Penyebab Air Ketuban Berkurang

Simbol Tetesan Air 💧

Air ketuban adalah cairan pelindung yang mengelilingi janin di dalam rahim selama kehamilan. Cairan ini memiliki peran yang sangat penting, mulai dari melindungi janin dari benturan, menjaga suhu rahim tetap stabil, hingga membantu perkembangan paru-paru dan sistem pencernaan janin. Volume air ketuban akan terus bertambah seiring perkembangan kehamilan, mencapai puncaknya di usia kehamilan sekitar 30-34 minggu, lalu perlahan menurun menjelang persalinan.

Namun, terkadang terjadi kondisi di mana jumlah air ketuban berkurang secara signifikan dari jumlah normal. Kondisi ini dikenal sebagai oligohidramnion dan dapat menimbulkan kekhawatiran serius bagi ibu hamil dan janinnya. Mengenali penyebab air ketuban berkurang sangatlah penting agar penanganan yang tepat dapat segera dilakukan.

Penyebab Umum Air Ketuban Berkurang

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan volume air ketuban berkurang. Beberapa penyebab umum antara lain:

1. Gangguan pada Ginjal Janin

Salah satu penyebab paling umum berkurangnya air ketuban adalah adanya masalah pada perkembangan ginjal janin. Air ketuban sebagian besar diproduksi oleh urine janin. Jika ginjal janin tidak berkembang dengan baik atau mengalami kelainan, produksi urine akan menurun, yang secara langsung berdampak pada volume air ketuban. Kelainan ini bisa berupa ginjal yang tidak ada (agenesis ginjal), ginjal yang kista (penyakit ginjal polikistik), atau obstruksi pada saluran kemih janin.

2. Gangguan pada Plasenta

Plasenta (ari-ari) adalah organ vital yang menghubungkan ibu dan janin, berperan dalam penyaluran nutrisi dan oksigen. Jika plasenta tidak berfungsi dengan baik atau mengalami masalah seperti solusio plasenta (plasenta lepas dari dinding rahim) atau insufisiensi plasenta (plasenta tidak mampu menyuplai kebutuhan janin dengan cukup), maka dapat memengaruhi suplai cairan ke janin, termasuk produksi urine yang berujung pada berkurangnya air ketuban.

3. Kelainan pada Selaput Ketuban

Meskipun lebih jarang terjadi, kelainan pada selaput ketuban (membran amnion) juga bisa menjadi penyebab. Misalnya, jika ada kebocoran pada selaput ketuban, air ketuban dapat keluar sedikit demi sedikit tanpa disadari oleh ibu.

4. Kebocoran Air Ketuban

Kebocoran air ketuban bisa terjadi akibat pecahnya ketuban dini (PROM - Premature Rupture of Membranes). Jika selaput ketuban pecah sebelum waktunya, air ketuban akan keluar dan volumenya bisa berkurang drastis.

5. Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR)

Janin yang mengalami keterlambatan pertumbuhan (Intrauterine Growth Restriction - IUGR) seringkali juga memiliki volume air ketuban yang berkurang. Hal ini seringkali berkaitan dengan masalah pada plasenta atau nutrisi yang diterima janin.

6. Kehamilan Kembar dengan Pola Tertentu

Pada kehamilan kembar, terutama pada kasus Twin-to-Twin Transfusion Syndrome (TTTS), di mana terjadi ketidakseimbangan aliran darah antara janin, salah satu janin bisa mengalami oligohidramnion sementara janin lainnya polihidramnion (kelebihan air ketuban).

7. Kondisi Kesehatan Ibu

Beberapa kondisi kesehatan ibu hamil juga dapat dikaitkan dengan berkurangnya air ketuban, meskipun mekanismenya mungkin lebih kompleks. Ini termasuk:

8. Kehamilan Lewat Waktu (Postdate Pregnancy)

Janin yang lahir setelah usia kehamilan 40 minggu berisiko mengalami penurunan volume air ketuban karena proses penyerapan air ketuban oleh janin menjadi lebih dominan.

Pentingnya Memantau Air Ketuban

Penurunan volume air ketuban yang signifikan adalah kondisi yang memerlukan perhatian medis segera. Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengukur indeks cairan ketuban (Amniotic Fluid Index - AFI). Jika AFI berada di bawah normal, dokter akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan penyebabnya dan merencanakan penanganan yang sesuai. Penanganan bisa berupa perubahan gaya hidup, pemberian cairan infus, hingga induksi persalinan jika kondisi dinilai membahayakan janin.

Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter atau bidan agar setiap potensi masalah dapat terdeteksi sejak dini. Perhatikan juga tanda-tanda seperti penurunan gerakan janin, keluarnya cairan dari vagina, atau nyeri perut yang tidak biasa, dan segera laporkan kepada tenaga medis.

🏠 Homepage