Dalam lautan kehidupan yang penuh dengan informasi, tantangan, dan pilihan, kita sering mencari panduan. Kita mendambakan kebijaksanaan yang dapat membawa kita pada keputusan yang benar, ketenangan batin, dan hidup yang bermakna. Alkitab, sebagai sumber hikmat ilahi, menawarkan banyak pelajaran berharga. Salah satu ayat yang paling fundamental dan mendalam adalah Amsal 9:10, yang menyatakan: "Permulaan hikmat ialah ketakutan akan TUHAN, dan pengetahuan tentang Yang Mahakudus ialah pengertian."
Ayat ini bukan sekadar pernyataan teologis; ia adalah fondasi fundamental untuk membangun kehidupan yang kokoh dan bermakna. Kata "takut" di sini tidak merujuk pada rasa ngeri atau fobia terhadap Tuhan, melainkan sebuah rasa hormat yang mendalam, kekaguman, dan kesadaran akan kebesaran serta kekudusan-Nya. Ini adalah kesadaran bahwa Tuhan adalah pencipta, penguasa, dan hakim segala sesuatu. Menyadari hal ini mendorong kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, menjauhi apa yang Dia benci, dan mendekat kepada apa yang Dia cintai.
Ketika kita memiliki rasa takut akan Tuhan, sikap hidup kita berubah. Kita tidak lagi hidup berdasarkan keinginan sesaat, opini publik, atau standar duniawi yang fana. Sebaliknya, kita mulai mengarahkan pandangan kita pada kebenaran abadi yang diwahyukan oleh Tuhan. Pengertian dan pengetahuan kita tentang realitas yang lebih besar, yaitu kehadiran dan kedaulatan Tuhan, mulai berkembang. Inilah yang dimaksud dengan "pengetahuan tentang Yang Mahakudus ialah pengertian." Pengertian di sini berarti memiliki pemahaman yang benar tentang siapa Tuhan itu, apa yang Dia inginkan, dan bagaimana kita seharusnya hidup di hadapan-Nya.
Mengapa rasa takut akan Tuhan menjadi permulaan hikmat? Karena Tuhan adalah sumber dari segala hikmat. Sama seperti kita tidak bisa memahami fisika tanpa mempelajari hukum-hukum fisika yang ditetapkan oleh alam semesta, kita juga tidak bisa memahami hikmat sejati tanpa mengakui dan menghormati Sang Pemberi hikmat itu sendiri. Melupakan Tuhan atau mengabaikan-Nya akan membuat kita berjalan dalam kegelapan kebodohan, meskipun kita mungkin merasa pintar atau berpengetahuan dalam hal-hal duniawi.
Dalam kehidupan sehari-hari, aplikasi dari Amsal 9:10 dapat kita lihat dalam berbagai aspek. Saat kita menghadapi godaan untuk berbuat curang, melakukan korupsi, atau menyakiti orang lain, rasa takut akan Tuhan akan mengingatkan kita bahwa segala tindakan kita dilihat oleh-Nya. Keinginan untuk menyenangkan Tuhan akan lebih kuat daripada keinginan sesaat untuk keuntungan pribadi yang tidak jujur. Ketika kita mengalami kesulitan atau kesedihan, ketakutan akan Tuhan yang disertai dengan iman akan memberikan kekuatan untuk bertahan, karena kita tahu bahwa Dia berdaulat atas segalanya dan memiliki rencana yang baik bagi kita.
Pengetahuan tentang Yang Mahakudus juga berarti memahami karakter Tuhan: kasih, keadilan, kesabaran, dan kemurahan-Nya. Ketika kita mengerti siapa Dia, kita juga mulai memahami nilai-nilai yang penting bagi-Nya. Inilah yang membentuk pengertian kita – kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang jahat, yang kekal dari yang sementara. Kebijaksanaan yang datang dari Tuhan tidak akan membuat kita sombong atau meremehkan orang lain, melainkan akan memampukan kita untuk hidup dengan rendah hati, penuh kasih, dan bijaksana dalam perkataan maupun perbuatan.
Di era modern ini, di mana pengetahuan begitu mudah diakses namun seringkali terpisah dari kearifan ilahi, Amsal 9:10 menjadi pengingat yang sangat relevan. Kita mungkin memiliki akses ke jutaan buku, kursus online, dan informasi tak terbatas, namun tanpa fondasi ketakutan akan Tuhan, semua itu bisa menjadi pengetahuan yang hampa atau bahkan menyesatkan. Kebijaksanaan sejati bukanlah sekadar akumulasi informasi, tetapi sebuah transformasi hati yang dimulai dari penghormatan kepada Sang Pencipta.
Mari kita renungkan ayat ini dalam kehidupan kita. Apakah kita telah menempatkan rasa takut akan Tuhan sebagai prioritas utama dalam pencarian hikmat kita? Apakah kita terus berusaha mengenal Dia lebih dalam melalui firman-Nya dan doa? Jika ya, maka kita berada di jalan yang benar menuju pengertian yang sejati. Jika tidak, marilah kita mulai hari ini dengan mengakui kebesaran-Nya, menghormati kedaulatan-Nya, dan memohon agar Dia membukakan mata rohani kita untuk memahami hikmat-Nya. Karena hanya dari sanalah, kebijaksanaan sejati yang kekal akan bersemi dalam hidup kita.