Penyempurna Fitrah dan Gerbang Keberkahan
Khitan, atau yang sering kita sebut sunat, bukanlah sekadar prosedur medis rutin, melainkan sebuah ritual penting yang menyentuh inti dari kebersihan, kesehatan, dan penyempurnaan fitrah insani dalam ajaran Islam. Bagi setiap muslim, pelaksanaan khitan menandai sebuah langkah besar menuju kedewasaan spiritual dan fisik.
Istilah Barakallah Khitan menjadi ungkapan yang paling sering didengar saat momen sakral ini tiba. Kata ‘Barakallah’ berarti ‘Semoga Allah memberkahi’. Ketika diucapkan dalam konteks khitan, ia menjadi doa mendalam yang menyertai anak yang telah disunat, berharap ia tumbuh menjadi pribadi yang saleh, sehat, dan seluruh aspek kehidupannya dipenuhi berkah.
Gambar 1: Simbol Doa Barakallah dalam Khitan.
Secara bahasa, khitan berarti memotong. Secara istilah syariat, khitan adalah menghilangkan sebagian kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki (preputium). Khitan adalah bagian dari sunan al-fitrah (sunnah-sunnah fitrah) yang telah diajarkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS, yang merupakan bapak para nabi dan simbol ketaatan yang sempurna. Kedudukannya yang vital menjadikannya identitas spiritual yang membedakan seorang muslim.
Khitan memiliki tujuan yang saling terkait, mencakup aspek agama, kesehatan, dan sosial:
Memahami khitan harus dimulai dari fondasi hukum Islam. Mayoritas ulama sepakat bahwa khitan merupakan kewajiban bagi laki-laki. Penerapan ajaran ini tidak hanya bernilai pahala, tetapi juga menjaga kemurnian ibadah.
Khitan memiliki pijakan yang kuat dalam sumber hukum Islam, baik dari Al-Qur'an (secara tidak langsung) maupun Hadits (secara langsung dan jelas).
Nabi Ibrahim AS adalah orang pertama yang melaksanakan khitan. Rasulullah SAW bersabda, "Khitan itu termasuk fitrah." (HR Bukhari dan Muslim). Fitrah di sini diartikan sebagai ajaran murni yang dibawa oleh para nabi, khususnya Nabi Ibrahim, yang diperintahkan untuk menyempurnakan agamanya.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. menyebutkan lima hal yang termasuk fitrah: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis. Kedudukan khitan diletakkan pada urutan pertama, menunjukkan prioritas dan kepentingannya.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai status hukumnya, secara umum, komunitas ulama telah mencapai konsensus bahwa khitan adalah praktik yang sangat ditekankan dan merupakan syi'ar (simbol) keislaman yang tidak boleh ditinggalkan.
Meskipun praktik khitan universal di kalangan muslim, terdapat perbedaan pendapat di kalangan empat madzhab besar mengenai status hukum pastinya:
Kedua madzhab ini menetapkan bahwa khitan adalah wajib (fardhu) bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Argumen utama mereka adalah bahwa khitan adalah pembeda antara muslim dan non-muslim, serta syarat mutlak untuk keabsahan kesucian (thaharah) dalam rangka menunaikan salat. Mereka berpegangan pada kaidah bahwa segala sesuatu yang menghalangi kesempurnaan ibadah wajib adalah wajib pula untuk dihilangkan.
Madzhab Maliki memandangnya sebagai sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Ini didasarkan pada Hadits yang menyebut khitan sebagai bagian dari fitrah, di mana hal-hal lain yang termasuk fitrah (seperti memotong kuku) dihukumi sunnah. Namun, mereka tetap menekankan bahwa meninggalkannya tanpa alasan yang sah adalah perbuatan makruh yang mendekati haram.
Madzhab Hanafi juga berpendapat sunnah muakkadah, dengan penekanan yang kuat. Mereka menganggap khitan adalah sebuah tradisi yang sudah mapan dalam Islam, dan sangat dianjurkan untuk dilakukan sebelum masa baligh. Namun, mereka tidak menjadikannya syarat mutlak bagi sahnya salat, selama kebersihan terjaga.
Kesimpulan dari perbedaan pandangan ini adalah: Khitan adalah praktik yang harus dilakukan, dan bagi seorang muslim, meninggalkannya adalah menanggalkan salah satu ciri utama keislaman. Doa Barakallah Khitan menjadi harapan agar pelaksanaan kewajiban ini diterima sebagai amal shaleh.
Keberkahan khitan tidak hanya dirasakan secara fisik, tetapi jauh meluas ke aspek spiritual:
Khitan adalah peristiwa besar dalam kehidupan seorang anak. Persiapan yang matang, baik dari sisi mental anak, finansial keluarga, maupun pemilihan waktu, sangat menentukan kelancaran dan keberkahan acara.
Waktu pelaksanaan khitan seringkali menjadi perdebatan. Secara syariat, khitan diwajibkan sebelum anak mencapai usia baligh. Namun, terdapat beberapa pendapat mengenai waktu terbaik:
Dilakukan saat bayi berusia 1 hingga 40 hari. Keuntungan utama adalah proses penyembuhan yang sangat cepat (biasanya 3-5 hari), anak belum memiliki memori traumatis, dan manajemen rasa sakit lebih mudah. Di beberapa negara Arab, khitan pada hari ketujuh adalah hal yang umum.
Usia 3 hingga 6 tahun. Pada usia ini, anak relatif kooperatif, namun potensi trauma psikologis mulai meningkat. Orang tua perlu mempersiapkan edukasi yang lebih intensif.
Ini adalah waktu yang paling umum di Indonesia. Anak sudah cukup besar untuk diajak komunikasi, memahami pentingnya khitan, dan mampu menahan diri dari aktivitas fisik berat saat penyembuhan. Waktu terbaik adalah saat liburan sekolah, sehingga proses pemulihan tidak mengganggu pelajaran.
Keberhasilan khitan yang berkah sangat bergantung pada kesiapan mental anak. Jangan biarkan khitan menjadi pengalaman yang menakutkan.
Jelaskan prosedur khitan dengan bahasa yang sederhana, jujur, dan positif. Hindari kata-kata yang menakutkan seperti 'potong', 'sakit', atau 'darah'. Ganti dengan istilah seperti 'dibersihkan' atau 'disempurnakan'.
Sampaikan bahwa khitan adalah bagian dari menjadi anak saleh, meneladani Nabi, dan menyempurnakan ibadah. Berikan motivasi berupa hadiah atau janji syukuran besar, sehingga anak melihat khitan sebagai pencapaian, bukan hukuman. Ini memperkuat aspek spiritual dari Barakallah Khitan.
Jika memungkinkan, ajak anak mengunjungi klinik atau tempat khitan beberapa waktu sebelumnya agar ia familiar dengan lingkungan dan bertemu dengan dokter atau petugas medis yang ramah.
Aspek medis adalah kunci untuk khitan yang aman dan minim komplikasi.
Perkembangan teknologi medis telah mengubah prosedur khitan dari yang tadinya terasa menegangkan menjadi proses yang relatif cepat, aman, dan meminimalkan rasa sakit. Memahami prosedur ini penting untuk menenangkan orang tua dan anak.
Di Indonesia, setidaknya ada tiga metode utama yang dikenal dengan keunggulan spesifik:
Ini adalah metode klasik menggunakan alat bedah (pisau atau gunting) yang memerlukan jahitan. Meskipun teruji, metode ini membutuhkan waktu operasi lebih lama, memerlukan perawatan luka yang lebih intensif, dan risiko pendarahan sedikit lebih besar dibandingkan metode modern.
Sering disebut 'khitan laser', metode ini sebenarnya menggunakan alat pemanas (elektrokauter) untuk memotong dan membakar pembuluh darah secara bersamaan. Keuntungannya adalah minim pendarahan dan waktu operasi singkat. Namun, perlu kehati-hatian tinggi karena panas dapat merusak jaringan di sekitarnya jika tidak dilakukan oleh operator berpengalaman.
Metode klem (seperti SmartKlem, AlisKlem, atau Mahdian Klem) adalah metode modern yang paling populer karena keamanannya. Kulup dijepit dan dipotong, kemudian klem dibiarkan terpasang selama beberapa hari (biasanya 5-7 hari). Kelebihannya meliputi:
Prosedur standar khitan modern biasanya melalui tahapan berikut:
Dokter memastikan riwayat kesehatan anak. Area operasi dibersihkan menggunakan cairan antiseptik, dan alat-alat disterilkan secara menyeluruh. Anak diposisikan dalam keadaan nyaman, seringkali ditemani orang tua untuk mengurangi kecemasan.
Anastesi disuntikkan di area yang akan dioperasi. Rasa sakit utama yang dirasakan anak biasanya hanya pada saat suntikan ini. Dokter akan menunggu beberapa menit hingga area tersebut mati rasa sepenuhnya. Ini adalah momen krusial; manajemen rasa sakit yang baik adalah bagian dari khitan yang berkah.
Tergantung metode yang dipilih, dokter akan melakukan pemotongan kulup. Proses pemotongan itu sendiri sangat cepat, biasanya hanya memakan waktu 5 hingga 15 menit.
Jika menggunakan metode konvensional, dilakukan penjahitan. Jika klem, klem dipasang dengan benar. Luka ditutup dengan balutan steril (atau dibiarkan terbuka jika menggunakan metode tertentu) dan diberi obat anti-nyeri serta antibiotik topikal.
Gambar 2: Standar Medis dalam Khitan.
Rasa sakit adalah kekhawatiran terbesar. Namun, dengan pengobatan modern, rasa sakit dapat diminimalkan:
Fase pasca-khitan adalah fase terpenting. Perawatan yang telaten dan disiplin akan menjamin luka sembuh sempurna dan bebas komplikasi. Pemulihan total biasanya memakan waktu 7 hingga 14 hari, tergantung metode dan usia anak.
Orang tua harus memahami bahwa doa Barakallah Khitan harus disertai dengan usaha maksimal dalam perawatan luka:
Jika menggunakan metode konvensional, perban harus diganti sesuai instruksi dokter (biasanya 1-2 kali sehari). Gunakan cairan antiseptik seperti cairan NaCl atau Povidone Iodine, lalu oleskan salep antibiotik yang diresepkan.
Pada metode konvensional, anak dilarang mandi basah total selama 2-3 hari pertama. Cukup dibersihkan dengan lap (seka). Jika menggunakan klem, seringkali anak sudah diperbolehkan mandi ringan setelah hari kedua, namun pastikan area klem tidak tertekan atau tergesek.
Gunakan celana atau sarung longgar. Hindari pakaian dalam yang ketat. Anak harus menghindari sepeda, berlari kencang, atau duduk dengan tekanan langsung pada luka selama minggu pertama.
Perawatan klem memerlukan perhatian khusus terkait pelepasan alat:
Asupan makanan memainkan peran vital dalam regenerasi sel dan penyembuhan luka.
Walaupun khitan modern sangat aman, orang tua harus tahu kapan harus menghubungi dokter. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi:
Pemantauan yang cermat dan reaksi cepat terhadap gejala di atas adalah bagian tak terpisahkan dari ikhtiar untuk khitan yang sukses dan berkah.
Di Indonesia, khitan bukan hanya urusan pribadi atau medis, tetapi juga perayaan sosial dan agama yang disebut Walimatul Khitan. Acara syukuran ini berfungsi sebagai pengumuman resmi kepada komunitas bahwa anak telah menunaikan kewajiban agama dan siap menyongsong fase hidup yang lebih matang.
Setiap daerah memiliki cara unik merayakan khitan, namun intinya sama: mendoakan keberkahan bagi anak yang disunat.
Seringkali disertai dengan arak-arakan (kirab) atau tarian tradisional sebelum anak dibawa ke tempat sunat. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian anak dan membangun suasana gembira. Selamatan (doa bersama) dan hidangan khusus seperti tumpeng menjadi ciri khas.
Khitan sering diiringi dengan pembacaan Barzanji atau Marhaban, melantunkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, memohon agar anak meneladani akhlak mulia beliau. Anak yang dikhitan didudukkan di pelaminan layaknya raja sehari, menerima ucapan selamat dan doa Barakallah Khitan dari para tamu.
Khitan massal adalah kegiatan sosial yang sangat mulia, memungkinkan anak-anak dari keluarga kurang mampu mendapatkan akses khitan yang higienis dan aman secara gratis. Ini adalah bentuk sedekah jariyah yang membawa keberkahan kolektif.
Walimatul Khitan tidak harus mewah. Fokus utamanya adalah doa dan rasa syukur:
Ucapan ini lebih dari sekadar basa-basi. Ia adalah pengakuan bahwa proses ini dijalankan karena ketaatan kepada Allah, dan permohonan agar Allah melimpahkan berkah pada anak yang telah bersuci. Doa ini mengandung harapan agar anak yang disunat menjadi hamba yang bersih, baik lahir maupun batin, serta menjadi pembuka pintu rezeki dan kebaikan di masa depan.
Manfaat khitan melampaui fase penyembuhan luka. Khitan adalah investasi jangka panjang bagi kesehatan dan masa depan spiritual anak.
Selama bertahun-tahun, penelitian medis modern telah mengkonfirmasi manfaat khitan yang telah diyakini oleh Islam ribuan tahun lalu:
Khitan adalah prasyarat tak tertulis untuk kesempurnaan ibadah sepanjang hayat seorang pria muslim. Tanpa khitan, risiko ketidakmurnian dalam wudhu atau mandi janabah akan selalu menghantui, yang bisa merusak sahnya salat. Khitan memastikan bahwa pintu menuju kesucian spiritual selalu terbuka lebar.
Momen khitan dapat digunakan sebagai alat pendidikan karakter yang kuat:
Untuk melengkapi pemahaman mengenai khitan yang berkah, berikut adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan hukum dan praktiknya.
Meskipun fokus utama khitan adalah pada laki-laki, beberapa madzhab (seperti Syafi'i) juga menganjurkan khitan bagi perempuan, yang disebut Khadhfu. Khitan perempuan adalah sunnah, bukan wajib, dan pelaksanaannya harus sangat minimal (hanya sedikit menghilangkan bagian terluar tanpa membahayakan). Namun, praktik ini sangat sensitif dan kontroversial, dan WHO merekomendasikan untuk menghindari Khadhfu yang berlebihan karena alasan kesehatan dan etik.
Jika seorang pria dewasa masuk Islam (mualaf) dan belum dikhitan, ia tetap dianjurkan untuk khitan. Madzhab Syafi'i dan Hanbali mewajibkannya jika tidak ada risiko medis yang menghalangi. Meskipun demikian, jika khitan dapat menimbulkan bahaya serius bagi kesehatannya (misalnya karena kondisi medis tertentu), kewajiban khitan ditiadakan, karena kaidah fikih menyatakan ‘menghindari bahaya didahulukan daripada mencari manfaat’. Keislamannya tetap sah tanpa khitan, namun ia harus menjaga kebersihan organ vitalnya secara ekstra.
Khitan tidak boleh dilakukan ketika anak sedang demam, pilek, batuk, atau memiliki penyakit akut lainnya. Tubuh anak harus dalam kondisi prima untuk menghadapi prosedur dan mempercepat penyembuhan. Jika anak sakit, prosedur harus ditunda hingga ia benar-benar pulih.
Terdapat kondisi medis tertentu yang menyebabkan khitan ditunda atau dilarang sama sekali, antara lain:
Pendarahan ringan (berupa bercak atau rembesan) adalah hal yang wajar segera setelah prosedur selesai, terutama pada metode konvensional. Penanganan pertama adalah menekan luka dengan kain kasa steril selama 5-10 menit tanpa membuka tekanan. Jika darah masih mengalir deras, segera kembali ke klinik atau rumah sakit.
Anak mungkin menunjukkan perilaku regresi (kembali manja atau cemas) setelah khitan. Orang tua harus sangat sabar dan memberikan perhatian ekstra. Memberikan pujian dan menguatkan bahwa ia telah menjadi anak yang berani dan saleh adalah terapi emosional terbaik. Terus ucapkan "Barakallah Khitan" sebagai bentuk dukungan spiritual.
Dukungan orang tua, ketaatan pada syariat, dan pelaksanaan prosedur yang aman adalah trilogi penting dalam memastikan keberkahan khitan. Proses ini merupakan jalan suci yang membersihkan raga dan menyempurnakan ibadah.
Khitan adalah gerbang menuju kesempurnaan fitrah. Ia bukan hanya kewajiban fisik, tetapi juga penegasan identitas spiritual dan komitmen seumur hidup terhadap kebersihan dan ketaatan. Setiap tahapan, mulai dari persiapan mental anak, pemilihan prosedur medis, hingga perawatan pasca-khitan, adalah rangkaian ibadah yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran.
Ketika anak kita telah menjalani proses khitan dengan lancar, kita patut memanjatkan puji syukur. Doa Barakallah Khitan adalah harapan tulus kita agar amal ibadah ini diterima oleh Allah SWT, dan anak yang telah bersuci menjadi generasi yang saleh, berani, sehat, dan senantiasa berada dalam lindungan dan keberkahan-Nya.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah-Nya kepada kita semua, dan menjadikan khitan ini sebagai langkah awal menuju ketaqwaan yang lebih tinggi.
Gambar 3: Syukuran Keluarga setelah Khitan.
Untuk menguatkan kedudukan khitan dalam pandangan Islam, perlu ditelaah lebih jauh mengenai detail fikihnya, yang mencakup kapan, siapa yang melaksanakan, dan bagaimana hukumnya jika tidak terlaksana.
Walaupun sepakat harus dilakukan sebelum baligh, para ulama berbeda pendapat mengenai usia yang disunnahkan:
Penting untuk dicatat: Khitan yang dilakukan setelah baligh tetap sah, namun anak tersebut dianggap telah menunda kewajiban atau sunnah yang sangat ditekankan.
Khitan adalah kewajiban yang ditanggung oleh wali (orang tua) bagi anak laki-laki yang belum baligh. Jika wali lalai dan anak mencapai usia baligh tanpa dikhitan, maka:
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, ada anak laki-laki yang terlahir tanpa kulup (preputium) atau kulupnya sudah sangat minim, sehingga dianggap sudah dikhitan. Anak seperti ini disebut makhluk atau aklaf. Secara fikih, anak tersebut tidak wajib atau sunnah untuk dikhitan lagi. Keadaannya sudah memenuhi persyaratan kebersihan (thaharah), dan ia dianggap telah mendapatkan kemuliaan sejak lahir.
Menurut Madzhab Syafi’i, thaharah (kesucian) adalah syarat sah salat. Karena kulup dianggap menampung kotoran yang dapat membatalkan thaharah, seorang yang tidak khitan dianggap tidak sempurna kesuciannya. Oleh karena itu, bagi sebagian ulama, seorang yang tidak khitan (tanpa uzur medis) tidak sah menjadi imam bagi orang yang khitan. Namun, pendapat ini tidak dipegang oleh semua madzhab, menunjukkan betapa sentralnya khitan dalam konteks ibadah.
Meskipun khitan relatif aman, ada beberapa kondisi medis dan risiko yang memerlukan pengetahuan mendalam dari orang tua dan profesional medis.
Phimosis adalah kondisi umum di mana kulup sangat ketat sehingga tidak dapat ditarik ke belakang. Pada bayi, ini normal. Namun, jika berlanjut hingga masa kanak-kanak dan menyebabkan kesulitan buang air kecil atau infeksi berulang, khitan adalah solusi terapi yang mutlak diperlukan.
Ini adalah kondisi darurat medis. Terjadi ketika kulup ditarik ke belakang kepala penis dan tidak bisa dikembalikan ke posisi semula, menyebabkan pembengkakan dan terperangkapnya aliran darah. Khitan dapat mencegah kondisi ini berulang.
Salah satu kekhawatiran pasca-khitan adalah pembentukan jaringan parut yang berlebihan (keloid) atau bentuk yang kurang sempurna. Pencegahan terbaik meliputi:
Pemilihan anastesi sangat krusial dalam khitan modern:
Kualitas anastesi yang baik memastikan anak memiliki pengalaman khitan yang paling nyaman, menguatkan makna Barakallah Khitan sebagai proses yang damai.
Studi psikologi menunjukkan bahwa khitan yang dilakukan dengan komunikasi yang baik dan minim trauma fisik akan memberikan hasil psikologis positif. Anak cenderung merasa bangga dan memiliki pemahaman lebih awal tentang tanggung jawab tubuh dan agama. Sebaliknya, khitan yang dipaksakan atau menakutkan dapat meninggalkan trauma berupa fobia terhadap medis atau kecemasan yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, setiap ucapan positif, setiap doa, dan setiap sentuhan lembut orang tua selama proses ini sangat menentukan keberkahan dan kesehatan mental anak di masa depan. Khitan adalah hadiah terbesar yang diberikan orang tua bagi anak laki-laki muslim, mempersiapkan ia menuju kehidupan yang suci dan penuh berkah.