Air ketuban adalah cairan penting yang mengelilingi janin di dalam rahim selama kehamilan. Cairan ini berperan krusial dalam melindungi janin dari benturan, menjaga suhu rahim tetap stabil, mencegah tali pusat tertekan, serta memungkinkan janin bergerak bebas untuk perkembangan otot dan paru-parunya. Pada trimester akhir kehamilan, khususnya saat memasuki usia kehamilan 9 bulan, jumlah air ketuban biasanya berada pada puncaknya sebelum perlahan berkurang menjelang persalinan. Namun, jika penurunan jumlah air ketuban terjadi secara signifikan, kondisi ini perlu diwaspadai karena bisa menjadi tanda adanya masalah.
Berkurangnya volume air ketuban dikenal dengan istilah oligohidramnion. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dan beberapa di antaranya sangat relevan ketika kehamilan sudah mencapai usia 9 bulan. Memahami penyebabnya adalah langkah awal untuk penanganan yang tepat.
Salah satu penyebab paling langsung dari berkurangnya air ketuban adalah kebocoran. Kadang-kadang, selaput ketuban bisa robek secara parsial atau merembes. Jika ini terjadi, air ketuban akan keluar sedikit demi sedikit. Gejalanya bisa berupa keluarnya cairan bening atau kekuningan yang terasa hangat dari vagina, yang berbeda dari keputihan biasa karena volumenya lebih banyak dan tidak berbau.
Air ketuban sebagian besar diproduksi oleh ginjal janin yang sehat. Jika janin memiliki masalah pada ginjal atau saluran kemihnya, seperti kelainan ginjal kongenital, sumbatan pada saluran kemih, atau bahkan tidak adanya ginjal, maka produksi air ketuban akan berkurang drastis. Kelainan ini biasanya sudah bisa terdeteksi melalui USG prenatal.
Plasenta memiliki peran vital dalam menyalurkan nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin, serta dalam mengatur keseimbangan cairan. Jika plasenta mengalami insufisiensi, artinya fungsinya menurun, maka aliran darah ke janin bisa berkurang. Hal ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan janin, tetapi juga dapat berdampak pada produksi air ketuban. Plasenta yang menua sebelum waktunya atau mengalami masalah vaskularisasi bisa menjadi penyebabnya.
Kehamilan yang berlangsung lebih dari 40 minggu atau 42 minggu tergolong kehamilan lewat waktu. Pada kondisi ini, produksi air ketuban cenderung menurun secara alami. Plasenta juga mulai menua dan fungsinya bisa berkurang, sehingga asupan cairan untuk janin tidak lagi optimal. Ibu hamil yang melewati tanggal perkiraan lahir harus rutin dipantau.
Jika ada kondisi yang menyebabkan tali pusat tertekan, seperti lilitan tali pusat yang terlalu ketat, penurunan drastis gerakan janin, atau posisi janin tertentu, ini dapat memengaruhi aliran darah dan nutrisi ke janin, yang pada gilirannya bisa berdampak pada produksi air ketuban.
Meskipun dampaknya mungkin tidak secepat faktor lain, dehidrasi kronis pada ibu hamil bisa memengaruhi volume cairan tubuh secara keseluruhan, termasuk air ketuban. Memastikan asupan cairan yang cukup sangat penting, terutama di akhir kehamilan.
Preeklampsia adalah kondisi serius yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urine setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklampsia dapat memengaruhi fungsi plasenta, yang kemudian berpotensi menyebabkan berkurangnya air ketuban.
Beberapa jenis obat, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang dikonsumsi di akhir kehamilan, berpotensi mengurangi volume air ketuban. Penggunaan obat apa pun saat hamil sebaiknya selalu di bawah pengawasan dokter.
Berkurangnya air ketuban, terutama jika signifikan, dapat menimbulkan risiko bagi janin. Janin bisa mengalami keterbatasan gerak yang berdampak pada perkembangan tulang, otot, dan paru-paru. Risiko kompresi tali pusat juga meningkat, yang dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen ke janin. Selain itu, berkurangnya air ketuban juga dapat meningkatkan risiko kesulitan persalinan, seperti persalinan macet atau bayi lahir dengan skor Apgar rendah.
Oleh karena itu, jika Anda sedang hamil 9 bulan dan merasakan gejala atau ada kekhawatiran mengenai jumlah air ketuban, segera konsultasikan dengan dokter atau bidan Anda. Dokter akan melakukan pemeriksaan, termasuk USG, untuk mengukur indeks cairan ketuban (AFI) dan mengevaluasi kondisi janin. Penanganan akan disesuaikan dengan penyebab dan kondisi kehamilan Anda, yang mungkin meliputi peningkatan hidrasi, pemantauan ketat, induksi persalinan, atau bahkan persalinan caesar jika diperlukan untuk keselamatan ibu dan bayi.