Ilustrasi: Keuntungan yang Merusak
Kitab Amsal, sebuah kumpulan hikmat dari Raja Salomo, sering kali menyajikan perbandingan tajam antara jalan orang benar dan jalan orang fasik. Salah satu ayat yang sangat menggugah dan memberikan peringatan keras adalah Amsal 15:27: "Siapa menahan upah dengan curang, ia membuang barang yang berharga, tetapi siapa mengumpulkan hadiah-hadiah menjadi kebencian." Ayat ini mungkin terdengar sederhana, namun di dalamnya terkandung peringatan mendalam tentang bahaya kecurangan dan sifat merusak dari ketamakan yang berlebihan.
Amsal 15:27: "Siapa menahan upah dengan curang, ia membuang barang yang berharga, tetapi siapa mengumpulkan hadiah-hadiah menjadi kebencian."
Ayat ini berbicara tentang dua aspek utama yang saling berkaitan: menahan upah dengan curang dan mengumpulkan hadiah-hadiah. Mari kita bedah satu per satu untuk memahami implikasinya dalam kehidupan kita.
Frasa "menahan upah dengan curang" secara harfiah merujuk pada tindakan seseorang yang berutang budi atau jasa kepada orang lain, namun menolak untuk memberikan imbalan yang semestinya. Ini bisa berarti menunda pembayaran gaji karyawan, tidak membayar vendor sesuai kesepakatan, atau bahkan memanfaatkan orang yang lemah untuk keuntungan pribadi tanpa memberikan kompensasi yang adil. Tindakan semacam ini tidak hanya merampas hak orang lain, tetapi juga merupakan bentuk penipuan dan ketidakadilan yang sangat tercela di mata Tuhan.
Mengapa ini disebut "membuang barang yang berharga"? Barang yang berharga di sini bisa diartikan sebagai kepercayaan, integritas, reputasi, dan bahkan hubungan baik. Ketika seseorang berlaku curang dalam urusan finansial, ia tidak hanya kehilangan kepercayaan dari orang yang ditipunya, tetapi juga merusak nilai dirinya sendiri. Ia membuang potensi untuk membangun hubungan yang langgeng berdasarkan kejujuran dan keadilan. Lebih jauh lagi, tindakan ini sering kali menimbulkan karma buruk, di mana ia pada akhirnya akan mengalami kerugian atau penolakan serupa.
Bagian kedua ayat ini, "siapa mengumpulkan hadiah-hadiah menjadi kebencian," memberikan peringatan yang lebih halus namun sama berbahayanya. Istilah "hadiah-hadiah" di sini bisa diartikan sebagai suap, sogokan, atau keuntungan haram yang dikumpulkan secara terus-menerus. Seseorang mungkin merasa bangga dengan kekayaan yang ia kumpulkan melalui cara-cara yang tidak bersih. Ia mungkin melihatnya sebagai tanda keberhasilan atau kekuatan.
Namun, hikmat ilahi mengungkapkan bahwa akumulasi kekayaan semacam itu justru akan mendatangkan kebencian. Mengapa? Pertama, ia menciptakan jurang pemisah antara dirinya dengan orang-orang yang jujur dan adil. Ia terisolasi oleh keserakahannya. Kedua, orang-orang di sekitarnya, yang mungkin mengetahui atau mencurigai cara ia mendapatkan kekayaannya, akan mulai membencinya. Bukan kekaguman yang ia dapatkan, melainkan rasa jijik dan ketidakpercayaan. Ketiga, dan yang paling penting, Tuhan membenci ketidakadilan dan kecurangan. Kekayaan yang didapat dengan cara yang salah adalah kekayaan yang tidak akan diberkati, bahkan bisa mendatangkan kutuk.
Amsal 15:27 bukan sekadar nasehat moral biasa, melainkan sebuah kebenaran rohani yang memiliki dampak besar bagi kehidupan orang percaya. Dalam konteks iman Kristen, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas, kejujuran, dan keadilan. Ketaatan kita kepada Tuhan harus tercermin dalam segala aspek kehidupan kita, termasuk urusan keuangan dan hubungan dengan sesama.
Ayat ini mengajarkan kita untuk waspada terhadap godaan kekayaan yang datang dari jalan pintas atau cara-cara yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Berapapun jumlahnya, keuntungan yang didapat dengan menipu atau menyuap akan selalu membawa kehancuran, bukan kedamaian. Sebaliknya, berkat Tuhan sering kali datang melalui kerja keras yang jujur, pelayanan yang tulus, dan kemurahan hati kepada sesama.
Kita juga diingatkan untuk tidak menjadi orang yang "mengumpulkan hadiah-hadiah" dalam arti mengabaikan suara hati nurani demi keuntungan materi. Keserakahan adalah akar dari berbagai kejahatan, dan ia dapat merusak hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Mari kita jadikan Amsal 15:27 sebagai renungan pribadi agar kita senantiasa menjaga integritas, menjauhi segala bentuk kecurangan, dan hidup dalam kelimpahan berkat yang murni dari Tuhan.