Dalam perjalanan hidup, kita sering dihadapkan pada berbagai pilihan, termasuk dalam memilih siapa yang akan kita jadikan sahabat. Pilihan ini mungkin terlihat sepele, namun dampaknya bisa sangat mendalam, membentuk karakter, arah hidup, bahkan nasib kita. Kitab Amsal, sebuah kumpulan hikmat kuno, menawarkan panduan yang sangat berharga dalam hal ini melalui Amsal 13 ayat 20:
Ayat ini, singkat namun padat makna, melukiskan sebuah prinsip universal tentang pengaruh pertemanan. Ia menggarisbawahi bahwa kita cenderung menyerap sifat, sikap, dan nilai-nilai dari orang-orang yang paling sering berinteraksi dengan kita. Ini adalah hukum penularan sosial yang kuat, baik dalam hal positif maupun negatif.
Frasa "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak" adalah sebuah janji sekaligus tantangan. Orang bijak dalam konteks Alkitab bukanlah sekadar mereka yang memiliki pengetahuan luas atau kepintaran akademis. Orang bijak adalah mereka yang takut akan Tuhan, yang hidup sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, yang memiliki pengendalian diri, kejujuran, integritas, dan visi hidup yang lurus.
Ketika kita memilih untuk bergaul dengan individu-individu seperti ini, kita membuka diri pada pengaruh yang membangun. Mereka dapat memberikan nasihat yang sehat di saat kita ragu, mengingatkan kita ketika kita tersesat, dan menginspirasi kita untuk berjuang meraih standar yang lebih tinggi. Diskusi dengan mereka bukan hanya pertukaran ide, tetapi juga kesempatan untuk belajar tentang perspektif yang lebih jernih, kesabaran, dan ketekunan. Mereka mungkin menunjukkan kepada kita cara berpikir yang lebih strategis, kebiasaan yang produktif, dan nilai-nilai moral yang kokoh. Perlahan namun pasti, nilai-nilai dan cara pandang bijak ini akan meresap ke dalam diri kita, membentuk karakter kita menjadi lebih baik.
Bayangkan sebuah wadah yang bersih. Jika wadah itu diisi dengan air jernih, ia akan tetap bersih. Demikian pula, jika kita mengelilingi diri dengan orang-orang yang memiliki pola pikir dan tindakan yang benar, kita akan cenderung bertumbuh ke arah yang sama. Kebijaksanaan mereka akan menjadi semacam "filter" positif bagi pilihan dan keputusan kita.
Sebaliknya, bagian kedua dari ayat tersebut, "tetapi teman orang bebal akan celaka," memberikan peringatan keras. Orang bebal bukanlah mereka yang tidak berpengetahuan, tetapi mereka yang menolak hikmat dan kebenaran, yang cenderung bertindak impulsif, egois, tidak bertanggung jawab, dan sering kali terlibat dalam perilaku merusak diri sendiri atau orang lain. Mereka mungkin tenggelam dalam kesombongan, kemalasan, ketidakjujuran, atau gaya hidup yang tidak sehat.
Bergaul dengan orang bebal berarti membiarkan diri kita terekspos pada pengaruh yang menghancurkan. Nasihat mereka mungkin menyesatkan, godaan mereka mungkin menggoda, dan kebiasaan mereka mungkin menular. Tanpa disadari, kita bisa terbawa arus ke dalam kesalahan yang sama, terjerat dalam masalah yang mereka hadapi, atau mengadopsi pola pikir yang merugikan. Celaka yang dimaksud bisa beragam bentuknya: kehancuran finansial, rusaknya reputasi, hilangnya kesempatan berharga, masalah hubungan, bahkan kerusakan moral dan spiritual.
Sama seperti wadah yang bersih yang diisi dengan air kotor, ia akan menjadi kotor. Lingkungan pertemanan yang buruk dapat mengikis nilai-nilai baik yang sudah ada, menumbuhkan kebiasaan buruk, dan membuat kita kehilangan arah. Jalan yang diambil oleh orang bebal sering kali mengarah pada kehancuran, dan jika kita terus berjalan bersama mereka, ada kemungkinan besar kita akan menemui nasib yang sama.
Amsal 13:20 bukanlah ajakan untuk menjadi penyendiri atau anti-sosial. Alkitab justru mengajarkan pentingnya komunitas dan persahabatan. Namun, ayat ini adalah seruan yang tegas untuk menjadi selektif dalam memilih teman. Kita perlu menggunakan kebijaksanaan dan hikmat Ilahi untuk menilai karakter seseorang, bukan hanya berdasarkan kesenangan sesaat atau popularitas, tetapi berdasarkan nilai-nilai fundamental yang mereka pegang.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan adalah: "Apakah teman-teman saya menarik saya lebih dekat kepada Tuhan dan ke arah kehidupan yang lebih baik, atau justru menjauhkan saya?" Apakah mereka membangun atau menghancurkan? Apakah mereka mendorong saya untuk berkembang, atau menarik saya ke bawah?"
Memilih teman yang bijak adalah investasi jangka panjang bagi pertumbuhan diri. Ini adalah langkah proaktif untuk melindungi diri dari pengaruh buruk dan untuk terus bertumbuh dalam hikmat, karakter, dan tujuan hidup yang benar. Marilah kita mengelilingi diri dengan orang-orang yang mencerminkan cahaya kebenaran, sehingga hidup kita pun dapat bersinar dan membawa berkat bagi orang lain.