Air Ketuban Berlebih: Kenali Penyebab, Risiko, dan Penanganannya
Ilustrasi visual tentang kantung ketuban yang membungkus janin di dalam rahim.
Air ketuban, atau cairan amnion, adalah cairan bening yang mengelilingi janin selama kehamilan. Cairan ini memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin yang sehat. Namun, terkadang volume air ketuban dapat menjadi berlebih, suatu kondisi yang dikenal sebagai polihidramnion atau hidramnion. Kondisi ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi ibu hamil dan memerlukan perhatian medis yang cermat.
Apa Itu Air Ketuban Berlebih?
Air ketuban berlebih terjadi ketika volume cairan amnion di dalam kantung ketuban melebihi batas normal untuk usia kehamilan tertentu. Normalnya, volume air ketuban akan meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, mencapai puncaknya sekitar usia kehamilan 32-34 minggu, kemudian sedikit menurun hingga menjelang persalinan. Pada trimester ketiga, volume air ketuban normal biasanya berkisar antara 500 hingga 1000 ml. Jika pengukuran volume air ketuban melebihi 2000 ml, kondisi ini dikategorikan sebagai polihidramnion.
Diagnosis polihidramnion biasanya dilakukan melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG). Dokter akan mengukur kedalaman kantung cairan amnion di beberapa area perut ibu hamil, yang kemudian dihitung untuk mendapatkan indeks cairan amnion (Amniotic Fluid Index/AFI). AFI yang normal umumnya berkisar antara 5-25 cm. Jika AFI lebih dari 25 cm, maka dianggap sebagai polihidramnion.
Penyebab Air Ketuban Berlebih
Penyebab polihidramnion bisa bervariasi, dan terkadang penyebab pastinya tidak dapat diidentifikasi (idiopatik). Namun, beberapa faktor yang paling umum dikaitkan dengan kondisi ini meliputi:
Kelainan Janin: Sekitar 20-30% kasus polihidramnion disebabkan oleh kelainan pada janin. Ini bisa mencakup kelainan saluran cerna (seperti atresia duodenum atau esofagus yang menghalangi janin menelan cairan ketuban secara normal), kelainan neurologis (seperti cacat tabung saraf), atau kelainan genetik.
Diabetes Gestasional: Ibu hamil yang menderita diabetes gestasional atau diabetes sebelum kehamilan berisiko lebih tinggi mengalami polihidramnion. Kadar gula darah yang tinggi pada ibu dapat memengaruhi ginjal janin, menyebabkan peningkatan produksi urin oleh janin yang kemudian menambah volume cairan ketuban.
Infeksi: Infeksi virus atau bakteri tertentu pada ibu selama kehamilan, seperti toxoplasmosis, cytomegalovirus (CMV), rubella, atau parvovirus B19, dapat memicu peningkatan produksi cairan ketuban.
Kehamilan Kembar: Pada kehamilan kembar identik, terutama yang memiliki satu plasenta dan satu kantung ketuban (monokorionik monoamniotik), dapat terjadi fenomena transfusi janin ke janin (twin-to-twin transfusion syndrome/TTTS). Salah satu janin mungkin menerima lebih banyak darah dan cairan ketuban, sehingga mengalami polihidramnion, sementara janin lainnya mungkin kekurangan cairan (oligohidramnion).
Ketidakcocokan Golongan Darah: Meskipun jarang terjadi di era imunisasi, ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin (misalnya, rhesus negatif pada ibu dan rhesus positif pada janin) bisa memicu kondisi yang disebut inkompatibilitas rhesus, yang kadang-kadang berujung pada peningkatan produksi cairan ketuban.
Masalah Plasenta: Kelainan pada plasenta, seperti tumor plasenta (choriangioma), bisa memengaruhi keseimbangan cairan amnion.
Risiko dan Bahaya Air Ketuban Berlebih
Meskipun air ketuban memiliki fungsi pelindung, jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai risiko dan komplikasi bagi ibu dan janin, antara lain:
Persalinan Prematur: Rahim yang terlalu teregang karena volume cairan ketuban yang berlebih dapat memicu kontraksi dini dan persalinan prematur.
Solusio Plasenta: Peningkatan volume dan tekanan di dalam rahim dapat meningkatkan risiko plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya, yang merupakan kondisi darurat.
Kelahiran Sungsang atau Kelainan Letak Janin: Ruang gerak janin yang lebih luas akibat kelebihan cairan ketuban dapat menyebabkan janin sulit menemukan posisi kepala di bawah (posisi kepala terendap) menjelang persalinan.
Diabetes Gestasional yang Tidak Terkontrol: Jika polihidramnion disebabkan oleh diabetes gestasional yang tidak terkontrol, risiko komplikasi lain terkait diabetes seperti bayi besar (makrosomia) juga meningkat.
Kesulitan Bernapas pada Ibu: Rahim yang membesar secara ekstrem dapat menekan diafragma ibu, menyebabkan sesak napas dan ketidaknyamanan.
Kehamilan Post-term: Dalam beberapa kasus, polihidramnion bisa dikaitkan dengan risiko kehamilan lewat waktu (post-term).
Komplikasi Pascapersalinan: Setelah bayi lahir, ibu dapat mengalami perdarahan pascapersalinan (atonia uteri) karena rahim kehilangan tonusnya akibat peregangan berlebih.
Penanganan Air Ketuban Berlebih
Penanganan air ketuban berlebih sangat bergantung pada penyebabnya, tingkat keparahannya, dan usia kehamilan. Dokter akan melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu dan janin. Beberapa pilihan penanganan meliputi:
Pemantauan Ketat: Jika polihidramnion ringan dan ibu dalam kondisi stabil, dokter mungkin hanya akan melakukan pemantauan lebih sering menggunakan USG untuk mengukur volume cairan ketuban dan memantau pertumbuhan janin.
Mengatasi Penyebab Mendasar: Jika penyebabnya diketahui, seperti diabetes gestasional atau infeksi, penanganan akan difokuskan pada pengendalian kondisi tersebut. Misalnya, pengobatan diabetes gestasional dengan diet atau insulin, atau pengobatan infeksi jika memungkinkan.
Amnioreduksi: Pada kasus polihidramnion berat yang menyebabkan gejala signifikan bagi ibu (seperti sesak napas parah atau nyeri), dokter dapat melakukan prosedur pengeluaran sebagian cairan ketuban melalui jarum yang dimasukkan ke dalam kantung ketuban menggunakan panduan USG. Prosedur ini disebut amnioreduksi.
Obat-obatan: Dalam beberapa kasus, obat seperti indomethacin (sejenis obat antiinflamasi nonsteroid) dapat diresepkan untuk mengurangi produksi urin janin, yang pada gilirannya dapat menurunkan volume cairan ketuban. Namun, penggunaan obat ini harus di bawah pengawasan ketat dokter karena potensi risiko.
Persalinan: Jika kondisi semakin memburuk, atau jika kehamilan sudah mendekati aterm dan risiko lebih besar daripada manfaatnya untuk dilanjutkan, dokter dapat merekomendasikan induksi persalinan atau operasi caesar.
Penting bagi ibu hamil untuk selalu berkomunikasi dengan dokter atau bidan mengenai keluhan atau kekhawatiran yang dirasakan. Pemeriksaan rutin dan skrining kehamilan akan membantu mendeteksi kondisi seperti polihidramnion sejak dini, sehingga penanganan yang tepat dapat segera diberikan demi kesehatan ibu dan bayi.