Kitab Amos, salah satu nabi peringatan dalam Perjanjian Lama, menyajikan pesan yang tegas dan relevan bagi zamannya, sekaligus memberikan refleksi mendalam bagi umat beragama di masa kini. Dalam Amos 5:14-17, kita disajikan seruan ilahi yang menyoroti pentingnya mencari kebaikan dan kebenaran, bukan sekadar ritual keagamaan semata. Ayat-ayat ini tidak hanya berbicara tentang penghukuman yang akan datang, tetapi juga tentang harapan dan jalan menuju pemulihan yang Tuhan inginkan.
Ayat 14 membuka dengan perintah yang jelas: "Carilah yang baik dan janganlah yang jahat, supaya kamu hidup; maka demikianlah TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan." Frasa "carilah yang baik" mengimplikasikan sebuah tindakan proaktif. Tuhan tidak menginginkan umat-Nya bersikap pasif dalam menjalani kehidupan iman. Sebaliknya, mereka dipanggil untuk secara aktif mencari apa yang berkenan kepada-Nya, yaitu kebaikan. Kebaikan di sini merujuk pada keadilan, belas kasihan, dan integritas moral. Ini adalah pondasi dari hubungan yang sehat dengan Tuhan dan sesama.
Perintah ini diperkuat dengan larangan "janganlah yang jahat." Kejahatan, dalam konteks kitab Amos, sering kali merujuk pada berbagai bentuk ketidakadilan sosial, penindasan terhadap kaum lemah, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Tuhan secara tegas menolak ibadah yang dilakukan oleh orang-orang yang hidup dalam dosa dan ketidakadilan. Ritual keagamaan yang dilakukan tanpa disertai hati yang tulus dan tindakan yang benar adalah sia-sia di mata Tuhan. Sebaliknya, jika mereka mencari kebaikan dan meninggalkan kejahatan, Tuhan berjanji akan menyertai mereka. Pernyataan "seperti yang kamu katakan" mungkin merujuk pada klaim bangsa Israel bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan dan Tuhan akan menyertai mereka. Namun, janji penyertaan ini bersyarat pada ketaatan dan kebenaran hidup.
Selanjutnya, ayat 15 melanjutkan dengan penekanan pada kebenaran: "Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik! Peliharalah keadilan di gerbang-Mu..." Ini adalah seruan untuk sebuah revolusi karakter dan tindakan. Cinta pada kebaikan dan kebencian pada kejahatan haruslah menjadi prinsip yang mendasari setiap aspek kehidupan. "Peliharalah keadilan di gerbang-Mu" merupakan metafora kuat yang merujuk pada pusat kehidupan publik. Gerbang kota adalah tempat pengadilan dan pengambilan keputusan penting. Tuhan ingin keadilan ditegakkan di setiap lini kehidupan, terutama di tempat-tempat di mana kekuasaan dijalankan. Ketika keadilan diabaikan, maka kehancuran tidak dapat dihindari.
Ayat 16 dan 17 kemudian menjelaskan konsekuensi dari pilihan yang dibuat oleh umat tersebut. Jika kebaikan dan keadilan tidak dicari, maka murka Tuhan akan datang. Amos menggambarkan kesedihan dan ratapan yang akan melanda umat tersebut. Seruan ini bersifat umum, menunjukkan bahwa ini bukanlah hukuman bagi segelintir individu, melainkan bagi seluruh masyarakat yang telah menyimpang dari jalan Tuhan. Ratapan para ahli ratap, tangisan para supir, dan kesedihan para penenun akan memenuhi kota. Bahkan para petani dan pelayanpun tidak akan luput dari kesedihan.
Secara khusus, ayat 17 menyampaikan peringatan yang keras: "Oleh sebab itu, demikianlah firman TUHAN: di segala tempat pasar akan ada ratapan, dan di segala jalan orang akan berseru: 'Celakalah!' Para petani akan dipanggil untuk meratap, dan orang-orang yang pandai meratap akan dipanggil untuk meratap." Ayat ini menekankan bahwa malapetaka akan datang secara menyeluruh, merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Pasar, tempat perdagangan dan interaksi sosial, akan dipenuhi ratapan. Jalan-jalan, tempat orang berlalu lalang, akan bergema dengan seruan "celakalah!" Ini adalah gambaran kehancuran total yang disebabkan oleh penolakan terhadap firman Tuhan dan pengabaian terhadap keadilan.
Amos 5:14-17 mengajarkan kepada kita bahwa ibadah sejati tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tuhan menginginkan hati yang tulus, yang mencintai kebaikan dan membenci kejahatan. Keadilan, belas kasihan, dan kebenaran adalah ekspresi iman yang paling murni. Pesan ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk tidak hanya menekankan ritual atau dogma, tetapi juga untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dalam setiap tindakan kita, demi kebaikan diri sendiri, sesama, dan dunia di sekitar kita.