Di tengah maraknya informasi kesehatan modern, tak jarang kita mendengar berbagai praktik pengobatan tradisional yang telah diwariskan turun-temurun. Salah satu klaim yang cukup sering beredar, terutama di kalangan masyarakat tertentu, adalah penggunaan lidah basi untuk benjolan. Namun, benarkah praktik ini memiliki dasar ilmiah atau sekadar mitos belaka?
Benjolan adalah istilah umum yang merujuk pada adanya massa abnormal di bawah kulit. Penyebabnya bisa sangat beragam, mulai dari yang tidak berbahaya seperti jerawat, kista, lipoma (tumor jinak jaringan lemak), hingga kondisi yang lebih serius seperti infeksi, peradangan, atau bahkan keganasan (kanker). Penting untuk diingat bahwa diagnosis yang akurat dari profesional medis adalah langkah pertama dan terpenting dalam menangani benjolan.
Praktik pengobatan tradisional, termasuk yang melibatkan air liur, seringkali berakar dari pengamatan empiris dan keyakinan budaya. Air liur, atau ludah, memang mengandung berbagai komponen biologis. Dalam jumlah kecil dan dalam konteks oral, air liur berperan penting dalam pencernaan, lubrikasi, dan pertahanan awal terhadap mikroorganisme berkat enzim seperti lisozim dan antibodi. Namun, mengoleskan air liur yang dianggap 'basi'—kemungkinan merujuk pada air liur yang telah mengering atau terkumpul dalam waktu tertentu—ke benjolan adalah klaim yang patut ditinjau lebih kritis.
Kemungkinan alasan munculnya praktik ini bisa bermacam-macam. Salah satunya adalah anggapan bahwa 'kebasian' ludah mengandung zat yang bersifat antibakteri atau anti-inflamasi yang kuat. Dalam beberapa kebudayaan, air liur memang digunakan untuk luka ringan atau iritasi kulit. Konsep ini mungkin diperluas atau disalahpahami menjadi pengobatan untuk berbagai jenis benjolan.
Misalnya, ada kepercayaan bahwa jika air liur digunakan pada luka yang terinfeksi, ia dapat membantu membersihkan dan mempercepat penyembuhan. Jika benjolan tersebut berasal dari infeksi ringan atau peradangan, secara kebetulan, kondisinya mungkin membaik seiring waktu, dan efek penyembuhan tersebut kemudian dikaitkan dengan pengobatan lidah basi.
"Dalam dunia medis, kebersihan adalah kunci. Mengoleskan cairan tubuh yang tidak steril ke luka atau benjolan terbuka dapat berisiko menimbulkan infeksi sekunder yang lebih parah."
Selain itu, faktor psikologis juga berperan. Ketika seseorang merasa putus asa mencari pengobatan, mereka mungkin mencoba berbagai metode, termasuk yang tidak konvensional. Jika kemudian mereka merasa ada perbaikan, meskipun mungkin hanya sugesti atau perbaikan alami tubuh, praktik tersebut akan terus diyakini dan diturunkan.
Dari sudut pandang medis modern, penggunaan ludah, terutama yang dianggap 'basi' atau tidak steril, untuk mengobati benjolan sangat tidak direkomendasikan. Mengapa? Berikut beberapa alasannya:
Ketika Anda menemukan benjolan di tubuh Anda, langkah terpenting adalah jangan panik dan segera konsultasikan dengan dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, menanyakan riwayat kesehatan Anda, dan mungkin menyarankan pemeriksaan penunjang seperti USG, biopsi, atau tes darah untuk menentukan penyebab benjolan tersebut. Setelah diagnosis ditegakkan, dokter akan memberikan rekomendasi pengobatan yang paling sesuai dan aman.
Beberapa jenis benjolan memang bisa mengecil atau hilang dengan sendirinya seiring waktu, terutama jika disebabkan oleh infeksi ringan yang diatasi oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, ini bukanlah bukti bahwa lidah basi berperan. Pengobatan yang berbasis sains dan teruji klinis selalu menjadi pilihan terbaik untuk kesehatan Anda.
Meskipun praktik pengobatan tradisional memiliki nilai budaya dan historis, penting untuk memilah mana yang masih relevan dan aman di era modern. Untuk masalah kesehatan seperti benjolan, mempercayakan penanganan kepada profesional medis adalah langkah yang paling bijaksana demi kesehatan dan keselamatan jangka panjang.