Amos 5:4-6: Panggilan untuk Mencari Allah dan Hidup Sejati

Dalam lanskap kenabian Perjanjian Lama, Kitab Amos menonjol sebagai seruan yang keras dan tak kenal kompromi untuk keadilan dan kebenaran. Amos, seorang peternak dan pemetik ara dari Tekoa, Yehuda, dipanggil untuk bernubuat kepada Kerajaan Israel Utara yang makmur, sebuah masyarakat yang, di mata Allah, telah menyimpang jauh dari jalan-Nya. Di tengah kemakmuran ekonomi yang menyesatkan dan ritual keagamaan yang hampa, Amos menyampaikan pesan penghukuman yang tak terhindarkan dan, yang lebih penting, panggilan yang mendesak untuk pertobatan sejati. Inti dari seruan ini terangkum dalam tiga ayat yang kuat dan berulang-ulang: Amos 5:4-6.

Ayat-ayat ini bukan sekadar ancaman; ini adalah undangan, sebuah kesempatan terakhir untuk mengubah arah. Mereka mengungkapkan hati Allah yang, bahkan di tengah kemurkaan-Nya yang adil, masih menawarkan jalan keluar, sebuah jalan menuju kehidupan. Untuk memahami kedalaman pesan ini, kita harus menggali konteks sejarah, teologi, dan implikasi praktisnya, baik untuk umat Israel kuno maupun bagi kita di masa kini.

Konteks Nubuat Amos

Amos bernubuat selama masa pemerintahan Raja Yerobeam II di Israel dan Raja Uzia di Yehuda. Ini adalah periode kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Israel Utara, ditandai dengan ekspansi wilayah, perdamaian relatif, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, kemakmuran ini datang dengan harga yang mahal. Itu disertai dengan ketidakadilan sosial yang meluas, penindasan terhadap orang miskin, korupsi di pengadilan, dan, yang paling parah, kemerosotan spiritual. Agama telah menjadi serangkaian ritual kosong yang dilakukan di tempat-tempat ibadah yang disukai seperti Betel dan Gilgal, seringkali dicampur dengan praktik-praktik penyembahan berhala dan tanpa disertai dengan keadilan atau ketaatan sejati kepada hukum Allah.

Allah, melalui Amos, menentang ilusi keamanan yang diciptakan oleh kemakmuran material dan ritual keagamaan yang tidak tulus. Pesan Amos adalah bahwa ritual tanpa hubungan yang benar dengan Allah, dan tanpa keadilan yang terpancar dari hubungan itu, adalah kekejian. Penghukuman akan datang, bukan karena Allah itu kejam, tetapi karena Dia itu adil dan tidak dapat mentolerir dosa yang berurat berakar di antara umat-Nya.

Pilihan Jalan Hidup Ilustrasi Pilihan: Jalur mencari Tuhan (cahaya) atau mengikuti penyembahan palsu (struktur gelap) yang berujung pada kehancuran. HIDUP KEHANCURAN Umat
Ilustrasi ini menggambarkan dua pilihan jalan yang dihadapi oleh umat Allah: mencari Tuhan yang sejati (dilambangkan dengan cahaya dan janji "HIDUP") atau mengikuti penyembahan palsu dan ritual yang hampa (dilambangkan dengan struktur gelap dan ancaman "KEHANCURAN").

Amos 5:4: Panggilan untuk Mencari Allah

Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: Carilah Aku, maka kamu akan hidup!

Ayat ini adalah inti dari seluruh pesan. Ini adalah perintah ilahi yang lugas dan sebuah janji yang tak terbantahkan. Kata kerja "carilah" (דִּרְשׁוּ - dirshu) dalam bahasa Ibrani berarti lebih dari sekadar mencari secara fisik; ini menyiratkan pencarian yang mendalam, tulus, dan gigih. Ini adalah ajakan untuk mencari Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwa, bukan hanya dalam ritual atau upacara kosong, tetapi dalam gaya hidup yang mencerminkan karakter-Nya.

Bagi Israel, mencari Allah berarti kembali kepada perjanjian yang telah mereka buat di Gunung Sinai. Itu berarti meninggalkan penyembahan berhala dan praktik-praktik yang tidak adil. Ini adalah seruan untuk mencari keadilan, berbuat benar, dan hidup dalam kesetiaan kepada Allah yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir.

"Carilah Aku"

Apa artinya mencari Allah? Ini bukan tentang menemukan Allah yang hilang, karena Allah itu Mahahadir. Sebaliknya, ini adalah tentang mencari hubungan yang benar dengan-Nya, mengarahkan hati dan fokus hidup kepada-Nya. Ini melibatkan:

Pencarian ini adalah sebuah proses yang dinamis, sebuah perjalanan seumur hidup. Ini bukan tugas yang sekali dilakukan dan selesai, melainkan orientasi hati yang terus-menerus terhadap sang Pencipta.

"Maka Kamu Akan Hidup!"

Janji yang menyertainya sangatlah besar: "maka kamu akan hidup!" Ini bukan sekadar janji untuk tetap hidup secara fisik, meskipun itu juga merupakan bagian dari berkat perjanjian. Dalam konteks biblika, "hidup" (חָיָה - chayah) memiliki makna yang jauh lebih kaya. Ini mencakup:

Sebaliknya, jika mereka tidak mencari Allah, konsekuensinya adalah "kematian" – pembuangan, kehancuran, dan kehampaan spiritual. Janji hidup ini adalah undangan yang penuh kasih dari Allah yang ingin umat-Nya mengalami kebaikan-Nya sepenuhnya.

Amos 5:5: Menolak Sumber Penyembahan Palsu

Janganlah kamu mencari Betel, janganlah pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti pergi ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap!

Setelah menyerukan agar mereka mencari Allah, Amos kemudian secara eksplisit mengidentifikasi tempat-tempat yang tidak boleh mereka cari. Ini adalah tempat-tempat di mana penyembahan Allah telah dicemari dan disalahgunakan, menjadi pusat-pusat keagamaan yang korup yang pada akhirnya akan membawa pada kehancuran.

Betel

Betel (yang berarti "Rumah Allah") memiliki sejarah yang kaya dalam narasi Israel. Di sinilah Yakub bermimpi tentang tangga ke surga (Kejadian 28) dan di sinilah ia mendirikan tugu peringatan. Namun, setelah perpecahan kerajaan, Yerobeam I mendirikan dua pusat penyembahan anak lembu emas di Betel dan Dan, untuk mencegah orang Israel pergi ke Yerusalem untuk beribadah (1 Raja-raja 12). Ini adalah tindakan politis yang melanggar hukum Allah dan menjadi sumber penyembahan berhala yang terus-menerus di Israel Utara. Meskipun secara lahiriah mereka mungkin mengklaim menyembah TUHAN di Betel, praktik mereka telah menyimpang dan tercemar oleh sinkretisme dan ritual kosong.

Amos dengan tegas menyatakan bahwa Betel, yang seharusnya menjadi rumah Allah, telah menjadi pusat kemurtadan dan kepalsuan. Kesenjangan antara nama tempat itu dan realitas spiritualnya adalah sebuah ironi yang menyedihkan.

Gilgal

Gilgal juga merupakan tempat yang signifikan dalam sejarah Israel. Di sinilah bangsa Israel pertama kali berkemah setelah menyeberangi Sungai Yordan ke Tanah Perjanjian (Yosua 4-5). Ini adalah tempat sunat massal dan Paskah pertama di Kanaan. Ini adalah tempat di mana janji Allah untuk memberikan tanah itu mulai tergenapi. Namun, seiring waktu, Gilgal juga menjadi pusat kegiatan keagamaan yang menyimpang, mungkin terkait dengan kultus kesuburan dan praktik-praktik yang tidak disetujui Allah. Para nabi lain, seperti Hosea, juga mengecam Gilgal karena penyembahan berhala di sana.

Dengan menyebut Gilgal, Amos menunjukkan bahwa bahkan tempat-tempat dengan sejarah kudus pun dapat tercemar dan kehilangan esensi spiritualnya jika umat Allah berpaling dari ketaatan yang sejati.

Bersyeba

Bersyeba terletak jauh di selatan, di perbatasan Yehuda, meskipun kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang dari Israel Utara. Tempat ini juga memiliki warisan patriarkal, sebagai tempat sumur-sumur yang digali oleh Abraham dan Ishak, dan di mana mereka membangun mezbah bagi TUHAN (Kejadian 21, 26). Menyeberang ke Bersyeba menyiratkan sebuah perjalanan jauh, menunjukkan upaya besar yang dilakukan orang-orang untuk mencari pengalaman keagamaan yang salah, bahkan sampai melampaui batas wilayah mereka sendiri. Perjalanan jauh ini menunjukkan kesungguhan yang keliru, di mana upaya fisik tidak sejalan dengan ketulusan hati yang mencari Allah.

Mencari Betel, Gilgal, atau Bersyeba dalam konteks ini berarti mencari kenyamanan dalam agama yang tidak menuntut pertobatan sejati, sebuah agama yang memungkinkan mereka untuk terus hidup dalam ketidakadilan dan dosa. Ini adalah agama "pilihan" yang disesuaikan dengan keinginan mereka sendiri, bukan tuntutan Allah yang kudus.

Nubuat Penghukuman: "Gilgal pasti pergi ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap!"

Peringatan ini sangatlah jelas. Tempat-tempat yang mereka percayai akan memberikan keamanan dan keberkatan justru akan menjadi saksi kehancuran mereka sendiri. Gilgal akan "pergi ke dalam pembuangan" (גָּלֹה יִגְלֶה - galoh yigleh), sebuah permainan kata yang kuat dalam bahasa Ibrani, di mana nama Gilgal (yang terdengar seperti kata "gulgal" yang berarti menggulir) dikaitkan dengan tindakan digulirkan atau dibawa pergi ke pembuangan. Betel akan "lenyap" (לְאָוֶן תִּהְיֶה - l'aven tihyeh), yang bisa berarti menjadi kehampaan, ketiadaan, atau bahkan kejahatan. Ini adalah penegasan bahwa semua upaya mereka dalam penyembahan yang salah di tempat-tempat ini akan sia-sia; tempat-tempat itu sendiri akan menghadapi murka ilahi.

Peringatan ini tidak hanya tentang tempat-tempat fisik, tetapi juga tentang kepercayaan dan sistem yang diwakilinya. Jika mereka menempatkan kepercayaan pada tempat atau ritual yang salah, maka kepercayaan itu akan membawa mereka pada kehancuran.

Amos 5:6: Penegasan dan Peringatan Keras

Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia menyerbu seperti api ke keturunan Yusuf, dan api itu memakan habis dengan tidak ada yang memadamkan di Betel!

Ayat keenam ini mengulangi perintah inti dari ayat keempat, tetapi dengan tambahan peringatan yang jauh lebih mengerikan. Repetisi ini berfungsi untuk menekankan urgensi dan pentingnya pesan. Ini adalah panggilan terakhir, sebuah ultimatum ilahi.

"Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup"

Pengulangan ini bukan redundansi; ini adalah penegasan ulang janji dan harapan. Sekalipun ada ancaman penghukuman yang mengerikan, jalan keluar tetap terbuka. Allah masih menawarkan kesempatan untuk hidup, untuk berbalik dari jalan kebinasaan. Ini menunjukkan kesabaran dan kemurahan hati Allah yang luar biasa, yang, bahkan ketika bersiap untuk menjatuhkan hukuman, masih menyediakan jalan untuk keselamatan.

"Supaya jangan Ia menyerbu seperti api ke keturunan Yusuf"

Ancaman yang menyertai ini adalah penghukuman yang dahsyat. Allah akan "menyerbu seperti api" (יִצְלַח כָאֵשׁ - yitzlach ka'esh). Gambaran api ini sangat kuat dalam Alkitab. Api seringkali melambangkan kekudusan Allah yang membakar dosa, kemurkaan ilahi, dan penghukuman yang menghancurkan. Ketika Allah menyerbu seperti api, itu berarti penghakiman-Nya akan datang dengan cepat, tak terduga, dan dengan kekuatan yang tak tertahankan.

"Keturunan Yusuf" adalah nama lain untuk Kerajaan Israel Utara. Yusuf adalah salah satu bapa leluhur Israel, dan keturunannya (Efraim dan Manasye) menjadi suku-suku utama di kerajaan utara. Jadi, ini adalah peringatan langsung kepada audiens Amos, yaitu Israel Utara, bahwa mereka akan menjadi sasaran murka Allah jika mereka tidak bertobat.

"Dan api itu memakan habis dengan tidak ada yang memadamkan di Betel!"

Puncak dari peringatan ini adalah bahwa api penghakiman akan "memakan habis" (אָכְלָה - ochlah) dengan tidak ada yang bisa memadamkannya. Ini adalah gambaran tentang kehancuran total dan permanen. Tidak akan ada yang bisa menghentikan atau mengurangi murka Allah. Peringatan ini sangatlah serius. Api ilahi, sekali dinyalakan, tidak akan bisa dipadamkan oleh kekuatan manusia.

Secara signifikan, penghukuman ini secara khusus disebutkan akan terjadi "di Betel." Ini menutup lingkaran pesan. Betel, yang seharusnya menjadi "Rumah Allah" dan tempat suci, akan menjadi tempat di mana api penghakiman Allah akan berkobar paling terang, simbol kehancuran penyembahan palsu dan pemberontakan terhadap-Nya. Ini adalah teguran yang paling tajam terhadap tempat yang mereka anggap sebagai sumber keamanan rohani mereka.

Relevansi Modern: Apa "Betel" Kita Hari Ini?

Meskipun pesan Amos ditujukan kepada Israel kuno, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Amos 5:4-6 tetap sangat relevan bagi kita di zaman modern. Panggilan untuk mencari Allah yang sejati dan menolak penyembahan palsu adalah seruan abadi.

Dalam konteks modern, kita mungkin tidak lagi memiliki anak lembu emas literal di tempat-tempat suci, tetapi kita menghadapi "Betel-Betel" dan "Gilgal-Gilgal" modern kita sendiri. Ini bisa berupa:

  1. Materialisme dan Konsumerisme: Ketika kekayaan, kepemilikan, dan status sosial menjadi fokus utama hidup kita, menggantikan tempat Allah, maka itu adalah bentuk penyembahan berhala. Kita mencari "hidup" dalam hal-hal fana daripada dalam Pencipta.
  2. Agama yang Hampa: Ritual keagamaan yang dilakukan tanpa hati yang tulus, tanpa komitmen terhadap keadilan, kasih, dan ketaatan. Pergi ke gereja, masjid, atau kuil hanya karena kebiasaan atau penampilan, tanpa hubungan pribadi yang mendalam dengan Tuhan.
  3. Kepentingan Diri dan Egoisme: Ketika kita memusatkan hidup kita pada diri sendiri, pada pemenuhan keinginan dan ambisi pribadi kita di atas segalanya, kita menjadikan diri kita sendiri sebagai idola.
  4. Ideologi dan Sistem Duniawi: Menempatkan kepercayaan mutlak pada ideologi politik, sistem ekonomi, atau gerakan sosial tertentu sebagai sumber keselamatan dan solusi akhir, daripada pada kedaulatan Allah.
  5. Pencarian Validasi Eksternal: Mencari penghargaan, persetujuan, dan pengakuan dari orang lain atau dari media sosial sebagai sumber identitas dan kebahagiaan, bukan dari kasih dan penerimaan Allah.

Dalam setiap kasus ini, kita "mencari" sesuatu selain Allah, berharap bahwa hal-hal itu akan memberikan kita "hidup" atau keamanan, padahal pada akhirnya, seperti Betel dan Gilgal, mereka akan "lenyap" dan tidak mampu menyelamatkan kita dari kehancuran sejati.

Mencari Tuhan Hari Ini: Sebuah Panggilan untuk Ketaatan Sejati

Pesan Amos adalah sebuah pengingat yang kuat bahwa mencari Allah bukan hanya tentang keyakinan pasif atau ritual keagamaan yang superficial. Ini adalah panggilan untuk ketaatan yang aktif dan radikal, yang termanifestasi dalam setiap aspek kehidupan kita. Apa artinya mencari Allah dalam masyarakat kita yang kompleks dan seringkali terpecah belah?

1. Keadilan Sosial dan Kesetaraan

Amos adalah nabi keadilan. Mencari Allah berarti peduli terhadap orang miskin, tertindas, dan yang terpinggirkan. Ini berarti menantang sistem yang tidak adil, berjuang untuk hak-hak mereka yang tidak bersuara, dan memastikan bahwa keadilan bergulir seperti air dan kebenaran seperti sungai yang tidak pernah kering (Amos 5:24). Ini adalah perwujudan kasih Allah kepada sesama.

2. Integritas Pribadi dan Publik

Mencari Allah menuntut integritas dalam semua transaksi kita, baik di tempat kerja, di rumah, maupun di ruang publik. Ini berarti menolak korupsi, kecurangan, dan ketidakjujuran. Hidup kita harus mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah, bukan nilai-nilai dunia yang mengutamakan keuntungan di atas moralitas.

3. Pertobatan yang Tulus dan Berkelanjutan

Seperti Israel kuno, kita seringkali gagal dalam mencari Allah dengan sepenuh hati. Panggilan untuk mencari Allah adalah panggilan untuk pertobatan yang berkelanjutan – sebuah kesediaan untuk secara teratur memeriksa hati kita, mengakui kegagalan kita, dan berbalik kembali kepada-Nya. Ini bukan hanya pertobatan dari dosa-dosa besar, tetapi juga dari kebiasaan-kebiasaan halus yang mengalihkan kita dari fokus pada Allah.

4. Penyembahan yang Autentik

Penyembahan yang autentik adalah penyembahan yang datang dari hati yang murni, yang mencerminkan kasih dan ketaatan kepada Allah, bukan hanya penampilan lahiriah. Ini adalah penyembahan yang memengaruhi cara kita hidup di luar ibadah formal, yang menginspirasi kita untuk melayani Allah dan sesama dalam tindakan nyata.

5. Membangun Komunitas yang Saleh

Israel dipanggil untuk menjadi sebuah bangsa yang suci, sebuah komunitas yang mencerminkan Allah di antara bangsa-bangsa. Demikian pula, mencari Allah hari ini berarti berinvestasi dalam membangun komunitas iman yang sehat, di mana kasih, dukungan, akuntabilitas, dan pertumbuhan spiritual dipupuk. Ini adalah tempat di mana kita saling mendorong untuk terus mencari Allah dan hidup dalam terang-Nya.

Implikasi Teologis dari Amos 5:4-6

Ayat-ayat ini menawarkan beberapa wawasan teologis yang mendalam tentang sifat Allah dan hubungan-Nya dengan umat manusia:

1. Kedaulatan dan Kekudusan Allah

Allah Amos adalah Allah yang berdaulat, yang memegang kendali atas sejarah dan takdir bangsa-bangsa. Dia juga adalah Allah yang kudus, yang tidak akan mentolerir dosa dan ketidakadilan. Penghukuman yang dijanjikan bukan berasal dari kemarahan yang sembarangan, tetapi dari keadilan-Nya yang tak tergoyahkan. Kekudusan-Nya menuntut tanggapan dari umat-Nya, baik dalam ketaatan moral maupun spiritual.

2. Karakter Perjanjian Allah

Hubungan Allah dengan Israel adalah hubungan perjanjian, berdasarkan kasih dan kesetiaan. Panggilan untuk "mencari Aku" adalah sebuah undangan untuk memperbarui hubungan perjanjian itu. Janji "maka kamu akan hidup" adalah berkat perjanjian, sementara ancaman "api yang memakan habis" adalah kutuk perjanjian bagi pelanggaran. Ini menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang setia pada janji-Nya, baik dalam berkat maupun dalam konsekuensi atas ketidaktaatan.

3. Pilihan dan Konsekuensi

Amos 5:4-6 dengan jelas menyajikan pilihan yang binary: mencari Allah atau mencari penyembahan palsu. Dan setiap pilihan memiliki konsekuensi yang jelas dan tidak dapat dihindari: hidup atau kehancuran. Ini menekankan pentingnya pilihan moral dan spiritual yang dibuat oleh individu dan bangsa. Allah memberikan kebebasan memilih, tetapi dengan itu datang tanggung jawab atas hasil dari pilihan tersebut.

4. Allah yang Transenden dan Imanen

Allah yang berbicara melalui Amos adalah Allah yang transenden, yang melampaui ciptaan dan kekuasaan manusia, dan yang menghakimi dari takhta-Nya di surga. Namun, Dia juga Allah yang imanen, yang peduli dengan keadilan di bumi, yang terlibat dalam kehidupan umat-Nya, dan yang ingin menjalin hubungan pribadi dengan mereka. Dia tidak jauh, tetapi aktif dalam sejarah manusia.

5. Harapan di Tengah Penghakiman

Meskipun Amos sering disebut sebagai nabi penghukuman, penting untuk dicatat bahwa bahkan dalam nubuatnya yang paling keras, ada celah kecil untuk harapan. Panggilan untuk "mencari Aku, maka kamu akan hidup" adalah sebuah tawaran kasih karunia, sebuah kesempatan untuk pertobatan. Ini menunjukkan bahwa bahkan di puncak murka ilahi, Allah masih membuka pintu bagi pemulihan bagi mereka yang mau berbalik kepada-Nya dengan tulus.

Harapan ini adalah benang merah yang mengalir melalui seluruh Alkitab. Dari Kejadian hingga Wahyu, Allah secara konsisten menawarkan penebusan dan pemulihan bagi mereka yang mencari Dia, bahkan ketika dosa manusia tampaknya tak teratasi. Ini adalah kesaksian tentang sifat kasih karunia Allah yang tak terbatas.

Kesimpulan

Amos 5:4-6 adalah sebuah peringatan keras sekaligus undangan yang penuh kasih. Ini adalah seruan untuk mencari TUHAN yang sejati, bukan di tempat-tempat penyembahan palsu atau dalam ritual-ritual hampa, melainkan dalam hati yang tulus, dalam tindakan keadilan, dan dalam ketaatan yang murni. Bagi Israel kuno, ini adalah seruan untuk berbalik dari jalan kehancuran dan kembali kepada Allah perjanjian mereka. Bagi kita hari ini, ini adalah tantangan untuk memeriksa "Betel-Betel" modern kita, sumber-sumber kepercayaan dan harapan palsu yang mungkin telah menggantikan tempat Allah dalam hidup kita.

Janji "maka kamu akan hidup" adalah salah satu janji terbesar dalam Kitab Suci. Ini bukan sekadar janji keberadaan fisik, tetapi janji kehidupan yang berkelimpahan, berkat spiritual, dan tujuan ilahi. Sebaliknya, ancaman "api itu memakan habis dengan tidak ada yang memadamkan" adalah pengingat yang mengerikan tentang konsekuensi jika kita mengabaikan panggilan Allah. Keadilan Allah tidak dapat dihindari, dan murka-Nya terhadap dosa adalah nyata.

Oleh karena itu, marilah kita menanggapi panggilan Amos dengan serius. Marilah kita sungguh-sungguh mencari TUHAN dengan segenap hati, dengan keadilan yang terpancar dari hidup kita, dan dengan ketaatan yang tulus. Hanya dengan demikian kita dapat benar-benar mengalami hidup yang sejati, yang dijanjikan oleh Allah yang hidup, yang kasih-Nya kekal dan keadilan-Nya tak terbatas.

Panggilan untuk mencari Allah ini melampaui batas-batas denominasi dan tradisi. Ini adalah seruan fundamental bagi setiap individu dan setiap masyarakat untuk menempatkan Allah pada tempat yang semestinya – sebagai pusat dari segalanya, sumber dari setiap kehidupan dan kebaikan. Ketika kita mengindahkan panggilan ini, kita tidak hanya menyelamatkan diri kita dari kehancuran, tetapi juga membuka diri kita untuk menjadi saluran berkat dan keadilan di dunia yang sangat membutuhkannya.

Dalam setiap pilihan yang kita buat, dalam setiap nilai yang kita junjung tinggi, dalam setiap tindakan yang kita lakukan, kita dihadapkan pada pertanyaan yang sama: Apakah kita mencari TUHAN, ataukah kita mencari "Betel-Betel" palsu? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah kita akan mengalami "hidup" atau "api" yang tak terpadamkan.

Mari kita renungkan kembali ayat-ayat ini dengan hati yang terbuka dan jiwa yang mencari:
Amos 5:4: "Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: Carilah Aku, maka kamu akan hidup!"
Amos 5:5: "Janganlah kamu mencari Betel, janganlah pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti pergi ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap!"
Amos 5:6: "Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia menyerbu seperti api ke keturunan Yusuf, dan api itu memakan habis dengan tidak ada yang memadamkan di Betel!"

Pilihan ada di tangan kita. Panggilan untuk hidup menanti.

🏠 Homepage