Dalam setiap lembaran kehidupan yang terbentang, kita senantiasa mencari arah, pedoman, dan makna yang mendalam. Kita merindukan kebijaksanaan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membawa ketenangan, kedamaian, dan keberhasilan sejati. Kitab Amsal, sebagai gudang hikmat ilahi, menawarkan panduan yang tak ternilai harganya. Salah satu ayat yang begitu mendasar dan kuat adalah Amsal 3 ayat 7.
Kata "takut" dalam konteks Alkitab, khususnya dalam Amsal, seringkali disalahartikan sebagai rasa ngeri atau ketakutan yang melumpuhkan. Namun, di sini, 'takut akan Tuhan' memiliki makna yang jauh lebih mulia dan mendalam. Ini adalah kekaguman yang tulus, rasa hormat yang mendalam, dan kesadaran akan keagungan, kekudusan, dan kuasa Tuhan yang tak terbatas. Takut akan Tuhan berarti mengakui bahwa Dia adalah Sang Pencipta, Penguasa, dan Hakim atas segala sesuatu. Ini adalah pengakuan bahwa kehendak-Nya lebih tinggi dari kehendak kita, dan bahwa jalan-Nya adalah jalan yang terbaik.
Ketika kita benar-benar takut akan Tuhan, kita akan memiliki sikap yang benar terhadap hidup ini. Kita tidak akan mudah tergoda oleh kesombongan diri sendiri, tidak akan merasa lebih pintar dari Tuhan, atau meremehkan ajaran-Nya. Sebaliknya, kita akan selalu bersedia belajar, rendah hati, dan menundukkan diri pada kehendak-Nya.
Ayat ini secara tegas memperingatkan kita untuk tidak menganggap diri sendiri bijak. Kesombongan diri adalah akar dari banyak kesalahan dan kegagalan. Ketika kita terlalu yakin dengan pemahaman kita sendiri, kita menjadi tertutup terhadap nasihat, teguran, dan ajaran dari sumber yang lebih tinggi. Kita berhenti mencari kebenaran yang sejati, dan mulai hidup berdasarkan akal budi manusia yang terbatas dan seringkali cacat.
Menganggap diri sendiri bijak bisa bermanifestasi dalam berbagai cara: menolak saran dari orang yang lebih berpengalaman, mengabaikan prinsip-prinsip moral yang telah teruji zaman, atau merasa bahwa kita sudah tahu segalanya. Sikap ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Kehidupan yang dijalani tanpa kerendahan hati dan tanpa mengakui keterbatasan diri adalah kehidupan yang rapuh dan berpotensi jatuh ke dalam jurang kesesatan.
Bagian kedua dari ayat ini, "jauhilah kejahatan," adalah konsekuensi logis dan tak terpisahkan dari takut akan Tuhan. Ketika hati kita dipenuhi dengan rasa hormat dan kekaguman kepada Tuhan, secara alami kita akan memiliki keengganan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan sifat-Nya yang kudus. Kejahatan, dalam segala bentuknya, adalah perlawanan terhadap kehendak Tuhan dan merusak citra-Nya dalam diri kita.
Menjauhi kejahatan bukan hanya berarti menghindari tindakan-tindakan kriminal yang jelas. Ini juga mencakup menjauhi pikiran-pikiran jahat, perkataan yang merusak, perbuatan curang, keserakahan, iri hati, dan segala bentuk dosa yang memisahkan kita dari Tuhan. Ini adalah sebuah komitmen aktif untuk memilih jalan kebenaran, integritas, dan kasih, bahkan ketika jalan itu mungkin lebih sulit.
Amsal 3:7 bukanlah sekadar nasihat moral biasa. Ini adalah pernyataan prinsip fundamental yang menjadi fondasi bagi kehidupan yang bijak, tenang, dan diberkati. Dengan takut akan Tuhan, kita mendapatkan pandangan yang benar tentang diri kita sendiri dan tentang dunia di sekitar kita. Kita belajar untuk bergantung pada hikmat-Nya, bukan pada pemahaman kita yang terbatas.
Ketika kita mempraktikkan Amsal 3:7, kita membuka diri untuk menerima berkat-berkat yang dijanjikan dalam Kitab Amsal: keselamatan, umur panjang, kebijaksanaan, keadilan, dan kedamaian. Takut akan Tuhan adalah awal dari segala hikmat. Ia melindungi kita dari kesesatan dan menuntun langkah kita di jalan yang lurus. Maka, marilah kita senantiasa merenungkan dan menerapkan kebenaran Amsal 3:7 dalam setiap aspek kehidupan kita, agar kita dapat berjalan dengan kerendahan hati, integritas, dan hikmat yang sejati.
Semoga renungan ini memberikan inspirasi dan penguatan bagi Anda.
Baca juga: Renungan Amsal 3 Ayat 5