Ilustrasi visual mengenai komunikasi dan konteks
Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi bukan sekadar pertukaran kata-kata. Ada lapisan makna yang tersembunyi di balik setiap ucapan atau tulisan. Kemampuan kita untuk memahami makna ini seringkali bergantung pada konteks. Inilah ranah wacana pragmatik, sebuah cabang linguistik yang mempelajari bagaimana makna diproduksi dan dipahami dalam situasi komunikasi yang sebenarnya.
Berbeda dengan semantik yang fokus pada makna leksikal dan gramatikal kata dan kalimat, pragmatik melihat bagaimana makna itu dibuat oleh pengguna bahasa. Ia mempertimbangkan faktor-faktor di luar struktur bahasa itu sendiri, seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, kapan, di mana, dan dalam tujuan apa. Pragmatik membantu kita menjawab pertanyaan mengapa seseorang mengatakan sesuatu dengan cara tertentu, dan bagaimana pendengar bisa menangkap maksud yang sebenarnya, bahkan jika kata-kata yang diucapkan secara harfiah berarti lain.
Pragmatik berakar pada gagasan bahwa bahasa adalah alat untuk melakukan tindakan (speech acts). Ketika kita berbicara, kita tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga melakukan tindakan seperti bertanya, memerintah, berjanji, meminta maaf, atau bahkan menggoda. Pemahaman wacana pragmatik melibatkan pengenalan tindakan-tindakan ini dan bagaimana cara mereka diekspresikan.
Konsep kunci dalam pragmatik adalah implikatur percakapan. Implikatur merujuk pada makna yang tersirat oleh penutur tetapi tidak secara eksplisit dinyatakan. Implikatur ini seringkali muncul karena kepatuhan (atau pelanggaran) terhadap prinsip kerja sama (cooperative principle) yang dikemukakan oleh H.P. Grice. Prinsip ini menyatakan bahwa partisipan dalam percakapan berusaha untuk membuat kontribusi mereka sesuai dengan tujuan percakapan pada saat di mana kontribusi itu terjadi.
Prinsip kerja sama ini dijabarkan dalam empat maksim (maxims):
Ketika salah satu maksim ini dilanggar secara gamblang, pendengar seringkali menyimpulkan makna implisit yang dimaksud oleh penutur. Inilah yang disebut "melanggar maksim untuk menciptakan implikatur."
Mari kita lihat beberapa contoh bagaimana wacana pragmatik bekerja:
Situasi: Dua teman, A dan B, sedang membicarakan seorang teman bersama, C.
A: "Bagaimana menurutmu tentang pekerjaan baru C?"
B: "Yah, dia sepertinya sangat senang dengan makan siangnya hari ini."
Analisis Pragmatik: Secara harfiah, B hanya mengomentari tentang kebiasaan makan C. Namun, B melanggar maksim relevansi. A bertanya tentang pekerjaan C, tetapi B menjawab tentang makan siang. Pendengar A mungkin akan menyimpulkan bahwa B sebenarnya tidak punya banyak hal positif untuk dikatakan tentang pekerjaan C, atau bahkan C tidak cocok dengan pekerjaan barunya.
Situasi: Seorang guru bertanya kepada muridnya.
Guru: "Bisakah kamu menjelaskan mengapa planet X berputar pada porosnya?"
Murid: "Karena gravitasi?"
Analisis Pragmatik: Pertanyaan guru adalah permintaan untuk penjelasan rinci. Jawaban murid yang singkat "Karena gravitasi?" mungkin secara harfiah tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Namun, jika murid memang memahami materi, jawabannya bisa ditafsirkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa ia mengetahui konsep dasarnya, tetapi mungkin merasa pertanyaan tersebut terlalu mendasar atau dia ingin guru mengonfirmasi pemahamannya sebelum memberikan detail lebih lanjut. Ini bisa menjadi cara untuk "menghemat" energi kognitif.
Salah satu elemen terpenting dalam pragmatik adalah konteks. Tanpa konteks, makna kata bisa menjadi sangat ambigu. Konteks tidak hanya mencakup latar fisik dan sosial, tetapi juga pengetahuan bersama antara penutur dan pendengar, serta tujuan percakapan.
Misalnya, kalimat "Kamu bisa menutup pintu?" bisa memiliki makna yang berbeda tergantung konteksnya. Jika diucapkan oleh seorang teman di rumah, itu mungkin sekadar pertanyaan tentang kemampuan. Namun, jika diucapkan oleh seseorang yang sedang kedinginan di dalam ruangan yang terbuka, kalimat tersebut bisa berfungsi sebagai permintaan atau perintah terselubung untuk menutup pintu.
Pemahaman pragmatik memungkinkan kita untuk membaca "di antara baris," mengenali sarkasme, ironi, humor, dan berbagai bentuk komunikasi tidak langsung lainnya. Ini adalah keterampilan kognitif dan sosial yang krusial untuk interaksi manusia yang efektif dan bermakna. Dengan memahami wacana pragmatik, kita dapat menjadi komunikator yang lebih baik dan juga penerima pesan yang lebih cerdas.