Mengubah Aliran Keruh Menjadi Sumber Kehidupan: Panduan Lengkap Pengolahan Air Sungai
Air adalah esensi kehidupan. Ketersediaannya dalam kondisi bersih dan aman merupakan pilar utama bagi kesehatan masyarakat, kemajuan industri, dan kelestarian lingkungan. Sungai, sebagai arteri bumi, telah menjadi sumber air utama bagi peradaban manusia selama ribuan tahun. Namun, seiring dengan pertumbuhan populasi dan aktivitas industri, kualitas air sungai di berbagai belahan dunia mengalami degradasi yang signifikan. Air yang tampak melimpah di aliran sungai seringkali tidak dapat langsung dimanfaatkan karena mengandung berbagai kontaminan, mulai dari lumpur, bakteri berbahaya, hingga zat kimia beracun. Di sinilah proses krusial bernama pengolahan air sungai menjadi air bersih memegang peranan vital.
Proses ini bukanlah sekadar penyaringan sederhana, melainkan sebuah rangkaian tahapan rekayasa fisika, kimia, dan biologi yang kompleks dan terukur. Tujuannya adalah untuk mengubah air baku (raw water) yang keruh, berbau, dan penuh dengan mikroorganisme berbahaya menjadi air bersih yang tidak hanya jernih secara visual, tetapi juga memenuhi standar baku mutu kesehatan yang ketat. Memahami setiap langkah dalam proses ini memberikan kita wawasan mendalam tentang betapa berharganya setiap tetes air bersih yang kita nikmati setiap hari.
Bab 1: Mengenal Musuh Tak Kasat Mata - Karakteristik Air Sungai
Sebelum memulai proses pengolahan, langkah pertama dan paling fundamental adalah memahami karakteristik air baku dari sungai yang akan diolah. Setiap sungai memiliki "sidik jari" unik yang dipengaruhi oleh geologi daerah aliran sungai, iklim, musim, dan tentu saja, aktivitas manusia di sekitarnya. Karakteristik ini dapat dibagi menjadi tiga parameter utama: fisik, kimia, dan biologis.
Parameter Fisik: Yang Terlihat dan Terasa
Parameter fisik adalah sifat-sifat air yang dapat kita amati dengan panca indera atau alat ukur sederhana. Meskipun tampak sepele, parameter ini sangat menentukan desain dan efektivitas unit pengolahan air.
- Kekeruhan (Turbidity): Ini adalah ukuran tingkat kejernihan air. Kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel tersuspensi yang sangat halus seperti tanah liat, lumpur, bahan organik, dan mikroorganisme. Air yang keruh tidak hanya tidak sedap dipandang, tetapi juga dapat melindungi patogen dari proses disinfeksi dan menyumbat filter. Kekeruhan diukur dalam satuan Nephelometric Turbidity Units (NTU).
- Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solids - TSS): Berbeda dengan kekeruhan yang mengukur efek optik, TSS adalah pengukuran berat aktual dari partikel padat yang melayang di dalam air. Partikel ini dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi dan filtrasi. Konsentrasi TSS yang tinggi dapat menyebabkan penumpukan sedimen di pipa dan tangki pengolahan.
- Warna: Warna pada air sungai umumnya disebabkan oleh bahan organik terlarut, seperti tanin dari daun dan kayu yang membusuk, atau dari limbah industri (misalnya, industri tekstil). Warna ini perlu dihilangkan karena alasan estetika dan karena dapat bereaksi dengan disinfektan seperti klorin membentuk senyawa samping yang berbahaya.
- Suhu: Suhu air mempengaruhi banyak aspek pengolahan. Suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat reaksi kimia (seperti koagulasi) dan laju pertumbuhan mikroorganisme. Sebaliknya, air yang sangat dingin bisa membuat proses koagulasi menjadi kurang efisien.
- Bau dan Rasa: Bau dan rasa yang tidak sedap pada air sungai biasanya disebabkan oleh dekomposisi bahan organik, pertumbuhan alga (ganggang), atau pencemaran limbah industri. Penghilangan bau dan rasa seringkali memerlukan perlakuan khusus seperti penggunaan karbon aktif.
Parameter Kimia: Komposisi Terlarut
Parameter kimia berkaitan dengan zat-zat kimia yang terlarut di dalam air. Banyak di antaranya tidak dapat dilihat, namun memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan manusia dan efektivitas proses pengolahan.
- pH (Derajat Keasaman): pH adalah ukuran tingkat keasaman atau kebasaan air. Skalanya berkisar dari 0 hingga 14, dengan 7 sebagai titik netral. Air sungai biasanya memiliki pH antara 6.5 hingga 8.5. Tingkat pH sangat krusial karena efektivitas proses koagulasi dan disinfeksi sangat bergantung padanya. pH yang terlalu rendah (asam) dapat bersifat korosif, sedangkan pH yang terlalu tinggi (basa) dapat menyebabkan pengendapan mineral.
- Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen - DO): DO adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air dan sangat penting bagi kehidupan akuatik. Tingkat DO yang rendah biasanya mengindikasikan adanya pencemaran organik yang berat, karena bakteri yang mengurai bahan organik tersebut mengonsumsi oksigen dalam jumlah besar.
- Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand - BOD): BOD adalah ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik untuk mengurai bahan organik dalam air. Semakin tinggi nilai BOD, semakin tinggi tingkat pencemaran organik di dalam air.
- Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand - COD): Serupa dengan BOD, COD mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik dalam air secara kimia. Nilai COD hampir selalu lebih tinggi dari BOD karena ia juga mengukur bahan organik yang sulit diurai secara biologis.
- Logam Berat: Ini adalah kontaminan yang sangat berbahaya. Logam seperti Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Kadmium (Cd), dan Arsenik (As) dapat berasal dari limbah industri, pertambangan, atau limpasan pertanian. Logam berat bersifat toksik bahkan dalam konsentrasi yang sangat rendah dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia, menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius.
- Nutrien (Nitrat dan Fosfat): Keberadaan nitrat dan fosfat yang berlebihan, biasanya berasal dari pupuk pertanian dan limbah domestik, dapat menyebabkan fenomena eutrofikasi. Eutrofikasi adalah ledakan pertumbuhan alga (algal bloom) yang dapat menyumbat intake air, menghasilkan racun, dan menghabiskan oksigen terlarut saat alga tersebut mati dan membusuk.
Parameter Biologis: Ancaman Mikroskopis
Ini adalah parameter yang paling mengkhawatirkan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Air sungai adalah rumah bagi jutaan mikroorganisme, beberapa di antaranya adalah patogen penyebab penyakit.
- Bakteri: Kelompok ini mencakup bakteri patogen seperti Salmonella typhi (penyebab tifus), Vibrio cholerae (penyebab kolera), dan Shigella (penyebab disentri). Bakteri indikator seperti Escherichia coli (E. coli) digunakan untuk mendeteksi adanya kontaminasi tinja manusia atau hewan, yang menandakan kemungkinan adanya patogen lain.
- Virus: Virus berukuran jauh lebih kecil dari bakteri dan dapat menyebabkan penyakit seperti Hepatitis A, Rotavirus (penyebab diare parah pada anak-anak), dan Norovirus. Virus lebih sulit dihilangkan dengan filtrasi konvensional dan memerlukan proses disinfeksi yang sangat efektif.
- Protozoa: Organisme bersel satu ini, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum, dapat menyebabkan penyakit pencernaan yang parah (giardiasis dan cryptosporidiosis). Mereka membentuk kista yang sangat tahan terhadap disinfektan seperti klorin, sehingga penghilangannya sangat bergantung pada proses filtrasi yang optimal.
Memahami secara menyeluruh ketiga parameter ini adalah kunci untuk merancang sistem pengolahan air sungai menjadi air bersih yang efektif, efisien, dan mampu menghasilkan air yang aman secara konsisten.
Bab 2: Anatomi Instalasi Pengolahan Air (IPA) - Tahapan Fundamental
Setelah karakteristik air baku dipahami, proses pengolahan yang sesungguhnya dimulai di sebuah fasilitas yang disebut Instalasi Pengolahan Air (IPA) atau Water Treatment Plant (WTP). Proses ini terdiri dari serangkaian unit pengolahan yang bekerja secara sinergis untuk menghilangkan kontaminan secara bertahap.
Tahap 1: Pra-Pengolahan (Pre-treatment)
Sebelum air memasuki unit pengolahan utama, air harus melalui tahap persiapan awal untuk menghilangkan material kasar yang dapat merusak pompa dan peralatan lainnya.
- Bangunan Intake (Intake Structure): Ini adalah titik pertama di mana air sungai diambil. Desainnya harus cermat untuk menghindari sedotan sedimen dari dasar sungai dan sampah yang mengapung di permukaan. Intake dilengkapi dengan saringan kasar (bar screen).
- Penyaringan Kasar (Screening): Bar screen berfungsi seperti gerbang berjeruji yang menyaring benda-benda besar seperti ranting kayu, daun, botol plastik, dan sampah lainnya. Ini adalah langkah proteksi pertama untuk peralatan mekanis di dalam IPA.
- Prasedimentasi: Untuk sungai dengan kandungan lumpur atau pasir yang sangat tinggi (misalnya saat musim hujan), terkadang diperlukan kolam prasedimentasi. Di sini, air didiamkan sejenak agar partikel berat seperti pasir dan kerikil dapat mengendap secara gravitasi sebelum air dipompa ke unit selanjutnya.
Tahap 2: Koagulasi dan Flokulasi - Menggumpalkan Kotoran
Ini adalah jantung dari proses penjernihan air. Tujuannya adalah untuk mengdestabilisasi partikel koloid yang sangat halus (penyebab kekeruhan) dan membuatnya dapat diendapkan. Partikel-partikel ini umumnya bermuatan negatif sehingga saling tolak-menolak dan tetap melayang di air.
- Koagulasi: Pada tahap ini, bahan kimia yang disebut koagulan ditambahkan ke dalam air. Koagulan yang umum digunakan adalah Aluminium Sulfat (Tawas/Alum), Poli Aluminium Klorida (PAC), atau Feri Klorida. Koagulan ini memiliki muatan positif yang kuat. Saat dilarutkan dan diaduk dengan sangat cepat (rapid mixing) selama kurang dari satu menit, ion-ion positif dari koagulan akan menetralkan muatan negatif partikel koloid. Netralisasi ini memungkinkan partikel-partikel kecil tersebut untuk mulai saling menempel.
- Flokulasi: Setelah diaduk cepat, air dialirkan ke bak flokulasi. Di sini, air diaduk secara perlahan dan lembut (slow mixing) selama sekitar 20-45 menit. Pengadukan lambat ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi partikel-partikel kecil yang sudah netral untuk bertabrakan dan membentuk gumpalan yang lebih besar dan lebih berat yang disebut "flok". Flok ini terlihat seperti butiran-butiran kapas atau salju di dalam air. Keberhasilan pembentukan flok yang baik sangat menentukan efisiensi tahap selanjutnya.
Tahap 3: Sedimentasi (Klarifikasi) - Proses Pengendapan
Setelah flok terbentuk dengan sempurna, air dialirkan ke bak sedimentasi atau klarifier (clarifier). Bak ini sangat besar dan dirancang agar aliran air di dalamnya sangat tenang dan lambat. Tujuannya adalah untuk memberikan waktu yang cukup bagi flok yang berat untuk mengendap ke dasar bak karena gaya gravitasi. Proses ini biasanya memakan waktu beberapa jam. Air yang jernih kemudian dikumpulkan dari bagian atas bak, sementara endapan lumpur (sludge) yang terkumpul di dasar bak secara periodik dibuang untuk diolah lebih lanjut.
Tahap 4: Filtrasi (Penyaringan) - Menuju Kejernihan Sempurna
Meskipun air yang keluar dari bak sedimentasi sudah terlihat jauh lebih jernih, masih ada sisa-sisa flok halus dan partikel tersuspensi lainnya yang lolos. Tahap filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel sisa ini, termasuk sebagian besar bakteri dan protozoa (terutama kista Giardia dan Cryptosporidium yang resisten terhadap klorin).
Filter yang paling umum digunakan adalah filter pasir cepat (rapid sand filter). Air dilewatkan melalui lapisan media filter yang terdiri dari beberapa lapis. Lapisan paling atas biasanya adalah antrasit, diikuti oleh lapisan pasir silika dengan ukuran butiran yang semakin halus ke bawah, dan lapisan kerikil sebagai penyangga di bagian paling bawah. Saat air meresap melalui media ini, partikel-partikel kotoran akan terjebak di antara butiran-butiran media filter. Seiring waktu, filter akan menjadi kotor dan tersumbat, sehingga perlu dibersihkan secara rutin melalui proses pencucian balik (backwashing), di mana aliran air bersih dibalik dari bawah ke atas untuk mengangkat dan membuang kotoran yang terperangkap.
Tahap 5: Disinfeksi - Pembasmian Mikroba
Ini adalah tahap pengamanan terakhir dan yang paling penting untuk kesehatan publik. Meskipun proses sedimentasi dan filtrasi telah menghilangkan sebagian besar mikroorganisme, masih ada kemungkinan bakteri dan virus berbahaya yang tersisa. Disinfeksi bertujuan untuk membunuh atau menonaktifkan patogen-patogen ini.
- Klorinasi: Metode yang paling umum, efektif, dan ekonomis. Gas klorin atau senyawa klorin seperti kalsium hipoklorit (kaporit) atau natrium hipoklorit ditambahkan ke dalam air. Klorin sangat efektif membunuh bakteri dan virus. Salah satu keunggulan utamanya adalah ia meninggalkan "residu klorin" di dalam air. Residu ini berfungsi sebagai pelindung yang akan terus membunuh kuman jika terjadi kontaminasi ulang di jaringan pipa distribusi menuju rumah-rumah pelanggan. Namun, klorin juga memiliki kekurangan, yaitu dapat bereaksi dengan bahan organik di dalam air membentuk produk sampingan disinfeksi (Disinfection Byproducts - DBPs) seperti Trihalometana (THMs) yang diduga bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, dosis klorin harus dikontrol dengan sangat ketat.
- Ozonasi: Ozon (O3) adalah disinfektan yang jauh lebih kuat daripada klorin. Ia sangat efektif membunuh virus dan protozoa yang resisten klorin. Ozon juga dapat membantu menghilangkan masalah rasa, bau, dan warna. Kekurangannya adalah biayanya yang lebih mahal dan ozon tidak meninggalkan residu pelindung di dalam pipa, sehingga seringkali masih diperlukan penambahan sedikit klorin (kloraminasi) sebelum air didistribusikan.
- Sinar Ultraviolet (UV): Radiasi UV pada panjang gelombang tertentu dapat merusak DNA mikroorganisme sehingga mereka tidak dapat bereproduksi dan menyebabkan penyakit. Disinfeksi UV sangat efektif, tidak menambahkan bahan kimia apapun ke dalam air, dan tidak menghasilkan DBP. Namun, sama seperti ozon, UV tidak memberikan perlindungan residu. Efektivitasnya juga dapat menurun jika air masih sedikit keruh karena partikel dapat menghalangi sinar UV mencapai mikroba.
Tahap 6: Pengolahan Lanjutan dan Penyimpanan
Setelah disinfeksi, beberapa penyesuaian akhir mungkin diperlukan sebelum air siap didistribusikan.
- Koreksi pH: Proses koagulasi menggunakan tawas cenderung menurunkan pH air (menjadi lebih asam). Oleh karena itu, seringkali perlu ditambahkan zat basa seperti kapur (lime) atau soda ash untuk menaikkan pH kembali ke tingkat netral (sekitar 7) agar tidak bersifat korosif terhadap pipa.
- Fluoridasi: Di beberapa negara, sejumlah kecil senyawa fluorida ditambahkan ke dalam air minum untuk membantu mencegah kerusakan gigi pada masyarakat, terutama anak-anak.
- Penyimpanan di Reservoir: Air yang telah selesai diolah disimpan dalam tangki besar yang bersih (reservoir). Reservoir ini berfungsi untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan air sepanjang hari dan sebagai cadangan jika terjadi gangguan pada instalasi pengolahan. Dari reservoir inilah air dipompa ke jaringan pipa distribusi menuju ke konsumen.
Bab 3: Teknologi Alternatif dan Skala Kecil
Tidak semua kebutuhan air bersih dapat dipenuhi oleh instalasi pengolahan air skala besar. Di daerah pedesaan, terpencil, atau dalam situasi darurat, teknologi pengolahan air sungai menjadi air bersih dalam skala yang lebih kecil dan sederhana menjadi solusi yang sangat berharga.
Filter Pasir Lambat (Slow Sand Filter)
Ini adalah salah satu teknologi pengolahan air tertua namun masih sangat efektif. Berbeda dengan filter pasir cepat yang mengandalkan penyaringan fisik, filter pasir lambat bekerja secara biologis. Air dialirkan dengan sangat lambat melalui lapisan pasir halus. Seiring waktu, di permukaan pasir akan terbentuk lapisan biologis yang disebut "schmutzdecke", yang terdiri dari berbagai macam mikroorganisme seperti alga, bakteri, dan protozoa. Lapisan hidup inilah yang bekerja sangat efektif "memakan" patogen dan mengurai kontaminan organik dalam air. Filter pasir lambat sangat handal dalam menghilangkan bakteri dan protozoa, tidak memerlukan bahan kimia, dan biaya operasionalnya sangat rendah. Kelemahannya adalah ia memerlukan area lahan yang luas dan tidak efektif untuk air dengan tingkat kekeruhan yang sangat tinggi.
Saringan Keramik
Saringan air keramik rumahan adalah solusi yang populer di banyak negara berkembang. Saringan ini berbentuk seperti pot atau guci yang terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan bahan mudah terbakar (seperti sekam padi atau serbuk gergaji). Saat dibakar, bahan tersebut akan habis dan meninggalkan pori-pori yang sangat kecil pada keramik. Pori-pori ini cukup kecil untuk menyaring sebagian besar bakteri dan protozoa. Untuk meningkatkan efektivitasnya, saringan keramik seringkali diimpregnasi dengan partikel perak koloidal yang berfungsi sebagai disinfektan untuk membunuh bakteri yang terperangkap.
Disinfeksi Tenaga Surya (SODIS)
Metode SODIS (Solar Water Disinfection) adalah cara yang sangat sederhana dan murah untuk mendisinfeksi air dalam jumlah kecil. Caranya adalah dengan mengisi botol plastik transparan (jenis PET) dengan air yang sudah relatif jernih, kemudian meletakkannya di bawah sinar matahari langsung selama minimal 6 jam (atau hingga 2 hari jika cuaca berawan). Kombinasi radiasi UV-A dari matahari dan panas akan membunuh atau menonaktifkan sebagian besar patogen penyebab diare. Metode ini direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengolahan air minum di tingkat rumah tangga.
Koagulasi dengan Bahan Alami
Di beberapa komunitas, bahan-bahan alami digunakan sebagai pengganti koagulan kimia. Salah satu yang paling terkenal adalah biji dari tanaman kelor (Moringa oleifera). Biji kelor yang dihaluskan mengandung protein bermuatan positif yang dapat berfungsi sebagai koagulan alami untuk menggumpalkan partikel lumpur dan kotoran, sehingga air menjadi lebih jernih setelah diendapkan. Meskipun mungkin tidak seefektif koagulan komersial, ini adalah alternatif yang ramah lingkungan dan mudah didapat di daerah tropis.
Bab 4: Tantangan Masa Kini dan Inovasi Masa Depan
Dunia pengolahan air tidak statis. Para insinyur dan ilmuwan terus menghadapi tantangan baru dan mengembangkan inovasi untuk membuat proses pengolahan menjadi lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Tantangan yang Dihadapi
- Kontaminan Baru (Emerging Contaminants): Sumber air semakin tercemar oleh polutan-polutan yang sebelumnya tidak menjadi perhatian, seperti residu farmasi (obat-obatan), produk perawatan pribadi, pestisida jenis baru, dan mikroplastik. Kontaminan ini seringkali sulit dihilangkan dengan metode pengolahan konvensional.
- Perubahan Iklim: Perubahan iklim menyebabkan pola cuaca yang ekstrem. Kekeringan yang berkepanjangan dapat meningkatkan konsentrasi polutan di sungai, sementara banjir bandang dapat membawa beban sedimen dan kontaminan yang luar biasa besar ke instalasi pengolahan, seringkali melebihi kapasitas desainnya.
- Resistensi Mikroba: Beberapa jenis mikroba, terutama virus dan protozoa, menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap disinfektan konvensional seperti klorin, menuntut penggunaan teknologi disinfeksi yang lebih canggih dan kuat.
- Manajemen Lumpur (Sludge Management): Proses pengolahan air menghasilkan produk sampingan berupa lumpur dalam jumlah besar. Penanganan dan pembuangan lumpur ini menjadi masalah lingkungan tersendiri yang membutuhkan biaya dan teknologi khusus.
- Biaya Energi dan Operasional: Mengoperasikan instalasi pengolahan air, terutama yang berskala besar, membutuhkan energi yang sangat besar untuk pemompaan dan proses lainnya. Kenaikan harga energi menjadi tantangan signifikan dalam menjaga tarif air tetap terjangkau.
Inovasi dan Arah Masa Depan
- Teknologi Membran: Penggunaan membran dengan pori-pori mikroskopis (seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, dan reverse osmosis) menjadi semakin populer. Teknologi ini mampu menyaring partikel hingga ke tingkat molekuler, efektif menghilangkan hampir semua jenis kontaminan, termasuk virus dan kontaminan terlarut.
- Proses Oksidasi Lanjutan (Advanced Oxidation Processes - AOPs): AOPs adalah serangkaian proses kimia yang menghasilkan radikal hidroksil (•OH) yang sangat reaktif. Radikal ini mampu menghancurkan berbagai macam polutan organik yang sulit diurai, termasuk pestisida dan residu farmasi, menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya.
- Sensor Cerdas dan Otomatisasi: Penggunaan sensor online untuk memantau kualitas air secara real-time di setiap tahap pengolahan memungkinkan operator untuk menyesuaikan dosis bahan kimia dan parameter operasional secara otomatis. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi dan keandalan proses, tetapi juga mengurangi pemborosan bahan kimia dan energi.
- Sistem Desentralisasi: Alih-alih hanya mengandalkan satu instalasi pengolahan raksasa, tren masa depan mengarah pada pengembangan sistem pengolahan skala kecil yang terdesentralisasi dan ditempatkan lebih dekat dengan komunitas pengguna. Sistem ini lebih fleksibel, tangguh terhadap gangguan, dan dapat disesuaikan dengan kualitas air baku lokal.
- Pemulihan Sumber Daya (Resource Recovery): Paradigma baru dalam pengolahan air adalah melihat limbah bukan sebagai sesuatu yang harus dibuang, melainkan sebagai sumber daya. Inovasi sedang dikembangkan untuk memulihkan nutrien seperti fosfor dari lumpur untuk dijadikan pupuk, atau bahkan menghasilkan biogas sebagai sumber energi dari proses pengolahan lumpur.
Kesimpulan: Sebuah Tanggung Jawab Bersama
Proses pengolahan air sungai menjadi air bersih adalah sebuah mahakarya rekayasa yang tak terlihat namun sangat esensial bagi kehidupan modern. Dari tahap awal penyaringan sampah kasar, penggumpalan partikel tak kasat mata, pengendapan lumpur, penyaringan presisi, hingga pembasmian kuman terakhir, setiap langkah dirancang dengan cermat untuk melindungi kesehatan kita.
Namun, secanggih apapun teknologi yang kita miliki, benteng pertahanan terbaik untuk keamanan air minum kita dimulai jauh di hulu, yaitu dengan menjaga kebersihan sumber air kita. Mengurangi pencemaran sungai dari limbah domestik, industri, dan pertanian adalah tanggung jawab kita bersama. Semakin bersih air baku yang masuk ke instalasi pengolahan, semakin mudah, murah, dan aman proses untuk mengubahnya menjadi air yang layak kita minum. Pada akhirnya, menghargai setiap tetes air bersih yang mengalir dari keran kita berarti juga menghargai dan melindungi sungai-sungai yang menjadi sumber kehidupannya.