Ilustrasi Visual Amosi 8:4-8
Kitab Amosi, salah satu kitab nabi-nabi kecil dalam Perjanjian Lama, menyajikan pesan kenabian yang kuat dan seringkali gamblang mengenai keadilan dan penghakiman ilahi. Salah satu bagian yang paling menggugah dan relevan adalah Amosi 8:4-8. Ayat-ayat ini tidak hanya menyoroti praktik-praktik kecurangan dan penindasan yang merajalela pada zamannya, tetapi juga berfungsi sebagai peringatan abadi tentang konsekuensi dari ketidakadilan dan keangkuhan moral.
Dalam Amosi 8:4, nabi berseru, "Dengarlah ini, kamu yang menginjak orang miskin dan mengikis penderitaan bangsa: yang berkata, 'Kapan bulan baru akan berakhir, supaya kita dapat menjual gandum? Dan kapan hari Sabat akan berakhir, supaya kita dapat menawarkan biji-bijian? Kita akan membuat efah kecil dan siklos berat, dan kita akan menipu dengan timbangan palsu."
Ayat ini segera menarik perhatian pada dua jenis kesalahan yang dilakukan oleh para pedagang dan pengusaha kaya: pertama, ketidaksabaran mereka terhadap waktu ibadah dan peristirahatan; dan kedua, kesengajaan mereka dalam melakukan penipuan komersial. Ketidaksabaran mereka terhadap bulan baru dan hari Sabat menunjukkan bahwa mereka lebih mementingkan keuntungan materi daripada ketaatan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Bagi mereka, hari-hari yang seharusnya diisi dengan penyembahan dan kepedulian terhadap sesama justru menjadi hambatan dalam upaya mengeruk keuntungan.
Lebih jauh lagi, Amosi mengutuk praktik membuat "efah kecil" dan "siklos berat." Efah adalah satuan takaran kering, sementara siklos adalah satuan berat. Dengan membuat efah yang lebih kecil dari standar, para pedagang akan menjual lebih sedikit gandum tetapi menagih harga penuh. Demikian pula, dengan menggunakan siklos yang lebih berat untuk menimbang logam mulia atau barang dagangan lain, mereka akan menipu pembeli dengan memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya. Ini adalah bentuk kecurangan yang halus namun sangat merusak, yang secara langsung merampas hak dan mata pencaharian orang-orang yang lebih lemah.
Ayat kelima melanjutkan dengan gambaran yang lebih mengerikan: "Supaya kita dapat membeli orang yang lemah dengan uang, dan orang yang papa dengan sepasang sandal; kita akan menjual jelai yang rusak dengan harga pasar." Di sini, penekanan beralih dari penipuan komersial murni ke bentuk eksploitasi yang lebih kejam. Orang-orang miskin, yang terdesak oleh kebutuhan, dipaksa untuk menjual diri atau apa pun yang mereka miliki dengan harga yang sangat rendah, bahkan sekadar sepasang sandal, hanya untuk mendapatkan uang tunai. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kesenjangan ekonomi yang ekstrem dapat merendahkan martabat manusia hingga ke titik terendah.
Lebih lanjut, menjual "jelai yang rusak dengan harga pasar" menggambarkan kebusukan moral yang mendalam. Produk berkualitas buruk justru dijual seolah-olah berkualitas baik, menandakan kurangnya integritas dan penipuan yang disengaja. Ini bukan hanya soal ketidakadilan ekonomi, tetapi juga sebuah pengkhianatan terhadap kepercayaan dasar yang seharusnya ada dalam setiap transaksi.
Amosi 8:6-7 memberikan respons Tuhan yang tegas: "TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub, 'Aku tidak akan pernah melupakan semua perbuatan mereka. Apakah bumi tidak bergetar karena hal ini, dan semua yang tinggal di dalamnya tidak berdukacita? Ya, semua akan naik seperti sungai Nil, dan surut seperti sungai Mesir.'"
Sumpah Tuhan yang diucapkan "demi kebanggaan Yakub" menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran yang dilakukan oleh umat-Nya. Kebanggaan Yakub, yang seharusnya merujuk pada status umat pilihan Tuhan, kini justru menjadi saksi bisu atas dosa-dosa mereka. Tuhan menegaskan bahwa Dia tidak akan pernah melupakan tindakan-tindakan mereka. Getaran bumi dan kedukaan segala isinya adalah metafora untuk penghakiman yang akan datang. Ketidakadilan yang mereka lakukan akan menimbulkan gejolak besar, yang akan membawa kehancuran dan perubahan drastis, seperti naiknya dan surutnya sungai Nil yang memengaruhi seluruh lanskap Mesir.
Ayat kedelapan menutup dengan peringatan yang kuat: "Pada hari itu, firman TUHAN, Aku akan membuat matahari terbenam pada tengah hari, dan menggelapkan bumi pada hari yang terang." Ini adalah gambaran apokaliptik yang menekankan kedahsyatan dan ketidakmampuan manusia untuk menghindari penghakiman ilahi. Terbenamnya matahari pada tengah hari menyimbolkan kekacauan yang total dan hilangnya segala bentuk terang atau harapan. Bumi yang digelapkan pada hari yang terang adalah tanda bahwa kekuatan alam pun akan tunduk pada kemarahan Tuhan sebagai respons terhadap dosa manusia.
Pesan Amosi 8:4-8 memiliki resonansi yang mendalam hingga hari ini. Dalam masyarakat modern, praktik-praktik yang menyerupai kecurangan komersial, eksploitasi terhadap kaum lemah, dan ketidakpedulian terhadap keadilan sosial masih banyak kita temui. Munculnya "timbangan palsu" dalam bentuk penipuan keuangan, praktik bisnis yang tidak etis, dan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar adalah pengingat bahwa seruan Amosi tentang keadilan ilahi tetap relevan.
Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa Tuhan peduli terhadap bagaimana kita berinteraksi satu sama lain, terutama terhadap mereka yang rentan. Tindakan ketidakadilan tidak akan luput dari perhatian-Nya. Pesan Amosi adalah panggilan untuk refleksi diri, untuk memeriksa timbangan hidup kita—apakah kita menimbang dengan jujur dalam hubungan, dalam bisnis, dan dalam kehidupan kita secara keseluruhan? Apakah kita peduli pada kesejahteraan sesama, terutama yang miskin dan papa, atau justru mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan mereka?
Lebih dari sekadar peringatan akan penghakiman, Amosi 8:4-8 juga merupakan dorongan untuk mencari keadilan. Ini mengingatkan kita bahwa keadilan sejati berasal dari Tuhan, dan bahwa hidup yang menghargai integritas, kasih sesama, dan ketaatan pada prinsip-prinsip ilahi akan mendatangkan berkat, sementara ketidakadilan akan membawa kehancuran. Mari kita renungkan ajaran ini dan berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang adil.