Kitab Amos merupakan salah satu nabi-nabi kecil dalam Perjanjian Lama yang menyampaikan pesan peringatan dan penghakiman Tuhan kepada Kerajaan Utara Israel. Pasal 5 ayat 1 hingga 6 secara khusus menyoroti sebuah ratapan dan panggilan yang mendalam dari Tuhan melalui Amos. Pesan ini bukan hanya relevan bagi bangsa Israel pada masanya, tetapi juga memiliki resonansi kuat bagi kita di era modern yang seringkali dilanda ketidakadilan dan kepalsuan.
Ayat-ayat ini dimulai dengan sebuah ratapan yang menyayat hati: "Dengarlah, hai Israel, keluhan ini yang diangkatkan mezbahku terhadapmu: Engkau telah rebah dan tidak akan bangkit lagi, perawan Israel." (Amos 5:1). Kata "keluhan" atau "ratapan" (dalam bahasa Ibrani: neqe'ah) menggambarkan kesedihan yang mendalam, suara tangisan yang tak tertahankan. Tuhan, melalui Amos, menyatakan kepedihan-Nya melihat kondisi umat-Nya yang telah "rebah dan tidak akan bangkit lagi". Ini bukan sekadar teguran biasa, melainkan sebuah kesadaran akan situasi yang sangat genting, di mana kejatuhan mereka begitu parah sehingga tampaknya tidak ada kemungkinan untuk bangkit kembali tanpa campur tangan ilahi yang radikal.
Pada masa kenabian Amos, Israel sedang mengalami kemakmuran ekonomi yang cukup besar, terutama di bawah pemerintahan Raja Yerobeam II. Namun, kemakmuran ini justru membawa serta berbagai masalah sosial dan spiritual. Kekayaan menumpuk di tangan segelintir orang, sementara kaum miskin ditindas dan dieksploitasi. Keadilan hukum seringkali dibengkokkan demi kepentingan orang kaya dan berkuasa. Di sisi lain, ibadah keagamaan di Bait Allah tetap berjalan, namun seringkali hanya menjadi ritual kosong tanpa hati yang tulus. Persembahan dipersembahkan, namun kehidupan sehari-hari jauh dari ajaran kebenaran dan kasih.
Amos 5:1-6 secara gamblang menunjukkan jurang pemisah antara praktik keagamaan mereka dan realitas kehidupan yang tidak adil. Tuhan melihat bahwa ibadah mereka adalah kemunafikan. Mereka datang ke tempat ibadah untuk melakukan ritual, namun di luar itu, mereka menginjak-injak martabat sesama, terutama mereka yang lemah dan membutuhkan.
Pesan Tuhan melalui Amos terus berlanjut dengan penekanan yang kuat pada pentingnya keadilan dan kebenaran. "Sebab itu, demikianlah firman TUHAN: di jalan-jalan kota kamu akan mencampakkan orang-orang yang tertindas, dan di lapangan-lapangan akan kamu campakkan pembunuh; dan semua orang yang berbuat curang akan menjadi debu dan sampah." (Amos 5:7). Ayat ini menggambarkan kekacauan dan kebejatan moral yang merajalela. Mereka yang seharusnya dilindungi justru dibuang dan tidak diperhitungkan. Kejahatan terjadi tanpa hukuman yang setimpal.
Namun, Tuhan tidak hanya menunjukkan keburukan, tetapi juga menawarkan sebuah jalan keluar. "Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia membakar rumah Yusuf seperti api, yang memusnahkan, dan tidak ada yang dapat memadamkan api itu bagi Betel." (Amos 5:6). Kata kunci di sini adalah "Carilah TUHAN". Pencarian ini bukan sekadar mencari perlindungan sesaat, melainkan mencari Tuhan itu sendiri, yaitu kehendak-Nya, kebenaran-Nya, dan jalan-Nya.
Pesan dari Amos 5:1-6 mengingatkan kita bahwa keadilan dan kebenaran bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan fundamental dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Tuhan tidak menginginkan ibadah yang terpisah dari kehidupan. Ritual keagamaan akan menjadi hampa jika tidak diiringi dengan tindakan nyata kasih, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang rentan.
Di tengah kompleksitas dunia modern, godaan untuk mengabaikan ketidakadilan demi kenyamanan pribadi atau keuntungan sesaat bisa sangat kuat. Namun, pesan Amos menggema kembali: Tuhan melihat. Dia peduli terhadap bagaimana kita memperlakukan satu sama lain. "Biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air, dan kebenaran seperti sungai yang mengalir terus-menerus." (Amos 5:24). Ini adalah gambaran yang kuat tentang aliran keadilan dan kebenaran yang harus mengalir tanpa henti dalam setiap aspek kehidupan kita.
Oleh karena itu, mari kita merespons panggilan Amos 5:1-6 dengan hati yang terbuka. Marilah kita sungguh-sungguh "mencari TUHAN", bukan hanya dalam doa atau ibadah, tetapi dalam setiap keputusan dan tindakan kita. Kita diajak untuk menjadi agen keadilan, membawa terang kebenaran ke dalam situasi-situasi yang gelap, dan memperjuangkan hak-hak mereka yang tertindas. Hanya dengan demikian, kita dapat berharap untuk mengalami kehidupan yang sejati, seperti yang dijanjikan Tuhan.