Representasi visual abstrak dari area ketuban yang terinfeksi.
Kehamilan adalah momen yang penuh harapan dan kebahagiaan bagi banyak pasangan. Namun, di balik keindahan tersebut, terdapat berbagai risiko kesehatan yang perlu diwaspadai, salah satunya adalah korioamnionitis. Kondisi ini merupakan infeksi pada selaput ketuban (amnion dan korion) serta cairan ketuban yang mengelilingi janin. Meskipun seringkali tidak menimbulkan gejala yang jelas di awal, korioamnionitis dapat berujung pada komplikasi serius bagi ibu dan bayi jika tidak segera ditangani.
Apa Itu Korioamnionitis?
Korioamnionitis, juga dikenal sebagai infeksi intra-amniotik, adalah infeksi bakteri yang menyerang membran (selaput) yang melapisi rahim, yaitu korion dan amnion, serta cairan ketuban yang berada di dalamnya. Cairan ketuban berfungsi sebagai pelindung janin dari benturan, menjaga suhu rahim, dan memungkinkan janin untuk bergerak, yang penting untuk perkembangan otot dan tulangnya. Infeksi ini biasanya dimulai dari saluran vagina atau serviks, lalu naik ke dalam rahim dan menginfeksi selaput ketuban.
Penyebab dan Faktor Risiko
Penyebab utama korioamnionitis adalah invasi bakteri ke dalam rongga ketuban. Bakteri yang paling sering terlibat adalah bakteri yang secara normal ada di saluran vagina, seperti streptokokus grup B (GBS), Escherichia coli, dan bakteri anaerob lainnya. Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seorang ibu hamil mengalami korioamnionitis, antara lain:
Pecah ketuban dini (PROM - Premature Rupture of Membranes): Ini adalah faktor risiko paling signifikan. Ketika selaput ketuban pecah sebelum waktunya (sebelum persalinan dimulai), ini membuka jalan bagi bakteri untuk masuk. Semakin lama selaput ketuban pecah sebelum persalinan dimulai, semakin tinggi risikonya.
Persalinan yang panjang: Persalinan yang memakan waktu lama dapat meningkatkan paparan selaput ketuban terhadap bakteri.
Pemeriksaan vagina berulang: Terutama setelah selaput ketuban pecah, pemeriksaan vagina yang sering dapat memasukkan bakteri ke dalam rahim.
Infeksi pada saluran kemih atau vagina: Infeksi yang tidak diobati pada area ini dapat menyebar ke rahim.
Persalinan prematur: Persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Tekanan pada rahim: Misalnya karena kehamilan kembar atau kelebihan cairan ketuban (polihidramnion).
Usia ibu: Ibu hamil yang sangat muda atau lebih tua dari 35 tahun mungkin memiliki risiko lebih tinggi.
Persalinan dengan alat bantu: Seperti penggunaan forsep atau vakum.
Gejala Korioamnionitis
Diagnosis korioamnionitis seringkali bergantung pada kombinasi gejala klinis dan hasil pemeriksaan. Gejala dapat bervariasi keparahannya, dan terkadang sulit dikenali pada tahap awal. Tanda-tanda yang umum meliputi:
Demam: Suhu tubuh ibu yang meningkat, biasanya di atas 38 derajat Celsius.
Nyeri tekan pada perut: Nyeri yang terasa saat perut bagian bawah ditekan.
Kontraksi rahim: Peningkatan frekuensi atau intensitas kontraksi, bahkan sebelum waktunya persalinan.
Cairan ketuban berbau: Cairan ketuban yang keluar dapat berbau tidak sedap atau busuk.
Denyut jantung janin yang meningkat: Janin mungkin menunjukkan tanda-tanda stres akibat infeksi.
Leukositosis: Peningkatan jumlah sel darah putih dalam darah ibu, yang menandakan adanya infeksi.
Dalam kasus yang parah, ibu mungkin mengalami mual, muntah, atau bahkan syok septik.
Dampak Korioamnionitis pada Ibu dan Bayi
Korioamnionitis adalah kondisi yang serius dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Bagi Ibu:
Sepsis puerperalis: Infeksi yang menyebar ke aliran darah ibu, berpotensi mengancam jiwa.
Endometritis: Infeksi pada lapisan rahim setelah persalinan.
Infeksi pada luka operasi caesar.
Solusio plasenta: Terlepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum waktunya.
Pendarahan pascapersalinan.
Bagi Bayi:
Sepsis neonatorum: Infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
Pneumonia: Infeksi pada paru-paru bayi.
Meningitis: Infeksi pada selaput otak bayi.
Komplikasi paru-paru kronis.
Kematian janin dalam kandungan (IUFD - Intrauterine Fetal Death).
Kebutuhan perawatan intensif di NICU (Neonatal Intensive Care Unit).
Penanganan dan Pencegahan
Penanganan korioamnionitis berfokus pada pemberian antibiotik untuk memberantas infeksi dan, jika memungkinkan, mempercepat persalinan untuk mengeluarkan sumber infeksi dari tubuh ibu. Antibiotik biasanya diberikan secara intravena. Jika diagnosis korioamnionitis ditegakkan, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan sesegera mungkin, baik melalui persalinan pervaginam maupun operasi caesar, tergantung pada kondisi ibu dan janin.
Pencegahan korioamnionitis berupaya untuk meminimalkan faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi. Ini termasuk:
Perawatan antenatal yang teratur: Memeriksakan kehamilan secara rutin untuk mendeteksi dan mengobati infeksi sedini mungkin.
Menghindari pemeriksaan vagina yang tidak perlu: Terutama setelah selaput ketuban pecah.
Manajemen infeksi saluran kemih dan vagina: Mengobati infeksi yang ada dengan tuntas.
Pemberian antibiotik profilaksis: Kepada ibu yang berisiko melahirkan bayi yang terkena streptokokus grup B (GBS).
Korioamnionitis adalah tantangan serius dalam kehamilan, namun dengan kesadaran, kewaspadaan, dan penanganan medis yang tepat, risiko komplikasi dapat diminimalkan. Penting bagi ibu hamil untuk selalu berkomunikasi terbuka dengan tenaga medis mengenai setiap gejala atau kekhawatiran yang dirasakan selama masa kehamilan.