Kitab Amos, salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama, menyajikan pesan yang kuat dan seringkali menantang. Dalam pasal 4, ayat 1 hingga 5, Nabi Amos menyampaikan peringatan keras kepada kaum elit di Kerajaan Utara, Israel, yang dikenal sebagai "sapi Betel". Ayat-ayat ini bukan sekadar kutipan historis, melainkan sebuah studi kasus mendalam tentang bagaimana kemakmuran, kekuasaan, dan gaya hidup yang hedonis dapat menuntun sebuah bangsa menuju kehancuran rohani dan fisik, jika tidak disertai dengan keadilan dan ketaatan kepada Tuhan.
"Dengarlah perkataan ini, hai lembu-lembu Basan yang ada di gunung Samaria, yang menindas orang-orang lemah dan memeras orang-orang miskin, yang berkata kepada suami mereka: 'Bawalah kemari, supaya kami minum!'" (Amos 4:1)
Ayat pertama langsung memberikan gambaran tentang siapa yang menjadi sasaran peringatan Amos: "lembu-lembu Basan". Metafora ini menggambarkan para wanita kaya dan berpengaruh di Samaria, ibu kota Kerajaan Utara. Sebutan "lembu Basan" menyiratkan kebodohan, kebuasan, dan keserakahan. Basan dikenal dengan padang rumputnya yang subur, menghasilkan ternak yang besar dan gemuk. Demikian pula, para wanita ini hidup dalam kemewahan yang luar biasa, namun kemewahan tersebut datang dengan mengorbankan orang lain.
Frasa "menindas orang-orang lemah dan memeras orang-orang miskin" adalah inti dari kritik Amos. Kesejahteraan mereka dibangun di atas penderitaan sesama. Perkataan "Bawalah kemari, supaya kami minum!" menggambarkan gaya hidup yang dekaden dan tanpa belas kasihan. Mereka menuntut lebih banyak minuman, lebih banyak kesenangan, tanpa memedulikan sumber daya atau penderitaan orang lain. Ini adalah gambaran masyarakat yang telah kehilangan sentuhan kemanusiaan dan spiritualitasnya.
"Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusan-Nya, bahwa lihat, akan datang harinya atasmu, bahwa kamu akan diseret dengan pengait, dan anggota-anggota hidupmu dengan kail." (Amos 4:2)
Bagian kedua dari ayat 2 memperkenalkan sebuah ancaman yang mengerikan. Tuhan sendiri telah bersumpah demi kekudusan-Nya, menunjukkan keseriusan dan kepastian dari penghakiman yang akan datang. Penggunaan kata "pengait" dan "kail" memberikan gambaran yang sangat visual tentang bagaimana mereka akan ditarik keluar dari kenyamanan dan kekuasaan mereka. Ini bukanlah penghakiman biasa, melainkan sebuah penangkapan paksa, sebuah penarikan dari kehidupan mewah mereka ke dalam penderitaan dan penghinaan.
"Kamu akan keluar melalui lubang-lubang tembok, masing-masing lurus ke depan; dan kamu akan dilemparkan ke dalam istana, demikianlah firman TUHAN." (Amos 4:3)
Ayat ketiga melanjutkan gambaran penghakiman. Mereka tidak akan pergi dengan terhormat, tetapi akan dipaksa keluar melalui celah-celah tembok, menyiratkan kekalahan dan kehancuran kota. Kata "istana" dalam konteks ini mungkin merujuk pada pembuangan atau tempat kehinaan, bukan tempat kemuliaan. Mereka akan dihadapkan pada konsekuensi dari tindakan mereka, bukan lagi di lingkungan mewah mereka.
"Datanglah ke Betel dan berbuatlah pelanggaran, ke Gilgal dan berlipat gandakanlah pelanggaran! Bawalah kurbanmu pada waktu pagi, persembahan perpuluhanmu pada hari ketiga!" (Amos 4:4)
Ayat keempat terdengar ironis. Tuhan seolah-olah mengundang mereka untuk melanjutkan ibadah ritual mereka di pusat-pusat ibadah yang popular, Betel dan Gilgal. Namun, motivasi di balik undangan ini adalah untuk menunjukkan betapa sia-sianya ibadah mereka jika tidak disertai dengan hati yang tulus dan keadilan. Mereka beribadah dengan penuh semangat, tetapi tindakan sehari-hari mereka bertentangan dengan kehendak Tuhan. Persembahan mereka yang berlebihan ("pada waktu pagi", "pada hari ketiga") hanyalah tindakan lahiriah yang kosong, tidak mampu menutupi dosa-dosa mereka.
"Persembahkanlah kurban syukur dari roti yang beragi sebagai persembahan persembahan sukarela; beritakanlah dan siarkanlah persembahan sukarela; sebab demikianlah kamu suka, hai orang Israel, demikianlah firman Tuhan ALLAH." (Amos 4:5)
Ayat kelima mengakhiri rangkaian peringatan dengan sindiran yang tajam. Kurban syukur yang dipersembahkan dengan roti beragi adalah jenis persembahan yang dilarang oleh hukum Taurat untuk dipersembahkan di mezbah Tuhan, karena ragi seringkali melambangkan kejahatan atau kebusukan. Dengan mempersembahkan ini, mereka secara efektif mengolok-olok Tuhan dan menunjukkan betapa jauhnya mereka dari kekudusan-Nya. "Demikianlah kamu suka" adalah penegasan bahwa gaya hidup mereka yang berdosa inilah yang mereka inginkan, dan Tuhan hanya mengakui kenyataan pilihan mereka.
Pesan Amos 4:1-5 memiliki relevansi yang mendalam bagi kehidupan kita saat ini. Pertama, peringatan ini menegaskan bahwa kemakmuran materi tidak sama dengan perkenanan ilahi. Kesejahteraan yang diraih dengan menindas sesama adalah dasar yang rapuh dan mengundang murka Tuhan. Kita dipanggil untuk memeriksa bagaimana pencapaian dan kekayaan kita diperoleh, dan apakah itu berkontribusi pada kebaikan atau penderitaan orang lain.
Kedua, ayat-ayat ini menyoroti bahaya dari keagamaan lahiriah tanpa hati yang tulus. Beribadah, berdoa, dan memberikan persembahan adalah penting, tetapi jika tindakan-tindakan tersebut tidak disertai dengan kehidupan yang adil, penuh kasih, dan taat kepada Tuhan, maka semua itu menjadi sia-sia di hadapan-Nya. Tuhan mencari hati yang hancur dan pertobatan yang tulus, bukan sekadar ritual yang kosong.
Terakhir, seruan ini adalah pengingat bahwa Tuhan tidak akan selamanya membiarkan dosa tanpa konsekuensi. Meskipun Ia panjang sabar, penghakiman-Nya pasti datang bagi mereka yang terus menerus menolak kebenaran dan berpegang teguh pada jalan yang salah. Namun, di balik peringatan ini, terdapat juga undangan untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Pesan Amos, meskipun keras, pada akhirnya adalah panggilan untuk kembali kepada relasi yang benar dengan Tuhan dan sesama, agar kita dapat hidup dalam berkat-Nya yang sejati.