Analisis Wacana Kritis (AWK) merupakan pendekatan multidimensional yang dirancang untuk memahami bagaimana bahasa digunakan dalam masyarakat untuk menciptakan dan mempertahankan ketidakadilan, kekuasaan, dan dominasi. Salah satu tokoh sentral dalam pengembangan AWK adalah Teun A. van Dijk. Metodologinya yang komprehensif berusaha mengupas lapisan-lapisan makna yang tersembunyi di balik teks atau ujaran, menghubungkannya dengan konteks sosial, budaya, dan politik.
Van Dijk memandang wacana bukan sekadar kumpulan kalimat, melainkan sebagai tindakan sosial. Wacana memiliki struktur (makrostruktur dan mikrostruktur), makna, dan fungsi. AWK menyoroti bagaimana struktur kekuasaan yang tidak setara terefleksikan dan direproduksi melalui praktik wacana. Oleh karena itu, analisisnya tidak hanya berhenti pada pembedahan linguistik, tetapi juga meluas pada interpretasi makna ideologis, prasangka, stereotip, serta strategi retoris yang digunakan untuk mempengaruhi audiens.
Representasi Visual Analisis Wacana Kritis Van Dijk
Van Dijk mengusulkan tiga dimensi utama dalam analisis wacana kritis: Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial. Ketiga dimensi ini saling terkait dan tak terpisahkan dalam memahami bagaimana wacana beroperasi.
Mari kita ambil contoh hipotetis sebuah artikel berita yang membahas isu migrasi. Menurut kerangka Van Dijk, kita dapat menganalisisnya sebagai berikut:
Analisis Teks: Perhatikan pilihan kata (misalnya, apakah migran disebut sebagai "pengungsi," "pendatang," atau "gelombang asing"?), judul berita, narasi yang dibangun (apakah menyoroti sisi kemanusiaan atau ancaman keamanan?), serta opini yang ditampilkan. Adakah teknik persuasif seperti generalisasi, inferensi tersembunyi, atau negasi yang digunakan?
Analisis Kognisi Sosial: Apa asumsi dasar yang dimiliki oleh penulis dan audiens mengenai migran? Apakah ada prasangka bahwa migran adalah beban ekonomi atau sumber kejahatan? Bagaimana pengalaman pribadi atau paparan media sebelumnya mempengaruhi pemahaman mereka?
Analisis Konteks Sosial: Siapa pemilik media yang menerbitkan berita tersebut? Apa agenda politik atau ekonomi yang mungkin melatarbelakanginya? Bagaimana kebijakan pemerintah terkait migrasi mempengaruhi pemberitaan? Apakah ada kelompok kepentingan tertentu yang diuntungkan atau dirugikan oleh cara isu ini dibahas?
Dengan mengintegrasikan ketiga dimensi ini, kita dapat melihat bagaimana sebuah berita tentang migrasi, yang tampaknya netral, sebenarnya dapat mengandung pesan-pesan ideologis yang memperkuat stereotip negatif, menormalisasi kebijakan diskriminatif, atau bahkan memicu kebencian. Van Dijk menunjukkan bahwa analisis wacana kritis adalah alat penting untuk memahami kekuatan tersembunyi dari bahasa dan bagaimana bahasa dapat menjadi medan pertempuran bagi ideologi dan kekuasaan.
Pendekatan Van Dijk sangat relevan di era informasi saat ini, di mana wacana diproduksi dan disebarkan secara masif melalui berbagai platform. Dengan memahami prinsip-prinsip AWK, individu dapat menjadi konsumen informasi yang lebih kritis dan mampu mengenali serta menantang bentuk-bentuk manipulasi dan ketidakadilan yang mungkin tersembunyi dalam ujaran sehari-hari.