Bappenas, sebagai motor utama perencanaan pembangunan nasional, memiliki peran krusial dalam menentukan arah kebijakan jangka panjang dan menengah. Untuk memastikan bahwa visi pembangunan dapat diwujudkan secara efektif dan efisien, kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) perencana yang kompeten dan adaptif menjadi mutlak. Program pelatihan Bappenas adalah tulang punggung dari upaya sistematis ini, dirancang untuk mengasah kemampuan teknis, manajerial, dan analitis para perencana di tingkat pusat maupun daerah.
Program pelatihan yang diinisiasi oleh Bappenas tidak semata-mata bersifat administratif, melainkan memiliki dimensi strategis yang sangat mendalam. Visi utamanya adalah membentuk ekosistem perencanaan yang mampu menerjemahkan ide-ide besar kenegaraan menjadi program kerja yang konkret, terukur, dan berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Pelatihan ini adalah investasi jangka panjang untuk kualitas perencanaan di seluruh spektrum pemerintahan.
Jabatan Fungsional Perencana (JFP) memegang peranan sentral dalam siklus pembangunan. Mereka adalah garda terdepan yang bertugas menganalisis data, merumuskan opsi kebijakan, dan menyusun dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Tanpa kompetensi yang terbarukan, perencana akan kesulitan menghadapi dinamika ekonomi global, perubahan iklim, dan tantangan teknologi yang terus bergerak cepat.
Alt Text: Representasi visual peningkatan kapasitas yang menunjukkan grafik batang yang terus meningkat, melambangkan pertumbuhan kompetensi perencana.
Kurikulum pelatihan Bappenas dirancang untuk tidak hanya berfokus pada mekanisme perencanaan domestik, tetapi juga mengintegrasikan isu-isu global. Ini mencakup pemahaman mendalam tentang Sustainable Development Goals (SDGs), kerangka kerja Paris Agreement terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta agenda transformasi digital. Perencana harus mampu menempatkan strategi pembangunan nasional dalam konteks internasional, mencari peluang kolaborasi, dan memastikan bahwa setiap program sejalan dengan standar keberlanjutan global.
Pelatihan Bappenas diselenggarakan secara terstruktur, membagi materi ke dalam beberapa pilar utama sesuai dengan kebutuhan spesifik dan jenjang karier peserta. Pembagian ini memungkinkan fokus yang tajam pada area kompetensi tertentu, mulai dari dasar-dasar perencanaan hingga analisis kebijakan tingkat tinggi.
Ini adalah fondasi bagi setiap perencana baru. Tujuannya adalah memastikan pemahaman yang kokoh terhadap filosofi perencanaan, regulasi, dan metodologi dasar. Modul yang diajarkan sangat fundamental, namun kritis:
Seiring meningkatnya jenjang karier, fokus pelatihan bergeser dari teknis operasional menjadi strategis dan manajerial. Perencana di level ini diharapkan mampu memimpin tim, mengelola proyek kompleks, dan melakukan negosiasi kebijakan lintas sektor.
Pelatihan ini mencakup studi kasus mengenai tantangan pembangunan yang kompleks, seperti mengatasi kemiskinan ekstrem, meredam disparitas antar wilayah, atau mitigasi risiko bencana berskala besar. Peserta dilatih untuk berpikir sistemik, melihat keterkaitan antar sektor, dan merumuskan strategi intervensi yang terpadu. Kepemimpinan dalam perencanaan berarti kemampuan untuk mengarahkan berbagai kementerian/lembaga agar bekerja selaras menuju tujuan nasional yang sama.
Kemampuan untuk "menjual" ide perencanaan kepada para pengambil keputusan (legislatif, eksekutif, dan masyarakat sipil) adalah keterampilan kunci. Pelatihan ini mengajarkan teknik presentasi yang efektif, penyusunan narasi kebijakan yang persuasif, dan strategi negosiasi untuk mengatasi resistensi politik atau birokrasi terhadap reformasi yang diusulkan. Ini adalah pelatihan yang sangat mendalam dan membutuhkan simulasi nyata serta studi kasus interaktif.
Pembangunan memiliki area spesialisasi yang membutuhkan pengetahuan mendalam. Bappenas secara rutin menyelenggarakan pelatihan yang berfokus pada isu-isu mutakhir atau area yang menjadi prioritas RPJMN, memastikan perencana memiliki keahlian yang sangat spesifik dan relevan.
Efektivitas pelatihan Bappenas terletak pada metodologi yang digunakan. Pendekatan konvensional yang hanya mengandalkan ceramah telah lama ditinggalkan. Saat ini, pelatihan dirancang untuk bersifat partisipatif, praktis, dan memanfaatkan teknologi terkini.
Untuk menjangkau perencana di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil, Bappenas memanfaatkan platform e-learning. Modul daring ini memungkinkan fleksibilitas waktu dan akses berkelanjutan terhadap materi pelajaran. Model blended learning (campuran daring dan tatap muka) digunakan untuk pelatihan teknis yang membutuhkan interaksi intensif, memastikan bahwa materi teori dapat langsung dipraktikkan dalam simulasi dan studi kasus kelompok.
Pembelajaran paling efektif terjadi ketika peserta dihadapkan pada masalah nyata yang sedang dihadapi pemerintah. Pelatihan Bappenas sering menggunakan studi kasus aktual dari proyek-proyek RPJMN yang sedang berjalan. Peserta, yang berasal dari berbagai Kementerian, Lembaga, dan Bappeda provinsi/kabupaten/kota, dipaksa untuk berkolaborasi dan mencari solusi terpadu, mencerminkan kompleksitas kerja perencanaan di dunia nyata yang selalu bersifat lintas sektoral.
Program pengembangan kompetensi tidak berhenti setelah sesi kelas selesai. Bappenas membangun jaringan mentor yang terdiri dari perencana senior dan pejabat eselon I/II yang berpengalaman. Mentor ini memberikan bimbingan personal (coaching) kepada peserta pelatihan pasca-kelas, membantu mereka mengimplementasikan pengetahuan baru ke dalam tugas harian mereka, dan mengatasi hambatan birokrasi dalam proses reformasi perencanaan.
Alt Text: Diagram yang menunjukkan tiga lingkaran (Kementerian/Lembaga, Bappenas, Bappeda) saling terhubung, melambangkan kolaborasi lintas sektor dalam pelatihan.
Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan Indonesia adalah memastikan adanya sinkronisasi antara Rencana Kerja Pemerintah Pusat (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pelatihan Bappenas berfungsi sebagai mekanisme penting untuk menjembatani kesenjangan ini, khususnya dalam hal pemahaman prioritas nasional.
Pelatihan dirancang agar perencana daerah memahami secara mendalam apa yang dimaksud dengan Prioritas Nasional yang ditetapkan dalam RPJMN. Mereka dilatih untuk mengidentifikasi dan mengintegrasikan PN tersebut ke dalam konteks lokal mereka, menyesuaikannya dengan karakteristik geografis, sosial, dan ekonomi wilayah masing-masing. Pelatihan ini mencegah terjadinya fragmentasi pembangunan, di mana daerah berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi dengan tujuan pusat.
Seringkali, perencana daerah kesulitan dalam menjabarkan target makro nasional (seperti penurunan angka stunting atau peningkatan investasi) menjadi program mikro yang dapat dieksekusi di tingkat desa atau kabupaten. Pelatihan teknis Bappenas menyediakan alat dan kerangka kerja untuk dekonstruksi target, memecahnya menjadi indikator yang dapat diukur di tingkat tapak, dan merumuskan anggaran yang presisi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) adalah mitra kunci Bappenas. Sebagian besar program pelatihan Bappenas ditargetkan khusus untuk memperkuat kapasitas Bappeda, yang seringkali memiliki sumber daya dan akses informasi yang terbatas dibandingkan dengan kementerian di pusat. Materi pelatihan mencakup manajemen data spasial, analisis fiskal daerah, teknik penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan manajemen risiko proyek infrastruktur daerah.
Pelatihan mendalam mengenai pengumpulan, validasi, dan analisis data lokal sangat ditekankan. Perencana diajarkan bagaimana menggunakan data sensus, survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS), dan data mikro lainnya untuk mengidentifikasi kantong-kantong kemiskinan, menentukan intervensi kesehatan yang paling efektif, atau merencanakan kebutuhan pendidikan yang spesifik berdasarkan demografi daerah. Ini memastikan bahwa perencanaan tidak hanya didasarkan pada asumsi, tetapi pada fakta lapangan yang kredibel.
Bappenas secara berkelanjutan mereview dan memperbaharui kurikulum pelatihannya untuk mengantisipasi tantangan masa depan, seperti Revolusi Industri 4.0, ancaman pandemi global, dan komitmen terhadap ekonomi hijau. Adaptasi kurikulum ini memastikan bahwa perencana tetap berada di garis depan pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Dalam rangka mencapai target Net Zero Emission dan mendukung transisi energi, pelatihan khusus mengenai ekonomi hijau (green economy) menjadi mandatory bagi JFP. Modul ini mencakup topik seperti metodologi penghitungan emisi karbon dalam proyek pembangunan, pembiayaan hijau (green financing), dan strategi pengembangan energi terbarukan di tingkat daerah. Perencana dilatih untuk memasukkan aspek keberlanjutan lingkungan sebagai variabel utama dalam setiap keputusan investasi publik, bukan hanya sebagai tambahan (add-on).
Ketidakpastian telah menjadi norma baru. Pelatihan Bappenas kini mengintegrasikan modul Manajemen Risiko Pembangunan (MRP). Ini melibatkan identifikasi risiko (ekonomi, sosial, bencana alam, geopolitik), pengukuran probabilitas dan dampak risiko, serta perumusan strategi mitigasi yang terintegrasi dalam dokumen perencanaan. Tujuannya adalah membangun perencanaan yang tangguh (resilient planning) dan mampu beradaptasi cepat terhadap guncangan eksternal.
Secara rinci, pelatihan ini mencakup teknik simulasi skenario (scenario planning), di mana peserta dihadapkan pada krisis hipotetis (misalnya, kenaikan harga komoditas global yang tajam atau bencana gempa bumi), dan harus merumuskan langkah-langkah penyesuaian RKP dalam waktu singkat. Kemampuan ini sangat penting untuk menjamin stabilitas pelaksanaan program prioritas.
Efektivitas pelatihan tidak hanya diukur dari nilai kelulusan peserta, tetapi yang paling penting adalah bagaimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diimplementasikan dan memberikan dampak nyata pada kualitas dokumen perencanaan dan pengambilan keputusan di instansi masing-masing.
Untuk memastikan standar kualitas, Bappenas menerapkan sistem sertifikasi dan akreditasi yang ketat untuk setiap jenjang pelatihan fungsional. Sertifikasi ini menjadi prasyarat bagi perencana untuk naik jenjang karier (pindah dari Ahli Pertama ke Ahli Muda, dan seterusnya). Proses sertifikasi melibatkan ujian tertulis, presentasi karya ilmiah (artikel kebijakan), dan penilaian portofolio kerja yang menunjukkan kontribusi nyata mereka dalam perencanaan di instansi asal.
Bappenas melakukan studi dampak periodik untuk melacak kontribusi alumni pelatihan. Studi ini melihat korelasi antara partisipasi dalam pelatihan tertentu dengan peningkatan kualitas dokumen perencanaan daerah (dinilai oleh tim verifikasi pusat) dan efisiensi penyerapan anggaran. Hasil dari evaluasi ini digunakan sebagai umpan balik (feedback loop) untuk terus menyempurnakan kurikulum dan metodologi pengajaran, memastikan relevansi materi pelatihan selalu tinggi.
Terdapat kaitan erat antara hasil pelatihan dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Perencana yang telah mengikuti pelatihan diharapkan dapat menyusun Indikator Kinerja Utama (IKU) yang lebih terukur, target yang lebih realistis, dan laporan pertanggungjawaban yang lebih transparan. Pelatihan Bappenas, dalam konteks ini, berperan sebagai katalis untuk peningkatan skor SAKIP instansi pemerintah secara keseluruhan.
Meskipun program pelatihan Bappenas telah menunjukkan kontribusi signifikan, tantangan untuk mencapai cakupan dan kedalaman yang optimal masih besar, terutama mengingat luasnya wilayah Indonesia dan variasi tingkat kapasitas di berbagai daerah.
Disparitas kapasitas perencana antara daerah di Jawa dan luar Jawa masih terasa. Daerah dengan sumber daya terbatas seringkali kesulitan mengirimkan perencana terbaik mereka untuk mengikuti pelatihan intensif di pusat. Untuk mengatasi ini, Bappenas meningkatkan desentralisasi pelatihan, bekerja sama dengan Bappeda provinsi yang kuat sebagai 'Pusat Unggulan' regional, sekaligus meningkatkan kualitas modul e-learning agar dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja.
Masa depan perencanaan membutuhkan spesialisasi yang lebih tajam. Selain spesialisasi umum (ekonomi, sosial, infrastruktur), dibutuhkan pelatihan mendalam pada area niche seperti: kebijakan migrasi dan urbanisasi, perencanaan ketahanan pangan berbasis bio-teknologi, atau perencanaan untuk kawasan perbatasan dan pulau terluar. Bappenas harus terus memperluas jaringan pengajar dan pengembang kurikulum, menggandeng akademisi, praktisi internasional, dan lembaga penelitian terkemuka.
Secara keseluruhan, pelatihan Bappenas bukan sekadar program peningkatan skill, melainkan sebuah instrumen strategis untuk memimpin transformasi birokrasi perencanaan di Indonesia. Dengan fokus yang kuat pada integritas, inovasi, dan relevansi global, program ini memastikan bahwa SDM yang bertugas merancang masa depan bangsa memiliki kapabilitas terbaik untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang adil, merata, dan berkelanjutan. Pelatihan ini menanamkan etos kerja yang berorientasi pada hasil dan dampak nyata, menjadikan setiap perencana sebagai agen perubahan yang mampu mengurai kompleksitas permasalahan pembangunan menjadi solusi yang aplikatif.
Penguatan kapasitas melalui pelatihan yang berkelanjutan adalah jaminan bahwa proses perencanaan pembangunan di Indonesia akan selalu adaptif, berbasis bukti, dan mampu menjawab tantangan zaman. Tanpa SDM perencana yang kompeten dan terus belajar, dokumen rencana terbaik sekalipun hanya akan menjadi tumpukan kertas tanpa implementasi yang berarti.
Analisis kebijakan adalah inti dari tugas seorang perencana. Program pelatihan Bappenas mendedikasikan porsi yang sangat besar untuk memastikan perencana tidak hanya menguasai teknik administrasi perencanaan, tetapi juga metodologi analisis yang rigor. Ini melibatkan pergeseran dari sekadar menyusun daftar keinginan (wishlist) menjadi perumusan intervensi yang didukung oleh data dan teori ekonomi yang kuat.
Pelatihan ini mengajarkan perencana bagaimana menilai kelayakan investasi publik, khususnya dalam proyek infrastruktur. Modul kunci meliputi:
Dalam pelatihan ini, studi kasus mengenai pembangunan bandara regional, proyek irigasi besar, dan program subsidi energi sering digunakan. Perencana harus mampu mempertanggungjawabkan pilihan kebijakan mereka tidak hanya dari sudut pandang teknis, tetapi juga dari perspektif keadilan sosial dan keberlanjutan fiskal jangka panjang.
Perencana di Bappenas harus mampu memahami dan bahkan berpartisipasi dalam penyusunan proyeksi indikator makro ekonomi. Pelatihan ini mencakup penggunaan model ekonomi sederhana hingga menengah (misalnya, model input-output atau model keseimbangan umum yang dapat disederhanakan). Fokusnya adalah mengukur dampak guncangan eksternal (misalnya, pandemi, krisis energi global) terhadap pertumbuhan PDB, inflasi, dan lapangan kerja.
Pelatihan ini membekali perencana dengan kemampuan untuk menjawab pertanyaan penting, seperti: Jika pemerintah meningkatkan belanja infrastruktur sebesar X triliun, seberapa besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di sektor tertentu? Ini membutuhkan pemahaman statistik lanjut dan keterampilan menggunakan perangkat lunak pemodelan yang relevan.
Setelah rencana disusun, implementasi seringkali menjadi batu sandungan terbesar. Pelatihan Bappenas sangat fokus pada penguatan kemampuan manajemen proyek (Project Management) agar inisiatif-inisiatif prioritas dapat diselesaikan tepat waktu, sesuai anggaran, dan mencapai hasil yang direncanakan.
Pelatihan manajemen proyek mengajarkan kombinasi antara metode tradisional (Waterfall) yang cocok untuk infrastruktur fisik yang jelas, dan metode adaptif (Agile) yang lebih tepat untuk proyek-proyek berbasis teknologi dan reformasi kelembagaan. Peserta dilatih untuk menggunakan kerangka kerja logis (Logical Framework Approach/LFA) sebagai alat dasar untuk desain proyek.
Proyek pembangunan seringkali melibatkan pengadaan barang dan jasa dengan nilai fantastis. Pelatihan khusus diberikan mengenai manajemen risiko dalam kontrak, pencegahan penyelewengan, dan kepatuhan terhadap regulasi pengadaan. Ini adalah aspek krusial yang menuntut integritas tinggi dan pemahaman hukum yang mendalam, karena perencana seringkali terlibat dalam tahap awal desain kontrak.
Seiring meningkatnya keterbatasan anggaran negara, model KPBU menjadi semakin penting. Pelatihan Bappenas memberikan bekal teknis kepada perencana untuk mengidentifikasi proyek yang cocok untuk skema KPBU, menyusun pra-studi kelayakan (pre-feasibility study) yang menarik bagi investor swasta, dan melakukan valuasi risiko yang adil antara pemerintah dan mitra swasta. Ini membutuhkan penguasaan konsep pembiayaan proyek (project finance) dan manajemen negosiasi yang kompleks.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan keragaman geografis dan tingkat pembangunan yang sangat timpang. Pelatihan perencanaan spasial memastikan bahwa pembangunan tidak hanya diukur dari angka ekonomi, tetapi juga dari distribusi geografis yang adil.
Perencana harus mahir dalam visualisasi data spasial. Pelatihan SIG mencakup akuisisi data satelit, overlay peta rencana tata ruang, identifikasi lahan yang berpotensi konflik, dan pemodelan dampak lingkungan berbasis lokasi. Kemampuan ini memungkinkan perencana untuk membuat keputusan yang terinformasi mengenai lokasi proyek infrastruktur dan zonasi industri.
Modul ini membahas teori-teori pembangunan regional (misalnya, teori kutub pertumbuhan, pusat pertumbuhan, dan klaster industri). Perencana dilatih untuk merumuskan strategi pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan industri prioritas, dan kawasan strategis nasional (KSN). Fokusnya adalah bagaimana memicu pertumbuhan yang bersifat inklusif, memanfaatkan keunggulan komparatif regional, dan mengelola dampak negatif dari urbanisasi yang cepat.
Mengingat Indonesia sebagai negara maritim, pelatihan spesialisasi juga mencakup perencanaan pembangunan pesisir dan kelautan berkelanjutan, termasuk manajemen sumber daya perikanan, mitigasi abrasi pantai, dan pengembangan ekowisata bahari. Hal ini memerlukan pemahaman tentang oseanografi, tata kelola sumber daya laut, dan regulasi internasional terkait.
Perencanaan modern harus mengintegrasikan isu-isu sensitif yang memotong batas-batas sektor tradisional. Bappenas memastikan bahwa perencana memiliki sensitivitas dan alat untuk mengintegrasikan isu-isu ini.
Pelatihan PUG mengajarkan perencana untuk menganalisis bagaimana kebijakan dan program pembangunan dapat memberikan dampak yang berbeda (positif atau negatif) pada laki-laki dan perempuan, serta kelompok rentan lainnya (penyandang disabilitas, masyarakat adat). Perencana dilatih menyusun Anggaran Responsif Gender (ARG) dan memastikan bahwa indikator kinerja mencerminkan partisipasi yang setara dan manfaat yang merata.
Perencana dilatih untuk memanfaatkan potensi bonus demografi melalui kebijakan investasi SDM yang tepat (pendidikan, kesehatan, dan pelatihan kerja). Modul ini juga membahas tantangan penuaan populasi yang akan datang dan bagaimana merencanakan sistem jaminan sosial dan kesehatan yang berkelanjutan untuk lansia. Ini adalah perencanaan yang sangat strategis karena melibatkan proyeksi jangka panjang minimal 30-50 tahun ke depan.
Di kawasan-kawasan rawan konflik atau perbatasan, perencanaan pembangunan harus diintegrasikan dengan aspek keamanan. Pelatihan ini melibatkan koordinasi dengan instansi pertahanan dan keamanan, dan mengajarkan teknik pembangunan perdamaian (peacebuilding) melalui intervensi ekonomi dan sosial yang dapat mengurangi ketegangan dan memperkuat kohesi sosial.
Pelatihan M&E (Monitoring dan Evaluasi) adalah salah satu program paling intensif di Bappenas, karena M&E yang kuat adalah penentu keberhasilan reformasi perencanaan.
Perencana dilatih dalam metodologi evaluasi yang canggih, seperti:
Era digital memungkinkan pemanfaatan big data (data media sosial, data sensor, data transaksi) untuk memantau indikator pembangunan secara real-time. Pelatihan Bappenas kini mengintegrasikan modul analisis data besar untuk M&E, memungkinkan perencana beralih dari pelaporan reaktif (terlambat) menjadi analisis preskriptif (mengarahkan tindakan segera sebelum masalah memburuk).
Pelatihan Bappenas tidak hanya fokus pada ‘bagaimana’ merencanakan, tetapi juga ‘mengapa’ dan ‘untuk siapa’ perencanaan itu dibuat. Aspek etika dan filosofi sangat ditekankan, terutama pada perencana di jenjang senior.
Modul ini membahas dilema etika yang sering dihadapi perencana: alokasi sumber daya yang terbatas, konflik kepentingan, dan tekanan politik dalam memilih proyek. Perencana diajarkan untuk menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan akuntabilitas sebagai landasan moral dalam setiap keputusan. Studi kasus mengenai korupsi dalam proyek pembangunan dan kegagalan etis lainnya sering dibahas untuk memperkuat kesadaran etika.
Filosofi perencanaan yang diajarkan berorientasi pada keadilan intergenerasi. Ini berarti perencana harus memastikan bahwa kebijakan saat ini tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (prinsip keberlanjutan yang sejati). Hal ini diintegrasikan melalui analisis utang publik jangka panjang, pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, dan investasi pada mitigasi perubahan iklim.
Bappenas secara rutin bekerja sama dengan lembaga multilateral dan bilateral dalam menyelenggarakan pelatihan, memastikan perencana Indonesia terekspos pada praktik terbaik global.
Pelatihan sering diselenggarakan bekerja sama dengan Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (ADB), PBB (UNDP), dan lembaga pembangunan Jerman (GIZ) atau Jepang (JICA). Kolaborasi ini memungkinkan transfer pengetahuan mengenai metodologi perencanaan mutakhir, seperti Results-Based Management (RBM) dan Country Program Planning.
Perencana terbaik diberikan kesempatan untuk mengikuti program studi banding ke negara-negara yang dinilai berhasil dalam pembangunan di sektor tertentu (misalnya, Korea Selatan untuk pengembangan teknologi, atau negara-negara Nordik untuk kesejahteraan sosial). Pengalaman ini sangat berharga untuk membawa ide-ide segar dan inovatif kembali ke sistem perencanaan nasional.
Keseluruhan program pelatihan Bappenas, dari dasar teknis hingga kepemimpinan strategis dan etika perencanaan, membentuk sebuah siklus pengembangan kapasitas yang komprehensif. Upaya masif ini memastikan bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, bersama mitra Bappeda di seluruh Nusantara, memiliki SDM yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga visioner dan berintegritas tinggi. Mereka adalah arsitek masa depan bangsa, yang dibekali dengan alat dan pengetahuan terbaik untuk merancang Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.