Frasa Barakallah adalah salah satu ungkapan doa yang paling sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari umat Muslim, terutama di Indonesia. Ungkapan ini mengandung makna yang sangat mendalam: permohonan keberkahan dari Allah SWT. Namun, seiring dengan penggunaan yang meluas dalam media sosial, pesan singkat, dan percakapan digital, sering muncul kebingungan mengenai bagaimana cara menulis transliterasi Arab ke dalam huruf Latin yang benar. Kesalahan penulisan tidak hanya mengurangi keindahan bahasa, tetapi juga berpotensi mengubah makna dan pengucapan aslinya.
Artikel ini hadir sebagai panduan komprehensif untuk mengurai seluk-beluk penulisan Barakallah yang tepat. Kita akan membahas struktur Arab aslinya, aturan transliterasi baku, variasi penulisan untuk berbagai subjek (laki-laki, perempuan, jamak), hingga analisis mendalam terhadap kesalahan-kesalahan umum yang sering ditemui. Memahami penulisan yang benar adalah langkah awal untuk memastikan bahwa doa yang kita sampaikan tertuang dengan baik dan sesuai kaidah.
Inti dari pembahasan ini adalah frasa Arab aslinya. Ungkapan yang dimaksud adalah gabungan dari kata kerja (fi'il) dan subjek (fa'il).
Secara harfiah, struktur ini dapat dianalisis sebagai berikut:
Terjemahan Literal: "Semoga Allah telah memberkahi" atau lebih tepatnya, dalam konteks doa, diterjemahkan menjadi "Semoga Allah memberkahimu." Karena kata kerja lampau (Baraka) digunakan dalam konteks ini untuk mengekspresikan harapan atau doa, seolah-olah keberkahan tersebut sudah terjadi dan ditetapkan oleh Allah.
Transliterasi adalah proses mengubah tulisan Arab ke dalam aksara Latin. Untuk memastikan keseragaman, badan-badan resmi seperti Kementerian Agama RI (Kemenag) dan standar internasional (seperti ISO 233) memiliki aturan ketat. Meskipun dalam penggunaan populer kita sering mengabaikan diakritik, penulisan yang paling akurat adalah yang mendekati pelafalan aslinya.
Penulisan baku yang dianjurkan adalah:
Analisis fonetik penulisan ini:
Kesalahan terbesar dalam transliterasi adalah penggunaan huruf 'O' (misalnya, *Barokalloh*). Dalam kaidah bahasa Arab, vokal yang mengikuti huruf Ra (ر) pada kata Baraka adalah vokal *Fathah* (vokal 'A'), bukan *Dhammah* atau vokal 'O' tebal. Penggunaan 'O' sering dipengaruhi oleh dialek bahasa Jawa atau Sunda di Indonesia, yang cenderung membulatkan vokal 'A' yang tebal.
Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang penulisan yang benar, kita harus menganalisis setiap morfem (unit makna terkecil) dan setiap fonem (unit bunyi) dari frasa "Barakallahu" serta variasi-variasinya. Kedalaman analisis ini penting mengingat betapa seringnya penulisan yang tidak konsisten terjadi di ruang digital.
Kata ini terdiri dari empat bunyi dasar: B, A panjang, R, dan K. Keempat bunyi ini harus direpresentasikan secara akurat dalam Latin.
Huruf Arab *Ba* (ب) adalah konsonan bilabial yang memiliki padanan langsung dalam Latin, yaitu 'B'. Tidak ada ambiguitas di sini. Penulisan seperti *Varakallah* (menggunakan V) adalah salah total dan tidak relevan dengan fonetik Arab.
Ini adalah titik kritis pertama. Setelah huruf *Ba*, terdapat *Alif* yang menandakan pemanjangan vokal *Fathah* (a). Ini harus dibaca panjang, sekitar dua harakat.
Penting untuk dicatat: Penggunaan 'O' (*Barokallah*) adalah kesalahan fatal karena mengubah vokal dasar dari 'A' panjang (Fathah) menjadi 'O' (Dhammah) atau setidaknya vokal 'A' yang sangat tebal yang tidak standar dalam Fusha (Arab baku). Jika Anda ingin menulis yang paling benar dalam konteks umum Indonesia, gunakan Barakallah atau Baarakallah, tetapi hindari 'Barokah'.
Huruf *Ra* (ر) harus ditulis sebagai 'R'. Dalam konteks ini, *Ra* diikuti oleh vokal pendek *Fathah* (a). Transliterasi harus mencerminkan 'R-A'.
Kesalahan: Beberapa penutur non-Arab mungkin membaca *Ra* tebal (mirip *R* dalam bahasa Inggris atau Jawa), yang kadang-kadang memicu transliterasi menjadi 'O' tebal. Namun, secara kaidah tajwid, *Ra* di sini adalah *Ra* tipis. Oleh karena itu, *R-A* adalah transliterasi yang tepat, bukan *R-O*.
Huruf *Kaf* (ك) adalah konsonan yang jelas ditulis sebagai 'K'. Ini diikuti oleh vokal pendek *Fathah* (a) yang menghubungkannya dengan kata berikutnya (Allah). Jadi, 'Ka' atau 'k'.
Penting untuk dibedakan dari *Qaf* (ق), yang di beberapa dialek Indonesia juga ditransliterasikan menjadi 'K' atau 'Q' (e.g., *Qur'an* vs *Koran*). Dalam *Barakallah*, yang digunakan adalah *Kaf* (ك), sehingga penulisan 'K' adalah mutlak benar. Menulis *Baraqallah* adalah salah secara linguistik, meskipun secara bunyi mungkin mirip bagi sebagian orang.
Ringkasan transliterasi untuk kata kerja: Bārakā atau Baraka.
Kata subjek "Allah" memiliki aturan transliterasi yang cukup standar, tetapi dalam frasa ini, ia disambungkan langsung ke kata kerja *Baraka*.
Pada kata Allah, terdapat dua huruf *Lam* (ل), yang harus dipertahankan dalam transliterasi populer sebagai 'll'.
Ketika frasa ini diucapkan secara penuh (bukan diwaqaf/dihentikan), huruf *Ha* (ه) di akhir kata Allah diikuti oleh *Dhammah* (u), menandakan bahwa kata tersebut berfungsi sebagai subjek (marfu').
Sehingga, penulisan lengkapnya adalah Allah-u.
Jika kita menggabungkan keduanya, transliterasi yang paling lengkap dan benar secara gramatikal adalah:
Ketika diucapkan secara cepat atau santai, vokal pendek di akhir (*u*) sering hilang, dan orang hanya mengatakan "Barakallah." Meskipun ini diterima dalam percakapan informal, penulisan yang lengkap tetap harus menyertakan 'u' jika ingin akurat secara tata bahasa.
Frasa Barakallahu saja berarti "Semoga Allah memberkahi." Namun, dalam komunikasi sehari-hari, kita ingin doa tersebut tertuju pada orang spesifik. Untuk itu, kita menambahkan kata ganti orang (dhamir) setelah kata Allah. Penambahan ini memerlukan perubahan pada penulisan transliterasi.
Kita menambahkan kata ganti *Ka* (كَ) yang dibaca *Fathah* (a) di akhir. Ini sering ditransliterasikan sebagai 'k' atau 'ka' atau 'fika'.
Arab Asli:
Transliterasi yang Benar:
Kata *Fiika* (فيك) berarti "padamu" (laki-laki). Jika kita menghapus kata *Fii* (di/kepada), kita dapat menggunakan kata ganti *Laka* (لَكَ) yang berarti "untukmu."
Kesalahan umum di sini adalah menghilangkan vokal panjang 'a' pada *fiikā*, sehingga sering ditulis hanya *Barakallahu Fik* yang cenderung diterima karena vokal 'a' pada kata ganti sering dihilangkan saat diwaqaf (berhenti).
Ketika doa ditujukan kepada seorang perempuan, kata ganti yang digunakan adalah *Ki* (كِ) yang dibaca *Kasroh* (i) di akhir.
Arab Asli:
Transliterasi yang Benar:
Perhatikan bahwa, meskipun pelafalan akhirnya berbeda (laki-laki: *fika*, perempuan: *fiki*), dalam penulisan Latin non-diakritik, kedua-duanya sering disederhanakan menjadi Fik. Untuk membedakannya secara jelas dalam tulisan, pengguna harus menggunakan Fiika (laki-laki) dan Fiiki (perempuan).
Barakallahu Laki: (Semoga Allah memberkahi untukmu, perempuan).
Ketika ditujukan kepada sekelompok orang (misalnya pasangan pengantin atau keluarga), kita menggunakan kata ganti *Kum* (كُمْ).
Arab Asli:
Transliterasi yang Benar:
Penggunaan ini adalah yang paling sering ditemui dalam konteks ucapan pernikahan. Variasi lain: *Barakallahu Lakum*.
Berikut adalah perbandingan penulisan yang lengkap berdasarkan kaidah transliterasi populer di Indonesia:
| Target | Arab Asli | Transliterasi Akurat | Penulisan Populer |
|---|---|---|---|
| Tunggal (Laki-laki) | بَارَكَ اللهُ فِيْكَ | Barakallahu Fiika | Barakallahu Fik |
| Tunggal (Perempuan) | بَارَكَ اللهُ فِيْكِ | Barakallahu Fiiki | Barakallahu Fik (atau Fiiki) |
| Jamak (Umum) | بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ | Barakallahu Fikum | Barakallahu Fikum |
| Hanya Allah | بَارَكَ اللهُ | Barakallahu | Barakallah |
Karena tidak adanya standarisasi yang ketat dalam penulisan non-ilmiah, banyak sekali variasi penulisan yang menyimpang dari pelafalan aslinya. Mengenali kesalahan ini sangat penting untuk memastikan penulisan yang kita gunakan adalah yang paling benar.
Ini adalah kesalahan yang paling sering terjadi di Indonesia, dipicu oleh dialek lokal yang menebalkan atau membulatkan vokal 'a' pada kata Arab tertentu.
Seringkali, untuk mempersingkat penulisan di pesan teks, beberapa huruf vital dihilangkan.
Sebagian orang keliru menyamakan huruf *Kaf* (ك) dengan *Qaf* (ق).
Kesalahan terbesar dalam variasi adalah mengacaukan kata ganti gender:
Kesimpulan Penulisan yang Dianjurkan: Untuk penulisan digital yang baku dan mudah dibaca oleh semua kalangan Indonesia, penulisan yang paling aman adalah:
Setelah kita menguasai cara menulisnya, penting untuk memahami kapan dan bagaimana frasa ini digunakan, serta apa balasan yang tepat. Penggunaan yang tepat mencerminkan pemahaman yang utuh tentang doa ini.
Penggunaan utama dari frasa ini adalah untuk mengucapkan selamat dan mendoakan keberkahan atas suatu nikmat atau pencapaian.
Penggunaan frasa ini mencerminkan bahwa seorang Muslim melihat setiap kejadian baik, rezeki, dan nikmat sebagai sumber keberkahan yang harus dipertahankan dan ditingkatkan dengan izin Allah.
Ketika seseorang mendoakan kita dengan *Barakallahu Fik*, kita wajib membalasnya dengan doa yang serupa atau yang lebih baik. Ada beberapa variasi balasan yang benar:
1. Balasan Paling Umum (Versi Pendek):
2. Balasan Paling Umum (Versi Perempuan):
Artinya: "Dan kepadamu juga semoga Allah memberkahi." (Memastikan doa tersebut berbalik kepada orang yang mendoakan).
3. Balasan Sederhana:
Menggunakan balasan yang tepat juga memerlukan perhatian pada gender. Jika kita membalas doa dari seorang perempuan, kita harus menggunakan *Wa Fiiki*. Jika kita membalas dari sekelompok orang, kita menggunakan *Wa Fikum*.
Untuk memperkuat pemahaman tentang penulisan yang benar, kita perlu kembali ke akar kata *Barakah* dalam Al-Qur’an dan Hadits. Pemahaman ini menghilangkan keraguan atas transliterasi vokal 'A' panjang.
Akar kata *B-R-K* (برك) memiliki makna dasar 'berlututnya unta' dan secara majas berarti 'ketetapan,' 'kekal,' dan 'pertambahan kebaikan.' Ketika kata ini diubah ke dalam bentuk *fi'il madhi* (kata kerja lampau) dengan tambahan Alif di tengah (sehingga menjadi *Bārakā*), ia menjadi kata kerja transitif yang berarti 'memberi berkah' atau 'menetapkan kebaikan.'
Struktur *Bārakā* ini adalah bentuk turunan (wazan) yang dikenal sebagai *Fa'ala* (فَاعَلَ) atau dalam ilmu sharaf (morfologi) dikenal sebagai wazan ke-3. Ciri khas dari wazan ini adalah adanya Alif panjang setelah huruf pertama, yang menuntut adanya vokal 'A' panjang, bukan 'O'.
Implikasi Linguistik Terhadap Transliterasi:
Karena akar kata ini secara morfologi menuntut vokal 'A' panjang, maka penulisan Bārakā adalah wajib secara kaidah. Siapa pun yang menulis 'Barokah' berarti secara linguistik telah melanggar wazan (pola) kata kerja Arab yang benar untuk makna "memberkahi."
Konsep *Barakah* muncul berkali-kali dalam Al-Qur'an. Kata kerja yang digunakan untuk merujuk pada Allah yang memberi berkah (seperti yang menjadi dasar *Barakallah*) selalu menggunakan vokal 'A' panjang. Contoh: *Tabaaraka* (تبارك), yang berarti "Mahasuci/Mahatinggi yang memberkahi."
Kata *Tabaaraka* (تبارك) menggunakan vokal 'A' yang sama pada suku kata kedua dan ketiga, yang menegaskan bahwa bunyi 'A' adalah fundamental pada konsep keberkahan. Hal ini semakin menguatkan bahwa transliterasi yang benar harus mempertahankan vokal 'A', bukan 'O'.
Pedoman Transliterasi Arab-Latin SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengatur dengan jelas bagaimana huruf-huruf Arab harus dituliskan dalam Latin. Meskipun pedoman ini menggunakan diakritik (misalnya 'ā' untuk vokal panjang), dalam penggunaan populer, kita sering menghilangkan diakritik tersebut. Namun, penghilangan diakritik (seperti menghilangkan ā) tidak boleh menyebabkan perubahan fonem menjadi huruf lain (seperti mengubah 'a' menjadi 'o').
Oleh karena itu, penulisan yang paling dekat dengan standar resmi, meskipun disederhanakan, adalah Barakallah.
Di era digital, kecepatan dan konsistensi adalah kunci. Berikut adalah panduan penulisan yang disarankan untuk berbagai platform komunikasi:
Dalam konteks informal (WhatsApp, Instagram, X), penulisan haruslah ringkas namun tetap benar secara fonetik. Hindari singkatan yang terlalu ekstrem.
Selalu periksa apakah Anda menggunakan 'Barakallah' (A) dan bukan 'Barokallah' (O). Konsistensi dalam penggunaan huruf 'A' adalah tanda penulisan yang akurat.
Meskipun frasa *Barakallah* sangat kuat, dalam ucapan pernikahan, doa penuh lebih diutamakan:
Transliterasi Penuh yang Benar: Barakallahu laka, wa baraka 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khair.
Analisis penulisan ini menegaskan kembali penggunaan vokal 'A' pada kata kerja *Baraka* dan *Jama'a*. Penulisan yang tepat memastikan bahwa makna doa ini tidak berkurang atau salah ditafsirkan oleh pembaca.
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa selama maknanya dipahami, perbedaan kecil dalam transliterasi (seperti A vs O) tidak menjadi masalah. Namun, dalam konteks doa dan istilah keagamaan, konsistensi penulisan memiliki beberapa alasan penting:
Tahrif adalah perubahan lafal. Ketika kita menulis *Barokallah*, kita secara tidak langsung mengajarkan pelafalan yang salah kepada orang lain, terutama generasi muda yang belajar istilah Arab dari internet. Konsistensi menggunakan 'A' memastikan bahwa pelafalan *Fusha* (Arab baku) dipertahankan.
Bahasa Arab, terutama bahasa Al-Qur'an, memiliki tata bahasa (Nahwu) dan morfologi (Sharaf) yang sangat terstruktur. Setiap perubahan vokal memiliki dampak besar pada makna dan jenis kata (kata benda vs kata kerja). Menulis dengan benar menunjukkan penghargaan terhadap struktur bahasa sumber.
Ketika semua orang menggunakan standar penulisan yang sama (misalnya, *Barakallahu Fik*), komunikasi menjadi lebih efisien. Jika setiap daerah memiliki varian transliterasi sendiri (*Barokallah*, *Barakallah*, *Baraqallah*), ini bisa membingungkan komunitas Muslim global.
Untuk mengakhiri panduan ini, mari kita bandingkan secara teliti variasi-variasi penulisan yang paling sering ditemui dan mana yang harus dipertahankan sebagai penulisan yang benar:
Varian: Barokah, Barokalloh
Masalah Inti: Perubahan vokal 'A' menjadi 'O' pada suku kata pertama. Ini tidak hanya salah secara kaidah *Fathah* dan *Alif* yang ada pada kata kerja *Bārakā*, tetapi juga didasarkan pada asumsi dialek lokal bahwa huruf Arab *Ra* harus dibaca tebal (sehingga membulatkan vokal setelahnya). Kesalahan ini harus dihindari karena 'O' tidak merepresentasikan bunyi vokal panjang 'A'.
Varian: Barakallah, Baarakallah
Kekuatan: Mempertahankan vokal 'A' yang benar. Ini adalah bentuk yang paling diterima dan dipahami secara luas di Indonesia, meskipun secara teknis menghilangkan penekanan panjang (makron) pada 'ā' dan menghilangkan *dammah* (u) di akhir kata Allah.
Rekomendasi: Sangat dianjurkan untuk penggunaan sehari-hari, pesan singkat, dan media sosial.
Varian: Barakallahu Fiika, Barakallahu Fiiki, Barakallahu Fikum
Kekuatan: Ini adalah penulisan yang paling akurat karena menyertakan vokal 'u' pada kata Allah (sebagai subjek) dan membedakan kata ganti orang berdasarkan gender dan jumlah. Ini menunjukkan pemahaman tata bahasa Arab yang baik.
Rekomendasi: Dianjurkan untuk penulisan formal, naskah ceramah, atau ucapan yang ingin mempertahankan keaslian linguistik sepenuhnya.
Dengan demikian, panduan lengkap mengenai cara menulis Barakallah yang benar mengarah pada kesimpulan tunggal: prioritaskan penulisan yang mempertahankan vokal 'A' pada suku kata pertama (*Barakallah*) dan berusaha untuk membedakan kata ganti gender (*Fiika* dan *Fiiki*) untuk mencapai tingkat akurasi yang maksimal. Konsistensi dalam mengikuti kaidah ini adalah bentuk penghormatan kita terhadap bahasa suci dan substansi doa yang terkandung di dalamnya. Semoga Allah memberkahi upaya kita dalam menulis dan melafalkan doa-doa dengan benar. Barakallahu Fikum.