Kehamilan adalah momen penuh keajaiban, namun terkadang muncul kondisi yang membutuhkan perhatian lebih. Salah satu kondisi yang bisa terjadi adalah ketuban terlalu banyak, atau secara medis dikenal sebagai polyhydramnion. Cairan ketuban (amnion) memiliki peran krusial dalam perkembangan janin. Ia melindungi janin dari benturan, membantu perkembangan paru-paru dan sistem pencernaan, serta menjaga suhu rahim tetap stabil. Namun, ketika jumlahnya melebihi batas normal, ia bisa menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi.
Ilustrasi perkiraan kondisi ketuban dan janin.
Apa yang Menyebabkan Ketuban Terlalu Banyak?
Penyebab polyhydramnion bisa bervariasi, dan terkadang sulit untuk ditentukan secara pasti. Namun, beberapa faktor utama yang perlu diwaspadai meliputi:
Kelainan Janin: Ini adalah salah satu penyebab paling umum. Beberapa kondisi pada janin dapat mengganggu kemampuannya menelan cairan ketuban atau meningkatkan produksi urinnya. Contohnya termasuk kelainan pada sistem saraf pusat (seperti anensefali atau spina bifida), kelainan saluran pencernaan (seperti atresia esofagus atau usus), kelainan kromosom (seperti Sindrom Down), dan kelainan jantung.
Diabetes Gestasional pada Ibu: Jika seorang ibu hamil menderita diabetes gestasional yang tidak terkontrol dengan baik, kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan janin memproduksi lebih banyak urin, yang pada gilirannya meningkatkan volume cairan ketuban.
Infeksi pada Ibu: Infeksi tertentu selama kehamilan, seperti toksoplasmosis, rubella, atau sitomegalovirus (CMV), dapat memengaruhi janin dan memicu peningkatan produksi cairan ketuban.
Ketuban Ganda (Multiple Gestation): Kehamilan dengan bayi kembar, terutama kembar identik (monozigotik) yang berbagi satu plasenta, berisiko lebih tinggi mengalami ketidakseimbangan aliran darah yang bisa menyebabkan polyhydramnion pada salah satu atau kedua bayi (kondisi twin-to-twin transfusion syndrome).
Masalah Plasenta: Jarang terjadi, namun kelainan pada plasenta juga bisa berperan dalam ketidakseimbangan cairan ketuban.
Ketidakcocokan Golongan Darah: Meskipun jarang menjadi penyebab utama polyhydramnion, kondisi seperti inkompatibilitas Rh dapat menyebabkan anemia pada janin, yang terkadang bisa memicu peningkatan cairan ketuban.
Dampak dan Risiko Polyhydramnion
Meskipun cairan ketuban penting, jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai risiko dan komplikasi:
Kelahiran Prematur: Rahim yang terlalu teregang oleh volume cairan ketuban yang besar dapat memicu kontraksi dini dan persalinan prematur. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko masalah kesehatan yang lebih tinggi.
Solusio Plasenta: Kondisi ini terjadi ketika plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum bayi lahir. Rahim yang meregang berlebihan lebih rentan mengalami hal ini, yang bisa sangat berbahaya bagi ibu dan bayi.
Ketuban Pecah Dini (KPD): Kantung ketuban yang terlalu meregang lebih mudah pecah sebelum waktunya, meningkatkan risiko infeksi bagi ibu dan bayi.
Masalah Pernapasan pada Ibu: Rahim yang membesar secara abnormal dapat menekan diafragma ibu, menyebabkan sesak napas dan ketidaknyamanan.
Posisi Janin yang Tidak Tepat: Dengan ruang gerak yang lebih luas, janin mungkin tidak berada dalam posisi yang ideal untuk persalinan (misalnya sungsang).
Komplikasi Pascapersalinan pada Ibu: Pendarahan pascapersalinan (atonia uteri) bisa terjadi karena otot rahim yang teregang mungkin kesulitan untuk berkontraksi kembali setelah melahirkan.
Masalah Kesehatan Janin: Tergantung pada penyebab dasarnya, polyhydramnion bisa menjadi indikator adanya kelainan pada janin yang memerlukan penanganan khusus setelah lahir.
Diagnosis dan Penanganan
Diagnosis polyhydramnion biasanya dilakukan selama pemeriksaan rutin kehamilan. Dokter akan mengukur tinggi fundus uteri (jarak dari tulang kemaluan hingga puncak rahim). Jika ukuran rahim tampak lebih besar dari usia kehamilan, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut menggunakan ultrasonografi (USG). USG dapat mengukur indeks cairan amnion (AFI) untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Penanganan polyhydramnion sangat bergantung pada tingkat keparahan dan penyebabnya. Dalam kasus ringan, dokter mungkin hanya akan memantau kondisi secara ketat. Jika penyebabnya adalah diabetes gestasional, pengelolaan gula darah yang baik menjadi prioritas utama. Untuk kasus yang lebih serius atau jika ibu mengalami gejala yang mengkhawatirkan, dokter mungkin merekomendasikan:
Amnioreduksi: Prosedur ini melibatkan pengeluaran sebagian cairan ketuban menggunakan jarum yang dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam kantung ketuban. Prosedur ini dapat mengurangi tekanan pada rahim dan meredakan gejala.
Obat-obatan: Terkadang, obat seperti indomethacin dapat diresepkan untuk mengurangi produksi urin janin dan menurunkan volume cairan ketuban. Namun, penggunaan obat ini harus di bawah pengawasan ketat dokter karena potensi efek sampingnya.
Persalinan Dini: Dalam beberapa kasus, jika risiko bagi ibu dan bayi semakin tinggi, dokter mungkin akan menyarankan induksi persalinan atau bahkan operasi caesar.
Penting bagi ibu hamil untuk menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin dan segera berkonsultasi dengan dokter jika merasakan gejala yang tidak biasa, seperti nyeri perut yang parah, sesak napas mendadak, atau kontraksi yang terasa lebih sering dari biasanya. Dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, risiko komplikasi terkait ketuban terlalu banyak dapat diminimalkan.