Penyebab Air Ketuban Sedikit pada Ibu Hamil: Mengenali Tanda dan Bahayanya

Janin

Air ketuban, atau cairan amnion, merupakan elemen vital selama kehamilan. Cairan ini tidak hanya melindungi janin dari benturan dan menjaga suhu rahim tetap stabil, tetapi juga memainkan peran penting dalam perkembangan paru-paru dan sistem pencernaan janin. Volume air ketuban yang normal biasanya berfluktuasi sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya di usia kehamilan sekitar 34-36 minggu, lalu sedikit menurun menjelang persalinan. Namun, kondisi ketika air ketuban lebih sedikit dari yang seharusnya, dikenal sebagai oligohidramnion, dapat menimbulkan kekhawatiran dan memerlukan perhatian medis segera.

Apa Itu Air Ketuban Sedikit (Oligohidramnion)?

Oligohidramnion adalah kondisi kehamilan di mana jumlah cairan ketuban jauh lebih sedikit dari rentang normal untuk usia kehamilan tersebut. Pengukuran volume air ketuban biasanya dilakukan melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) dengan metode indeks cairan ketuban (AFI - Amniotic Fluid Index) atau kantong vertikal terbesar (SVP - Single Vertical Pocket). Dokter akan menginterpretasikan hasil ini untuk menentukan apakah volume air ketuban Anda mencukupi atau tidak.

Penyebab Air Ketuban Sedikit pada Ibu Hamil

Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya volume air ketuban. Memahami penyebab-penyebab ini penting agar ibu hamil dapat melakukan pencegahan dan penanganan yang tepat:

1. Masalah pada Ginjal dan Sistem Kemih Janin

Salah satu penyebab paling umum dari oligohidramnion adalah ketika janin tidak memproduksi urin dalam jumlah yang cukup. Urin janin adalah komponen utama dari air ketuban setelah trimester pertama. Jika janin memiliki kelainan pada ginjal atau saluran kemihnya, produksi urinnya bisa terganggu. Kelainan ini bisa berkisar dari masalah ringan hingga kelainan yang lebih serius seperti ginjal polikistik atau atresia duodenum.

2. Kebocoran atau Pecah Ketuban Dini

Meskipun sering dikaitkan dengan tanda persalinan, terkadang selaput ketuban bisa robek atau bocor sebelum waktunya, menyebabkan keluarnya air ketuban secara perlahan. Jika ini terjadi, volume cairan ketuban bisa terus berkurang.

3. Gangguan pada Plasenta

Plasenta yang tidak berfungsi dengan baik juga bisa menjadi penyebab oligohidramnion. Plasenta yang mengalami insufisiensi plasenta kronis (placental insufficiency) tidak dapat menyalurkan nutrisi dan oksigen yang cukup ke janin, serta tidak dapat mengatur keseimbangan cairan dengan baik. Ini bisa menyebabkan produksi urin janin menurun, yang pada gilirannya mengurangi volume air ketuban.

4. Kehamilan Lewat Waktu (Post-term Pregnancy)

Pada kehamilan yang melewati usia kehamilan 40 minggu, risiko oligohidramnion meningkat. Fungsi plasenta cenderung menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, dan tubuh janin mungkin mulai menyerap kembali cairan ketuban.

5. Kelainan Kromosom pada Janin

Beberapa kelainan kromosom pada janin, seperti sindrom Down atau trisomi 18, dikaitkan dengan peningkatan risiko oligohidramnion. Hal ini karena kelainan tersebut dapat memengaruhi perkembangan organ janin, termasuk sistem kemih.

6. Ibu Hamil Memiliki Kondisi Tertentu

Kondisi kesehatan ibu hamil juga dapat berkontribusi. Tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes gestasional yang tidak terkontrol, preeklampsia, infeksi pada rahim, atau bahkan dehidrasi parah pada ibu bisa memengaruhi suplai cairan ke janin dan produksi air ketuban.

7. Obat-obatan Tertentu

Beberapa jenis obat-obatan, seperti penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme inhibitors) yang terkadang diresepkan untuk tekanan darah tinggi, dapat memengaruhi perkembangan ginjal janin dan berpotensi menyebabkan oligohidramnion.

Bahaya Air Ketuban Sedikit

Kadar air ketuban yang rendah dapat menimbulkan risiko serius bagi janin, antara lain:

Apa yang Harus Dilakukan?

Jika Anda didiagnosis mengalami oligohidramnion, jangan panik. Segera konsultasikan dengan dokter kandungan Anda. Dokter akan melakukan evaluasi lebih lanjut, memantau kondisi janin secara ketat, dan menentukan penanganan yang paling sesuai. Penanganan bisa meliputi:

Penting untuk selalu berkomunikasi terbuka dengan tenaga medis Anda mengenai setiap kekhawatiran yang Anda miliki selama kehamilan.

🏠 Homepage