan Fitnah (Dosa Lisan)
Dosa lisan, terutama ghibah (menggunjing) dan fitnah, adalah lubang besar yang menguras pahala dan menghilangkan ketenangan hati. Seorang pria yang berhati-hati dengan lisannya adalah pria yang menjaga kehormatan dirinya dan kehormatan orang lain. Lisan yang dijaga adalah tanda dari iman yang sempurna.
XII. Peran Seorang Pria dalam Membangun Masyarakat Madani
Keberkahan usia seorang laki-laki tidak boleh berhenti di ambang pintu rumahnya. Ia harus meluas, berkontribusi pada kemaslahatan umat dan membangun masyarakat yang beradab (*madani*).
1. Menjadi Solusi, Bukan Masalah
Pria yang usianya diberkahi adalah yang selalu menawarkan solusi bagi masalah masyarakat, bukan malah menjadi sumber konflik. Ia menggunakan energinya, kekayaannya, dan pengetahuannya untuk memperbaiki kondisi sekitarnya, apakah itu melalui gerakan sosial, pendidikan, atau dakwah yang bijaksana.
2. Menguatkan Persaudaraan Islam (Ukhuwah)
Sebagai seorang pemimpin, ia harus menjadi perekat persatuan umat. Ia menjauhkan diri dari perpecahan sektarian dan berfokus pada apa yang menyatukan kaum Muslimin, yaitu Tauhid dan Sunnah Rasulullah ﷺ. Keberkahan kolektif masyarakat sangat bergantung pada kemampuan para pemimpinnya untuk bersatu dalam kebaikan.
3. Mendorong Perintah Ma’ruf dan Nahi Munkar
Tanggung jawab seorang pria juga mencakup kewajiban dakwah. Ini dilakukan dengan cara yang paling hikmah (bijaksana) dan mau’izhatil hasanah (nasihat yang baik). Ia mengajak orang lain kepada kebaikan dengan memberikan teladan terbaik. Ia menasihati dengan penuh cinta dan harapan, bukan dengan menghakimi dan merendahkan.
Semoga Allah menjadikan setiap pertambahan usiamu sebagai langkah yang lebih mantap menuju ridha-Nya, dan menjadikanmu pria yang diberkahi, tegar, dan konsisten dalam ketaatan. Barakallah Fii Umrik.