Panduan Lengkap Cara Mengukur Ankle-Brachial Index (ABI)

Ankle-Brachial Index (ABI) adalah alat diagnostik non-invasif yang sangat penting dan seringkali kurang dimanfaatkan dalam mendeteksi adanya Penyakit Arteri Perifer (PAD) pada ekstremitas bawah. Pengukuran ABI yang akurat dapat memberikan wawasan klinis yang signifikan, tidak hanya mengenai kondisi vaskular lokal tetapi juga risiko kardiovaskular sistemik yang lebih luas. Prosedur ini relatif sederhana, namun membutuhkan ketelitian tinggi, pemahaman mendalam tentang teknik Doppler, dan interpretasi yang cermat terhadap data tekanan darah sistolik. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap aspek, mulai dari persiapan pasien, langkah-langkah teknis pengukuran, hingga interpretasi hasil yang kompleks, memastikan praktisi kesehatan dapat melaksanakan prosedur ini dengan standar emas.

1. Memahami Konsep Ankle-Brachial Index (ABI)

1.1 Definisi dan Prinsip Dasar

ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik yang diukur pada pergelangan kaki (ankle) dan tekanan darah sistolik yang diukur pada lengan (brachial). Secara fisiologis, pada individu yang sehat, tekanan darah di pergelangan kaki harus sama atau sedikit lebih tinggi daripada tekanan darah di lengan, sehingga rasio ideal (ABI) adalah sekitar 1.0 hingga 1.4. Prinsip di balik pengukuran ini adalah bahwa penyumbatan atau penyempitan signifikan pada pembuluh darah (stenosis) di ekstremitas bawah akan menyebabkan penurunan tekanan darah distal (di pergelangan kaki) relatif terhadap tekanan darah proksimal (di lengan).

Penyakit Arteri Perifer (PAD) hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis, penumpukan plak lemak yang mengeraskan dan menyempitkan arteri. Ketika arteri menjadi kaku atau tersumbat, aliran darah terganggu, dan tekanan darah yang mencapai pergelangan kaki akan turun. Penurunan tekanan ini terekam dalam nilai ABI yang lebih rendah dari normal, menjadikannya penanda sensitif dan spesifik untuk PAD, bahkan pada tahap asimptomatik.

1.2 Pentingnya Skrining ABI

ABI bukan sekadar alat diagnostik untuk nyeri kaki saat berjalan (klaudikasio), melainkan merupakan penanda prognostik yang kuat. Individu dengan ABI rendah memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk mengalami serangan jantung, stroke, dan kematian kardiovaskular, terlepas dari faktor risiko tradisional lainnya. Skrining ABI sangat penting karena PAD seringkali asimptomatik (terutama pada pasien diabetes) dan dapat tidak terdiagnosis hingga penyakit mencapai stadium lanjut. Pengukuran ABI memungkinkan intervensi dini, termasuk modifikasi gaya hidup intensif dan terapi farmakologis, yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan.

Penggunaan ABI melampaui deteksi PAD; ia juga memandu manajemen luka. Luka pada kaki (ulkus) yang disebabkan oleh insufisiensi vena atau neuropati seringkali diperburuk oleh iskemia yang tidak terdiagnosis. Sebelum melakukan debridement atau pemasangan perban kompresi, pengukuran ABI harus dilakukan. Kompresi, yang sering diperlukan untuk ulkus vena, sangat berbahaya jika diterapkan pada kaki dengan ABI yang sangat rendah (iskemia parah), karena dapat mengganggu aliran darah yang sudah terbatas dan menyebabkan nekrosis.

Diagram Ankle Brachial Index Tekanan Brakialis (Tangan) Tekanan Ankle (Kaki) ABI = Ankle / Brachial

Diagram skematis yang menunjukkan rasio pengukuran ABI antara tekanan sistolik di pergelangan kaki dan lengan.

Diagram Skematis Pengukuran Ankle-Brachial Index (ABI) menunjukkan lokasi manset pada lengan dan pergelangan kaki.

2. Indikasi Klinis dan Persiapan Pra-Prosedur

2.1 Kriteria Pasien yang Membutuhkan Pengukuran ABI

Pengukuran ABI harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang menunjukkan gejala PAD atau memiliki faktor risiko signifikan. Pedoman klinis menggarisbawahi beberapa kelompok utama yang memerlukan skrining:

  1. Gejala Klaudikasio: Rasa nyeri, kram, atau kelelahan pada otot kaki yang terjadi saat beraktivitas (berjalan) dan hilang saat beristirahat. Gejala ini adalah manifestasi klasik PAD.
  2. Nyeri Kaki Saat Istirahat (Rest Pain): Indikasi iskemia kritis, sering terjadi pada malam hari, menandakan penyakit vaskular yang sangat parah.
  3. Luka atau Ulkus Non-Penyembuh: Terutama ulkus di kaki atau telapak kaki; ABI harus diukur untuk menentukan kontribusi aliran darah yang buruk terhadap non-penyembuhan.
  4. Faktor Risiko Signifikan: Pasien berusia 65 tahun ke atas tanpa memandang faktor risiko lainnya. Pasien berusia 50 tahun ke atas dengan riwayat diabetes atau merokok. Pasien usia berapapun dengan diabetes dan faktor risiko aterosklerosis lainnya (dislipidemia, hipertensi).
  5. Pemeriksaan Fisik Abnormal: Penemuan fisik seperti penurunan atau tidak adanya denyut nadi pedal (dorsalis pedis atau tibialis posterior), bruit (bunyi desiran) femoral, atau perubahan trofik pada kulit kaki (rambut rontok, kulit tipis, kuku tebal).

Dalam konteks skrining massal, nilai prediktif positif ABI sebagai penanda risiko kardiovaskular jauh melampaui biaya dan kesederhanaan prosedur itu sendiri. Oleh karena itu, skrining proaktif pada populasi berisiko tinggi adalah langkah preventif yang vital.

2.2 Persiapan Lingkungan dan Peralatan

Keakuratan ABI sangat bergantung pada standarisasi kondisi pengukuran. Lingkungan harus tenang dan suhunya harus nyaman, karena suhu dingin dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang secara artifisial dapat meningkatkan tekanan darah di pergelangan kaki.

Peralatan yang diperlukan meliputi:

2.3 Prosedur Istirahat Pasien

Ini adalah langkah persiapan yang paling sering diabaikan dan merupakan sumber kesalahan pengukuran utama. Pasien harus beristirahat dalam posisi telentang selama 10 hingga 20 menit penuh sebelum pengukuran dimulai. Aktivitas fisik, merokok, atau konsumsi kafein segera sebelum tes dapat memengaruhi tekanan darah secara signifikan, menghasilkan nilai ABI yang tidak representatif. Selama periode istirahat ini, seluruh sistem vaskular pasien harus mencapai kondisi hemodinamik yang stabil dan basal.

3. Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Brakial (Numerator)

Tekanan darah sistolik brakial berfungsi sebagai penyebut (denominator) dalam rasio ABI. Pengukuran ini harus dilakukan pada kedua lengan untuk menentukan tekanan sistolik lengan tertinggi, yang kemudian akan digunakan sebagai referensi untuk seluruh perhitungan.

3.1 Langkah Awal di Lengan

  1. Posisi: Pasien tetap telentang. Lengan harus rileks di samping tubuh, setinggi jantung.
  2. Penempatan Manset: Pasang manset tekanan darah di sekitar lengan atas (brakial), pastikan manset terpasang dengan erat namun nyaman, dengan tepi bawahnya beberapa sentimeter di atas lipatan siku.
  3. Lokasi Arteri: Arteri brakialis diidentifikasi di fosa antekubital.
  4. Persiapan Doppler: Aplikasikan gel ultrasound dalam jumlah kecil di atas denyut nadi arteri brakialis.

3.2 Teknik Pengukuran Doppler di Lengan

Penggunaan probe Doppler sangat krusial di sini. Tidak seperti pengukuran tekanan darah standar yang menggunakan bunyi Korotkoff, ABI mengandalkan sinyal aliran darah yang terdeteksi oleh Doppler untuk menentukan tekanan sistolik.

Prosedur teknis:

3.3 Menetapkan Tekanan Brakial Referensi

Prosedur ini harus diulang pada lengan kontralateral. Aturan standar emas dalam menghitung ABI adalah selalu menggunakan tekanan sistolik tertinggi yang diukur pada salah satu lengan sebagai denominator. Hal ini karena, jika ada stenosis (penyempitan) di salah satu arteri subklavia (yang memberi makan arteri brakialis), tekanan di lengan tersebut akan secara artifisial rendah. Menggunakan tekanan lengan yang lebih rendah akan menghasilkan nilai ABI yang salah tinggi (falsely high), yang berpotensi menyembunyikan PAD yang sebenarnya.

4. Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Ankle (Denominator)

Pengukuran pada pergelangan kaki (ankle) adalah inti dari prosedur ini. Kita harus mengukur tekanan sistolik di dua arteri utama di kaki: Arteri Dorsalis Pedis (DP) dan Arteri Tibialis Posterior (TP).

4.1 Lokasi dan Persiapan Kaki

Kaki pasien harus rileks sepenuhnya. Manset standar (atau manset yang lebih kecil jika kaki sangat kurus) dipasang tepat di atas maleolus (tulang pergelangan kaki). Lokasi manset harus memungkinkan probe Doppler diletakkan di lokasi arteri distal.

4.2 Pengukuran Arteri Dorsalis Pedis (DP)

Arteri DP terletak di punggung kaki, biasanya lateral terhadap tendon extensor halluces longus (tendon jempol kaki). Denyut nadi seringkali sulit dirasakan secara palpasi, inilah mengapa Doppler sangat penting.

  1. Penempatan Probe DP: Terapkan gel ultrasound di area tersebut. Temukan sinyal Doppler yang paling kuat.
  2. Pengukuran Tekanan: Sama seperti di lengan, kembungkan manset di atas maleolus hingga sinyal hilang, lalu deflasikan perlahan (2 mmHg/detik).
  3. Pencatatan: Catat tekanan sistolik pada titik kembalinya sinyal Doppler DP.

4.3 Pengukuran Arteri Tibialis Posterior (TP)

Arteri TP terletak di belakang maleolus medial (tonjolan tulang di sisi dalam pergelangan kaki). Arteri ini seringkali lebih mudah dideteksi dibandingkan DP.

  1. Penempatan Probe TP: Terapkan gel di posterior maleolus medial. Pastikan posisi probe tegak lurus terhadap arah aliran pembuluh darah.
  2. Pengukuran Tekanan: Ikuti prosedur inflasi dan deflasi yang identik dengan pengukuran DP.
  3. Pencatatan: Catat tekanan sistolik pada titik kembalinya sinyal Doppler TP.

4.4 Menentukan Tekanan Ankle Tertinggi

Setelah mendapatkan empat angka pengukuran tekanan sistolik pergelangan kaki (DP kanan, TP kanan, DP kiri, TP kiri), untuk setiap kaki, tekanan sistolik pergelangan kaki yang digunakan sebagai pembilang (numerator) adalah nilai tertinggi antara DP dan TP dari kaki tersebut. Hal ini dilakukan karena sumbatan mungkin hanya memengaruhi satu arteri (misalnya, hanya DP), dan menggunakan arteri yang tersumbat akan menghasilkan ABI yang salah rendah. Tujuan kita adalah mengukur tekanan darah maksimum yang mencapai ekstremitas tersebut.

Catatan Kritis Akurasi: Kesalahan 10 mmHg dalam pengukuran (baik di lengan maupun kaki) dapat mengubah klasifikasi PAD dari ringan menjadi sedang. Kecepatan deflasi manset yang konsisten dan pemosisian probe Doppler yang optimal adalah kunci untuk meminimalkan variabilitas. Praktisi harus selalu memastikan mereka mendengar sinyal Doppler yang jernih dan kuat sebelum inflasi.

5. Perhitungan dan Interpretasi Nilai Ankle-Brachial Index

5.1 Langkah Perhitungan

Setelah semua pengukuran telah dicatat (Tekanan Brakial Tertinggi, Tekanan Ankle Kanan Tertinggi, Tekanan Ankle Kiri Tertinggi), perhitungan ABI dilakukan untuk setiap kaki secara terpisah:

ABI Kanan = (Tekanan Ankle Kanan Tertinggi) / (Tekanan Brakial Tertinggi)
ABI Kiri = (Tekanan Ankle Kiri Tertinggi) / (Tekanan Brakial Tertinggi)

Selalu ingat bahwa tekanan brakial (denominator) yang digunakan adalah yang tertinggi dari kedua lengan. Jika tekanan sistolik lengan kanan adalah 150 mmHg dan lengan kiri 140 mmHg, maka 150 mmHg digunakan untuk menghitung ABI kedua kaki.

5.2 Tabel Interpretasi Standar

Nilai ABI diklasifikasikan berdasarkan ambang batas klinis yang telah ditetapkan. Klasifikasi ini sangat penting karena memandu tindakan klinis selanjutnya, mulai dari modifikasi risiko hingga indikasi revaskularisasi.

Tabel Interpretasi Nilai ABI Nilai ABI Interpretasi Klinis > 1.40 Arteri Kaku (Non-Kompresibel). Hasil Tidak Reliabel. 1.00 - 1.40 Normal (Tidak Ada PAD Signifikan) 0.91 - 0.99 Borderline / Perbatasan. Butuh Evaluasi Lebih Lanjut. 0.70 - 0.90 Penyakit Arteri Perifer Ringan 0.40 - 0.69 Penyakit Arteri Perifer Sedang (Klaudikasio) < 0.40 Penyakit Arteri Perifer Parah (Iskemia Kritis) CATATAN: Jika ABI > 1.40, lanjutkan dengan pengukuran TBI (Toe-Brachial Index).

Klasifikasi standar nilai Ankle-Brachial Index dan implikasi klinisnya.

Tabel interpretasi nilai ABI dari 1.40 ke bawah, menunjukkan klasifikasi mulai dari normal hingga iskemia kritis.

5.3 Interpretasi Klinis Mendalam

5.3.1 ABI Normal (1.00 – 1.40)

Nilai dalam rentang ini mengindikasikan bahwa aliran darah arteri ke kaki tidak terhalang secara signifikan. Tekanan darah distal memadai. Namun, perlu dicatat bahwa nilai normal tidak sepenuhnya mengecualikan PAD, terutama jika pasien menunjukkan gejala klaudikasio. Dalam kasus ini, ABI stress test (pengukuran setelah treadmill) mungkin diperlukan. Selain itu, nilai di atas 1.30 harus selalu menimbulkan kecurigaan pada kalsifikasi arteri (lihat bagian 6).

5.3.2 ABI Perbatasan (0.91 – 0.99)

Rentang ini dianggap borderline. Meskipun tidak secara definitif menunjukkan PAD, pasien pada rentang ini memiliki risiko kardiovaskular yang meningkat dan harus menjalani modifikasi risiko secara agresif. Pengujian ABI stress (setelah aktivitas) adalah standar untuk mengklarifikasi apakah terdapat PAD fungsional yang hanya muncul saat kebutuhan metabolisme meningkat.

5.3.3 PAD Sedang hingga Berat (< 0.90)

Nilai di bawah 0.90 mengkonfirmasi diagnosis PAD. Semakin rendah nilai ABI, semakin parah penyumbatannya. Nilai 0.40 hingga 0.69 sering dikaitkan dengan klaudikasio intermiten, di mana pasien mengalami nyeri saat berjalan. Nilai di bawah 0.40 mengindikasikan penyakit multitingkat yang parah dan mendekati iskemia kritis tungkai (CLI). CLI ditandai dengan nyeri saat istirahat dan/atau adanya ulkus atau gangren, dan memerlukan intervensi vaskular yang mendesak.

6. Tantangan Pengukuran dan Varian Khusus

Meskipun ABI adalah alat yang kuat, ada beberapa kondisi klinis yang dapat mengganggu keakuratannya, yang menuntut praktisi untuk menggunakan teknik tambahan atau mempertimbangkan indeks alternatif.

6.1 Arteri Non-Kompresibel (Kalsifikasi)

Masalah paling umum yang mengganggu pengukuran ABI adalah pengerasan arteri, atau kalsifikasi tunika media (Monckeberg’s Sclerosis). Ini paling sering terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus yang lama, penyakit ginjal stadium akhir, dan usia lanjut. Ketika arteri kalsifikasi, arteri tidak dapat ditekan (non-kompresibel) oleh manset, dan tekanan yang diperlukan untuk menutup arteri menjadi sangat tinggi.

6.2 Indeks Tekanan Brachial Jari Kaki (TBI)

TBI adalah alternatif yang tak ternilai ketika arteri pergelangan kaki kaku. Arteri digital (arteri di jari kaki) jauh lebih jarang mengalami kalsifikasi dibandingkan arteri tibial atau pedal. TBI diukur menggunakan manset jari kaki yang sangat kecil (biasanya 1.9 cm hingga 2.5 cm) dan probe fotopletismografi (PPG), bukan Doppler tradisional.

6.3 Pengujian ABI Setelah Latihan (Stress Test)

Pada pasien yang mengalami gejala klaudikasio tetapi memiliki ABI istirahat normal (0.91 – 1.40), PAD mungkin tidak terlihat sampai kebutuhan metabolisme otot meningkat. Pengujian setelah latihan dirancang untuk memicu vasokonstriksi dan mengidentifikasi PAD yang tersembunyi (fungsional).

  1. Prosedur: Pasien berjalan di treadmill pada kecepatan dan kemiringan standar (misalnya 2 mph, 10% kemiringan) selama maksimal 5 menit, atau sampai timbulnya klaudikasio yang parah.
  2. Pengukuran Pasca-Latihan: Segera setelah berhenti, tekanan brakial dan pergelangan kaki diukur kembali. Pengukuran diulang setiap 1-2 menit sampai tekanan kembali ke nilai istirahat.
  3. Hasil Positif: Penurunan tekanan sistolik pergelangan kaki sebesar 15 hingga 20 mmHg dari nilai istirahat, atau penurunan nilai ABI hingga di bawah 0.90, mengkonfirmasi adanya PAD fungsional.

7. Analisis Bentuk Gelombang Doppler: Lebih dari Sekadar Angka

Meskipun perhitungan rasio tekanan memberikan nilai numerik yang penting, analisis kualitatif terhadap bentuk gelombang aliran darah yang terdengar atau terlihat pada layar Doppler memberikan informasi tambahan yang berharga mengenai tingkat keparahan penyakit vaskular.

7.1 Tiga Tipe Bentuk Gelombang Arteri

Sinyal Doppler diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama, yang mencerminkan resistensi dan kepatuhan pembuluh darah:

  1. Monofasik (Unifasik): Bentuk gelombang hanya memiliki satu komponen ke depan. Ini menunjukkan penyakit arteri yang parah, distal terhadap stenosis yang signifikan. Gelombang ini tumpul, amplitudonya rendah, dan tidak ada komponen mundur (diastolik).
  2. Bifasik: Gelombang memiliki dua fase: aliran ke depan (sistolik) diikuti oleh aliran balik cepat (diastolik) yang kembali di bawah garis dasar. Ini dapat ditemukan pada pasien yang sehat, tetapi juga dapat menandakan penyakit ringan atau sedang, terutama jika fase aliran balik kedua sangat kecil atau tumpul.
  3. Trifasik: Ini adalah bentuk gelombang normal pada individu sehat. Ditandai dengan tiga komponen: aliran ke depan yang kuat (sistolik), aliran balik cepat di awal diastole, dan aliran ke depan yang kecil lagi di akhir diastole. Bentuk trifasik mencerminkan arteri yang sangat elastis dan aliran darah yang tidak terhalang.

Ketika PAD berkembang, sinyal Doppler akan berevolusi dari trifasik menjadi bifasik, dan akhirnya menjadi monofasik yang tumpul. Kualitas sinyal Doppler, terutama pada pasien dengan ABI borderline atau ABI non-kompresibel (> 1.40), seringkali lebih informatif daripada nilai rasio semata. Penurunan amplitudo, bersama dengan perubahan dari trifasik menjadi monofasik, adalah indikator kuat penyakit oklusif.

7.2 Tekanan Pulsa (Pulse Pressure)

Meskipun ABI hanya menggunakan tekanan sistolik, variabilitas sinyal (tekanan pulsa) juga memberikan petunjuk. Tekanan pulsa yang sangat sempit di pergelangan kaki dibandingkan dengan lengan dapat mengindikasikan penurunan volume aliran, bahkan jika nilai sistolik masih dalam batas yang dapat diterima. Praktisi harus mencatat dan menganalisis gelombang yang dihasilkan oleh Doppler, tidak hanya mendengarkan sinyal kembalinya tekanan sistolik.

8. Implikasi Klinis Hasil ABI dan Manajemen Lanjut

Diagnosis PAD yang dikonfirmasi melalui ABI (nilai < 0.90) memerlukan inisiasi manajemen risiko dan, dalam kasus yang lebih parah, intervensi vaskular.

8.1 Modifikasi Risiko Kardiovaskular

Karena PAD adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik, fokus utama manajemen adalah mengurangi risiko infark miokard dan stroke. Langkah-langkah manajemen harus intensif:

  1. Penghentian Merokok (Smoking Cessation): Ini adalah intervensi tunggal terpenting. Merokok mempercepat aterosklerosis dan memperburuk PAD.
  2. Pengendalian Lipid: Terapi statin intensif (misalnya, dosis tinggi atorvastatin atau rosuvastatin) direkomendasikan untuk semua pasien PAD, terlepas dari kadar kolesterol awal, untuk menstabilkan plak.
  3. Pengendalian Hipertensi dan Diabetes: Kontrol tekanan darah dan glukosa yang ketat sesuai pedoman. Hipertensi adalah faktor risiko kuat untuk perkembangan PAD, sementara diabetes meningkatkan kaku arteri.
  4. Terapi Antiplatelet: Aspirin dosis rendah (75–100 mg per hari) atau klopidogrel direkomendasikan untuk mengurangi risiko kejadian trombotik. Klopidogrel sering kali lebih disukai jika pasien tidak toleran terhadap aspirin.

8.2 Manajemen Klaudikasio

Untuk pasien dengan klaudikasio (ABI 0.40–0.90), manajemen konservatif seringkali memadai. Pendekatan utama adalah program latihan berjalan yang terstruktur dan terawasi. Latihan teratur dapat merangsang pembentukan sirkulasi kolateral baru, meningkatkan jarak berjalan tanpa rasa sakit.

Farmakoterapi spesifik untuk klaudikasio mencakup penggunaan Cilostazol, yang telah terbukti secara klinis dapat meningkatkan jarak berjalan maksimum dan kualitas hidup. Obat ini memiliki efek vasodilatasi dan antiplatelet.

8.3 Iskemia Kritis Tungkai (CLI)

Nilai ABI < 0.40, ditambah dengan nyeri istirahat, ulkus iskemik, atau gangren, menandakan CLI. Kondisi ini adalah darurat vaskular yang mengancam tungkai dan memerlukan intervensi segera. Tujuan utama manajemen CLI adalah: 1) menghilangkan rasa sakit, 2) penyembuhan luka, dan 3) pencegahan amputasi. Intervensi mungkin melibatkan:

9. Perbandingan Metode Pengukuran dan Keterbatasan Teknik

Seiring perkembangan teknologi, metode pengukuran ABI juga berevolusi. Memahami perbedaan antara teknik manual Doppler dan perangkat otomatis (Oscillometric) sangat penting untuk interpretasi yang tepat.

9.1 ABI Doppler Manual vs. ABI Otomatis (Oscillometric)

Metode yang dijelaskan sebelumnya (menggunakan probe Doppler 8 MHz) adalah standar emas diagnostik dan pengukuran yang dilakukan oleh teknisi vaskular. Metode ini sangat akurat dalam menentukan tekanan sistolik pertama yang kembali (titik sistolik).

Perangkat ABI otomatis (oscillometric) menggunakan manset tekanan darah konvensional dan mendeteksi perubahan volume gelombang pulsa (osilasi) yang dihasilkan oleh aliran darah. Perangkat ini lebih cepat, memerlukan pelatihan minimal, dan cocok untuk skrining di lingkungan primer.

Keterbatasan metode otomatis:

Oleh karena itu, jika perangkat otomatis menghasilkan nilai borderline (0.91–0.99) atau ABI rendah (< 0.90), konfirmasi dengan metode Doppler manual standar emas sangat direkomendasikan sebelum intervensi klinis dimulai.

9.2 Kebutuhan untuk Pengukuran Tekanan Popliteal dan Femoral

Meskipun ABI hanya berfokus pada pergelangan kaki dan lengan, dalam beberapa kasus di mana ada perbedaan tekanan yang tidak terduga atau kecurigaan sumbatan di atas lutut (femoral), pengukuran tekanan di arteri popliteal (di belakang lutut) dapat memberikan informasi lokalisasi tambahan mengenai tingkat keparahan oklusi.

Jika sumbatan berada di segmen aorta-iliaka (di atas pangkal paha), maka tekanan sistolik femoral mungkin juga berkurang. Pengukuran ini membantu ahli bedah vaskular memetakan tingkat penyakit untuk perencanaan revaskularisasi yang akurat.

10. Prosedur Kualitas dan Pencegahan Kesalahan

Variabilitas dalam pengukuran ABI seringkali berasal dari kesalahan teknis atau persiapan pasien yang tidak optimal. Untuk memastikan keandalan diagnostik, protokol kualitas harus diikuti dengan ketat.

10.1 Manajemen Variabilitas

Variabilitas intrapasien (pada pasien yang sama) biasanya kurang dari 0.10, dan variabilitas antar pengamat harus dijaga sekecil mungkin. Beberapa langkah untuk mengurangi variabilitas meliputi:

10.2 Pelaporan dan Dokumentasi Hasil

Dokumentasi yang lengkap harus mencakup:

  1. Tekanan sistolik tertinggi di setiap lengan.
  2. Tekanan sistolik DP dan TP di setiap kaki.
  3. Nilai ABI yang dihitung untuk setiap kaki.
  4. Klasifikasi PAD yang sesuai.
  5. Analisis kualitatif bentuk gelombang Doppler (misalnya, "Monofasik di DP Kanan").
  6. Rekomendasi tindak lanjut (misalnya, "Rujuk ke Spesialis Vaskular untuk PAD Sedang").

Pelaporan harus jelas dan ringkas, memberikan gambaran yang lengkap bagi dokter rujukan. Kegagalan dalam melaporkan tekanan sistolik lengan tertinggi yang digunakan sebagai denominator dapat menyebabkan kebingungan klinis jika tes diulang di institusi lain.

11. Peran ABI dalam Prediksi Penyembuhan Luka

Selain diagnosis PAD, ABI adalah prediktor utama kemungkinan penyembuhan ulkus kaki iskemik. Penilaian ini sangat penting dalam podiatri dan perawatan luka. Aliran darah yang memadai adalah prasyarat mutlak untuk penyembuhan luka kronis.

Jika ABI tidak dapat diandalkan karena kalsifikasi (> 1.40), TBI atau tekanan oksigen transkutan (TcPO2) harus digunakan sebagai pengganti prediktor penyembuhan. Tekanan sistolik jari kaki di atas 30 mmHg sering dianggap sebagai batas minimal untuk penyembuhan yang berhasil.

12. Kesimpulan Mendalam Prosedur ABI

Pengukuran Ankle-Brachial Index adalah prosedur diagnostik yang fundamental dan harus menjadi bagian integral dari penilaian pasien berisiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular dan perifer. Dari langkah persiapan pasien yang ketat—memastikan istirahat 10–20 menit dan suhu ruangan yang ideal—hingga penggunaan probe Doppler yang terampil pada sudut optimal (45–60 derajat), setiap detail prosedur memengaruhi keakuratan hasil. Pemilihan tekanan sistolik tertinggi dari kedua lengan sebagai denominator wajib, dan penggunaan tekanan tertinggi antara Dorsalis Pedis dan Tibialis Posterior sebagai numerator, adalah protokol esensial untuk menghindari misklasifikasi.

Nilai ABI tidak hanya mengidentifikasi keberadaan PAD (nilai < 0.90) tetapi juga memetakan tingkat keparahan penyakit. Nilai rendah (< 0.40) menuntut perhatian segera untuk mencegah kehilangan tungkai, sementara nilai tinggi (> 1.40) secara kritis mengarahkan praktisi untuk beralih ke Indeks Jari Kaki-Brachial (TBI) untuk mengatasi masalah kaku arteri. Penguasaan teknik ini, ditambah dengan analisis bentuk gelombang Doppler dan pemahaman implikasi klinisnya pada manajemen risiko dan penyembuhan luka, memastikan bahwa alat skrining sederhana ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan hasil pasien dan mengurangi morbiditas kardiovaskular yang terkait dengan Penyakit Arteri Perifer.

Ketelitian dalam prosedur ABI adalah investasi dalam pencegahan sekunder dan primer, yang secara langsung berkontribusi pada diagnosis dini penyakit vaskular sistemik yang berpotensi fatal.

🏠 Homepage