Ilustrasi: Pentingnya penyaluran zakat melalui amil.
Zakat merupakan salah satu pilar utama dalam ajaran Islam, sebuah ibadah yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang mendalam. Kewajiban menunaikan zakat tidak hanya sekadar mengeluarkan sebagian harta, tetapi juga mengandung nilai kepedulian, keadilan, dan solidaritas antar sesama Muslim. Namun, dalam pelaksanaannya, seringkali muncul pertanyaan mendasar: apakah zakat harus melalui amil? Jawabannya tegas: ya, zakat idealnya harus melalui amil zakat.
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami siapa itu amil zakat. Secara etimologis, amil berasal dari kata 'amala' yang berarti bekerja atau beramal. Dalam konteks zakat, amil zakat adalah orang-orang yang ditunjuk atau diberi tugas oleh pemimpin umat Islam (pemerintah/lembaga resmi) untuk mengumpulkan, menghitung, mencatat, menjaga, serta mendistribusikan harta zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya (mustahik).
Peran amil ini sangat vital. Mereka adalah perpanjangan tangan umat dalam menjalankan kewajiban zakat. Keberadaan mereka memastikan bahwa zakat yang dikeluarkan dapat sampai kepada yang membutuhkan secara terorganisir, tepat sasaran, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Ada beberapa alasan kuat mengapa penyaluran zakat sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan untuk melalui amil zakat:
Salah satu fungsi utama amil adalah mengidentifikasi dan memverifikasi siapa saja yang berhak menerima zakat. Di antara delapan golongan mustahik yang disebutkan dalam Al-Qur'an (Surah At-Taubah ayat 60), terdapat kategori yang memerlukan penelitian dan kebijaksanaan. Misalnya, bagaimana membedakan antara fakir miskin yang benar-benar tidak memiliki harta sama sekali dengan mereka yang berkecukupan namun belum mencapai standar kemakmuran? Amil yang profesional dan berintegritas akan melakukan tugas ini dengan cermat, memastikan bantuan zakat tersalurkan kepada mereka yang paling membutuhkan, bukan kepada orang yang sebenarnya tidak berhak.
Mengumpulkan dan menyalurkan zakat adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan sistem, manajemen, dan sumber daya. Jika setiap muzakki (orang yang wajib zakat) langsung mendatangi setiap mustahik, akan terjadi inefisiensi yang luar biasa. Mustahik bisa saja menerima zakat dari banyak muzakki, sementara yang lain tidak mendapatkan sama sekali. Amil zakat, baik itu lembaga pemerintah (seperti BAZNAS di Indonesia) maupun lembaga amil zakat yang terakreditasi, memiliki sistem yang terorganisir. Mereka mampu mengumpulkan zakat dari ribuan, bahkan jutaan muzakki, lalu menyalurkannya secara merata dan terencana kepada jutaan mustahik. Ini memastikan distribusi zakat lebih adil dan efektif.
Dalam interaksi langsung antara muzakki dan mustahik, terkadang dapat timbul kesalahpahaman, kecurigaan, atau bahkan konflik. Misalnya, mustahik bisa merasa kurang puas dengan jumlah yang diterima, atau muzakki merasa kurang yakin apakah hartanya sudah tersalurkan dengan baik. Keberadaan amil sebagai pihak ketiga yang netral dan terpercaya dapat meminimalisir potensi masalah tersebut. Mereka bertindak sebagai mediator yang memastikan proses zakat berjalan lancar dan sesuai syariat.
Berdasarkan pandangan mayoritas ulama, keberadaan amil zakat adalah salah satu rukun atau syarat sahnya penunaian zakat, terutama dalam skala negara atau masyarakat yang luas. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah menunjuk para sahabat untuk menjadi amil zakat. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme institusional yang diakui dalam Islam untuk mengelola zakat. Jika seseorang menyerahkan zakatnya langsung kepada mustahik tanpa melalui amil, sebagian ulama berpendapat bahwa hal tersebut sah jika niatnya sudah terucap dan telah memenuhi syarat-syaratnya. Namun, dalam konteks pemerintahan dan lembaga zakat yang terorganisir, menyalurkan zakat melalui amil adalah cara yang lebih disempurnakan dan sangat dianjurkan untuk mendapatkan pahala yang lebih besar dan memastikan sistem zakat berjalan optimal.
Fungsi amil tidak hanya terbatas pada mendistribusikan zakat sebagai bantuan konsumtif. Banyak lembaga amil zakat yang kini berfokus pada program pemberdayaan mustahik. Mereka menggunakan dana zakat untuk modal usaha, pelatihan keterampilan, beasiswa pendidikan, atau pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat miskin. Pendekatan ini lebih berdampak jangka panjang, karena bertujuan untuk mengangkat derajat mustahik agar kelak mereka bisa menjadi muzakki.
Mengingat pentingnya peran amil, memilih lembaga atau individu amil yang tepat sangatlah krusial. Pastikan amil tersebut memiliki kriteria sebagai berikut:
Dengan menyalurkan zakat melalui amil yang terpercaya, kita telah turut berkontribusi dalam mewujudkan keadilan sosial, mengentaskan kemiskinan, dan membangun masyarakat yang lebih sejahtera sesuai dengan ajaran Islam. Zakat yang ditunaikan melalui amil bukan hanya gugur kewajiban, tetapi juga mendatangkan keberkahan dan keridaan Allah SWT.