Pendahuluan: Memahami Konsep Rezeki dan Barakah
Frasa Barakallah Fii Rizki merupakan gabungan kata Arab yang sarat makna spiritual dan praktis dalam kehidupan seorang Muslim. Secara harfiah, ia berarti "Semoga Allah memberkahi rezeki Anda." Namun, keberkahan yang dimaksud jauh melampaui sekadar peningkatan materi atau kuantitas. Dalam konteks Islam, rezeki yang diberkahi (diberi *barakah*) adalah rezeki yang membawa ketenangan jiwa, kecukupan, manfaat yang luas, dan yang paling utama, mendekatkan pelakunya kepada keridhaan Allah SWT.
Kehidupan modern sering kali terjebak dalam perlombaan mencari kuantitas rezeki yang sebanyak-banyaknya. Orang bekerja keras, mengejar aset, dan menumpuk harta. Namun, banyak dari mereka yang memiliki kekayaan melimpah tetap merasakan kekosongan, kegelisahan, atau ketidakpuasan. Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa kuantitas materi tidak selalu sejalan dengan kebahagiaan sejati. Di sinilah konsep Barakallah Fii Rizki menawarkan solusi mendasar: yang terpenting bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, melainkan seberapa besar manfaat dan kedamaian yang ada di dalamnya.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan keberkahan rezeki, mulai dari definisi linguistik, fondasi teologis, hingga langkah-langkah praktis yang wajib dilakukan oleh setiap individu Muslim untuk mengundang dan mempertahankan barakah dalam setiap aspek penghidupan mereka. Pemahaman yang komprehensif mengenai Barakah akan mengubah pandangan kita dari sekadar "mencari uang" menjadi "mencari keberkahan melalui sarana rezeki."
Definisi Inti: Barakah adalah penambahan kebaikan yang bersifat ilahi dan berkesinambungan, yang meskipun sedikit secara fisik, memiliki dampak yang sangat besar dan luas dalam kehidupan dunia dan akhirat. Rezeki yang berkah tidak hanya cukup untuk kebutuhan, tetapi juga membawa ketenangan, perlindungan dari musibah, dan kesempatan beramal.
Pengejaran rezeki yang berkah adalah inti dari ibadah muamalah. Islam mengajarkan bahwa mencari nafkah adalah kewajiban, namun cara mencari, menggunakan, dan mensyukuri rezeki itulah yang menentukan apakah ia akan menjadi sumber pahala atau justru sumber fitnah dan bencana.
Analisis Linguistik: Akar Kata Barakah dan Rizki
Untuk memahami kedalaman sebuah konsep Islam, kita harus kembali kepada akar katanya dalam bahasa Arab.
1. Makna Kata "Barakah" (البركة)
Kata Barakah berasal dari akar kata (B-R-K), yang secara harfiah berarti "stabil", "tetap", atau "berdiam". Makna aslinya merujuk pada air yang berdiam di kolam atau danau, menunjukkan sumber yang tidak pernah habis. Ketika diterapkan pada rezeki atau kehidupan, Barakah berarti:
- Pertumbuhan yang Terus Menerus: Peningkatan kebaikan secara kualitatif, bukan hanya kuantitatif.
- Ketenangan dan Kekuatan (Thabat): Rezeki yang memiliki Barakah memberikan ketenangan batin (sakinah) dan stabilitas meskipun dalam kondisi kesulitan ekonomi.
- Kecukupan (Kifayah): Jumlah yang sedikit menjadi cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan ada sisa untuk bersedekah.
- Manfaat yang Meluas (Naf’): Rezeki tersebut digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat, serta untuk ketaatan kepada Allah.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan bahwa Barakah adalah karunia yang terus mengalir dari Allah, menambahkan kebaikan kepada yang tampak, dan melipatgandakan manfaatnya.
2. Makna Kata "Rizki" (الرزق)
Kata Rizki berasal dari akar kata (R-Z-Q), yang berarti pemberian atau karunia. Konsep rezeki dalam Islam jauh lebih luas daripada sekadar uang dan harta. Rezeki mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan makhluk untuk kelangsungan hidupnya, baik fisik maupun spiritual:
- Rezeki Materi: Makanan, pakaian, rumah, uang, dan aset.
- Rezeki Spiritual: Iman, hidayah, ilmu yang bermanfaat, kesehatan, waktu luang, dan pasangan hidup yang saleh.
- Rezeki Waktu: Kemampuan untuk menggunakan waktu dengan produktif dan taat.
Kesalahan terbesar dalam mencari rezeki adalah membatasi definisi rezeki hanya pada uang. Seseorang mungkin kaya raya (rezeki materi melimpah), tetapi jika ia sakit parah (rezeki kesehatan kurang) atau anaknya durhaka (rezeki keturunan kurang), maka kehidupan rezekinya secara keseluruhan tidaklah sempurna. Memahami rezeki dalam pengertiannya yang luas ini adalah langkah awal menuju penerimaan Barakah sejati.
Pondasi Teologis Keberkahan Rezeki
Keyakinan terhadap Barakah dan rezeki terikat erat dengan konsep Tauhid (keesaan Allah) dalam rububiyyah (ketuhanan). Kita harus yakin sepenuhnya bahwa Allah adalah satu-satunya Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq).
1. Keyakinan kepada Ar-Razzaq (Pemberi Rezeki)
Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap makhluk hidup. Keyakinan ini menghilangkan kecemasan berlebihan yang seringkali menjadi penghalang terbesar Barakah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
Artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang menanggung rezekinya..." (QS. Hud: 6). Jaminan ini menegaskan bahwa tugas manusia adalah berusaha (ikhtiar) dengan cara yang terbaik, bukan mencemaskan hasil, karena hasil mutlak berada di tangan Allah.
2. Tawakkul (Berserah Diri Total)
Tawakkul bukanlah pasifisme. Tawakkul yang benar menggabungkan usaha keras yang maksimal (*ka'annaka talabtu rizqak*) dengan penyerahan diri yang sempurna kepada Allah (*ka'annaka lam talabhu*). Imam Ahmad bin Hanbal menekankan bahwa tawakkul yang sesungguhnya hanya bisa terjadi setelah upaya dilakukan. Ketika seseorang sudah berusaha maksimal sesuai syariat, maka ketenangan akan datang karena ia telah memenuhi bagiannya, dan hasilnya diserahkan kepada Pemilik Barakah.
3. Qana'ah (Rasa Cukup dan Kepuasan)
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa (Qana'ah)." Qana'ah adalah Barakah itu sendiri. Orang yang qana'ah merasa cukup dengan apa yang ia miliki, tidak terbebani oleh perbandingan sosial atau ambisi material yang tak berujung. Qana'ah menciptakan kedamaian yang bahkan tidak dapat dibeli dengan seluruh harta dunia.
Sebaliknya, ketidakpuasan (tham'a) merampas Barakah. Seseorang yang merasa rezekinya selalu kurang, meskipun hartanya berlimpah, akan selalu hidup dalam kemiskinan batin, di mana hartanya menjadi beban, bukan rahmat.
4. Rezeki dan Takdir
Semua rezeki telah ditetapkan dalam takdir (*qadar*) sejak kita berada dalam kandungan. Namun, penetapan rezeki ini tidak menghilangkan peran usaha. Usaha adalah mekanisme yang telah Allah tetapkan untuk menjemput rezeki. Barakah datang ketika upaya kita selaras dengan kehendak Ilahi, yaitu dilakukan secara halal dan diniatkan sebagai ibadah. Perlu diingat bahwa ada rezeki yang bersifat terikat oleh takdir (misalnya, jumlah umur dan rezeki pokok), dan ada rezeki yang bisa diperluas melalui amal shaleh (misalnya, rezeki berupa kelapangan hidup, keberkahan, dan panjang umur yang bermanfaat).
Keyakinan mendalam ini menjadi fondasi mengapa seorang Muslim tidak perlu khawatir berlebihan tentang masa depan finansialnya, asalkan ia telah menunaikan kewajiban dan menjauhi yang haram. Rasa aman inilah yang menjadi kunci Barakah dalam hati.
Mekanisme Praktis Mengundang dan Menjaga Barakah dalam Rezeki
Barakah bukanlah hadiah pasif; ia adalah hasil dari serangkaian tindakan aktif dan ketaatan yang konsisten. Terdapat beberapa kunci utama yang dijamin oleh syariat untuk menjadi magnet Barakah dalam rezeki.
1. Menjaga Kehalalan Mutlak (Makan Minum dan Sumber Pendapatan)
Barakah dan Haram adalah dua kutub yang tidak pernah bertemu. Sumber pendapatan yang tidak jelas (syubhat) atau jelas haram (riba, penipuan, judi) akan menghancurkan Barakah, bahkan jika secara kuantitas harta tersebut terlihat melimpah. Harta haram tidak hanya merusak Barakah di dunia, tetapi juga menolak doa-doa yang dipanjatkan.
Rasulullah SAW bersabda mengenai seseorang yang melakukan perjalanan jauh, namun makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram, kemudian ia berdoa. Baginda bertanya, "Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?" Keberkahan rezeki dimulai dari kehati-hatian yang ekstrem (wara') terhadap sumber uang yang masuk ke kantong.
Kehalalan ini mencakup pula praktik transaksi. Jujur dalam berdagang, tidak menyembunyikan cacat barang, dan menimbang dengan adil adalah prasyarat keberkahan. Hadis menyebutkan bahwa penjual dan pembeli memiliki hak khiyar (pilihan) selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan, maka transaksi mereka diberkahi. Jika mereka berdusta dan menyembunyikan, Barakah transaksi mereka akan dihapuskan.
2. Istighfar dan Taubat (Kunci Pembuka Rezeki)
Salah satu kunci utama yang paling sering diabaikan adalah ketaatan murni melalui Istighfar (memohon ampunan). Dosa adalah penghalang utama Barakah. Ketika seseorang melakukan dosa, rezeki bisa tertahan, baik rezeki materi maupun rezeki spiritual.
Nabi Nuh AS, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, menyerukan kepada kaumnya:
Artinya: "Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu..." (QS. Nuh: 10-12). Ayat ini secara eksplisit menghubungkan Istighfar dengan kelapangan rezeki, baik hujan (sumber kehidupan) maupun harta dan keturunan.
Konsistensi dalam Istighfar membersihkan jiwa dari kotoran dosa, membuka pintu-pintu rezeki yang tersembunyi, dan memastikan bahwa rezeki yang didapat membawa Barakah yang stabil.
3. Menjaga Silaturahim (Memperluas Rezeki dan Umur)
Silaturahim (menyambung tali persaudaraan) memiliki janji Barakah yang sangat spesifik dan kuat. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahim."
Keajaiban silaturahim adalah ia menarik Barakah dari dimensi sosial. Ketika seseorang peduli terhadap keluarganya, Barakah Allah turun tidak hanya kepada individu tersebut tetapi juga kepada rezeki yang ia peroleh. Barakah ini terlihat dalam bentuk kemudahan urusan, rezeki yang datang tak terduga, dan berkurangnya musibah yang menghabiskan harta.
4. Sedekah dan Infaq (Melipatgandakan Barakah)
Sedekah bukanlah mengurangi harta, melainkan menanam modal Barakah. Setiap rupiah yang disedekahkan dilipatgandakan keberkahannya, meskipun tidak selalu dalam bentuk materi kembali. Sedekah berfungsi sebagai benteng yang melindungi harta yang tersisa dari kerusakan, kebakaran, atau kehilangan Barakah. Allah berfirman, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah: 276).
Konsep Barakah dalam sedekah adalah bahwa sisa harta setelah sedekah akan lebih bermanfaat dan cukup daripada seluruh harta tanpa sedekah. Sedekah yang paling tinggi Barakahnya adalah sedekah yang diberikan ketika seseorang dalam kondisi yang dicintai (sehat, pelit, dan takut miskin).
5. Taqwa (Ketakwaan Kepada Allah)
Taqwa adalah payung besar dari semua kunci Barakah. Taqwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Taqwa menjanjikan pintu rezeki yang tidak disangka-sangka (*min haitsu laa yahtasib*).
Artinya: "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. At-Talaq: 2-3). Ini adalah janji Barakah yang paling fundamental. Rezeki dari arah tak terduga adalah manifestasi paling jelas dari Barakah Ilahi, karena ia datang tanpa perhitungan logis manusiawi.
Taqwa dalam pekerjaan berarti profesionalisme, integritas, dan kejujuran. Taqwa dalam keluarga berarti menunaikan hak-hak anggota keluarga. Semuanya ini berkontribusi pada Barakah dalam rezeki yang diperoleh.
Syukur sebagai Pengikat dan Pelipat Ganda Barakah
Jika Istighfar berfungsi sebagai pembersih dosa yang menghalangi Barakah, maka Syukur (gratitude) berfungsi sebagai pengikat dan pelipat ganda Barakah yang telah ada. Syukur adalah kondisi spiritual yang mutlak diperlukan untuk menjaga rezeki agar tidak dicabut keberkahannya.
1. Janji Peningkatan Rezeki Melalui Syukur
Allah SWT berfirman secara tegas: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7). Ayat ini tidak hanya berbicara tentang penambahan nikmat secara umum, tetapi juga tentang peningkatan Barakah dalam rezeki yang telah ada.
Ketika seseorang bersyukur, ia mengakui bahwa semua yang dimilikinya berasal dari Allah (Tauhid Al-Qadir). Pengakuan ini membuka saluran rezeki baru. Sebaliknya, kufur nikmat (mengingkari nikmat) akan menyebabkan Barakah dicabut secara perlahan, yang seringkali tidak disadari hingga semuanya hilang.
2. Dimensi Syukur yang Luas
Syukur memiliki tiga dimensi utama yang harus diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga Barakah:
- Syukur dengan Hati (I'tiraf): Mengakui dan meyakini sepenuh hati bahwa semua rezeki, kecil maupun besar, datang murni dari karunia Allah.
- Syukur dengan Lisan (Hamd): Mengucapkan Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) secara konsisten, bukan hanya ketika menerima hal besar, tetapi dalam setiap detail kehidupan.
- Syukur dengan Perbuatan (Harakah): Menggunakan rezeki yang telah diberikan Allah (baik harta, kesehatan, maupun waktu) di jalan yang diridhai-Nya. Misalnya, mensyukuri harta dengan berzakat dan bersedekah; mensyukuri kesehatan dengan beribadah dan bekerja keras; mensyukuri ilmu dengan mengajarkannya.
Syukur perbuatan adalah bentuk Barakah tertinggi. Apabila kita menggunakan rezeki yang berkah untuk ketaatan, maka ketaatan itu sendiri akan menjadi Barakah yang kembali melipatgandakan rezeki awal.
3. Menghindari Israf (Pemborosan)
Israf (berlebihan, membuang-buang) adalah musuh Barakah. Pemborosan adalah manifestasi dari ketidakpuasan dan kesombongan. Orang yang boros menunjukkan bahwa ia tidak menghargai rezeki yang diberikan, dan ini seringkali menjadi alasan mengapa Barakah dicabut. Rezeki yang berkah digunakan secara bijak dan proporsional. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk tidak boros, bahkan saat berwudu di sungai yang mengalir.
Menjaga rezeki dari israf, menjaganya dari hal-hal yang tidak penting, dan memprioritaskan kebutuhan esensial di atas keinginan semata, adalah langkah praktis dalam menjaga Barakah.
Barakah Rezeki dalam Lingkup Keluarga dan Pendidikan Anak
Keberkahan rezeki memiliki dampak yang sangat terasa dalam lingkup rumah tangga. Rezeki yang berkah akan menghasilkan ketenangan, sementara rezeki yang tidak berkah (meskipun banyak) seringkali membawa pertengkaran, iri hati, dan kesengsaraan.
1. Nafkah Halal untuk Pendidikan Anak
Salah satu investasi Barakah terpenting adalah memastikan bahwa makanan dan pakaian anak-anak berasal dari sumber yang 100% halal. Para ulama salaf sangat berhati-hati dalam hal ini, meyakini bahwa rezeki yang haram akan mempengaruhi karakter dan keimanan anak, membuat mereka sulit menerima nasihat dan jauh dari ketaatan.
Mencari rezeki halal untuk keluarga adalah jihad bagi seorang kepala rumah tangga. Ketika seorang suami kembali ke rumah setelah mencari nafkah yang halal, ia membawa serta Barakah yang akan menyelimuti seluruh anggota keluarga, menghasilkan ketenangan batin (*sakinah*) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari rezeki spiritual.
Sebaliknya, uang yang diperoleh dengan cara yang meragukan (syubhat) atau haram dapat merusak hubungan dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh besar dari harta haram cenderung memiliki hati yang keras, kurang rasa hormat, dan jauh dari keberkahan. Oleh karena itu, memastikan bahwa makanan yang masuk ke perut anak-anak kita telah melalui saringan Barakah adalah salah satu bentuk ibadah tertinggi.
2. Hak Istri dan Tanggung Jawab Nafkah
Menunaikan nafkah wajib kepada istri dan anak-anak adalah jalan lain yang dilapangkan Barakahnya. Nafkah yang dikeluarkan untuk keluarga dihitung sebagai sedekah yang paling besar pahalanya. Rasulullah SAW bersabda, "Satu dinar yang engkau belanjakan di jalan Allah, satu dinar yang engkau berikan kepada budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang engkau belanjakan untuk keluargamu."
Ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga dengan niat ibadah akan menjadi magnet Barakah. Barakah ini akan menjaga rumah dari kekurangan dan kecemasan finansial yang berkepanjangan.
3. Doa dan Pendidikan Akhlak Rezeki
Orang tua memiliki peran besar dalam mengajarkan konsep Barakah kepada anak-anak, bukan hanya mengajarkan cara mencari uang. Pendidikan akhlak rezeki mencakup mengajarkan Qana'ah, kehati-hatian terhadap syubhat, dan pentingnya berbagi (sedekah) sejak dini. Doa orang tua juga merupakan Barakah tersendiri bagi rezeki keluarga.
Membiasakan anak-anak mengucapkan Basmalah sebelum makan, Alhamdulillah setelah makan, dan menyaksikan orang tua berinfak secara rutin adalah pendidikan Barakah yang paling efektif. Anak yang dididik untuk memahami bahwa rezeki berasal dari Allah dan harus digunakan untuk ketaatan, akan tumbuh menjadi pribadi yang rezekinya stabil dan berkah, bahkan jika jumlah materi yang didapatkannya tidak selalu fantastis.
Rezeki keluarga yang Barakah menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan spiritual. Dalam lingkungan yang damai dan berkecukupan Barakah, anggota keluarga dapat fokus pada ibadah, menuntut ilmu, dan saling menolong, yang secara keseluruhan memperkuat benteng pertahanan Barakah dalam rumah tersebut. Sebaliknya, rezeki yang tanpa Barakah, meski berlimpah, seringkali menjadi sumber pertengkaran, perselisihan, dan kehancuran moral.
Kontemplasi Mendalam: Barakah Melawan Materialisme
Di era konsumerisme global, Barakah menjadi konsep yang semakin relevan namun sulit dipahami. Masyarakat cenderung mengukur kesuksesan hanya dari akumulasi aset, mengabaikan kualitas dan kedalaman kehidupan yang sebenarnya. Barakah menawarkan perspektif tandingan yang fundamental: nilai sejati terletak pada dampak dan manfaat abadi, bukan pada kemewahan sesaat.
1. Ujian Kekayaan dan Kemiskinan
Islam mengajarkan bahwa kekayaan maupun kemiskinan adalah ujian. Kekayaan bisa menjadi Barakah jika digunakan untuk ketaatan dan menolong sesama, atau bisa menjadi musibah (istidraj) jika hanya membawa kesombongan dan jauh dari Allah.
Demikian pula, kemiskinan bisa menjadi Barakah (jika dihadapi dengan sabar dan Qana'ah), atau bisa menjadi bencana (jika membawa pada kekufuran dan dosa). Barakah adalah kemampuan untuk menghadapi ujian tersebut dengan benar. Rezeki yang Barakah memberikan kekuatan untuk bersyukur saat kaya dan bersabar saat miskin.
2. Peran Ilmu dan Waktu dalam Barakah
Barakah tidak hanya berlaku untuk uang. Barakah dalam ilmu berarti ilmu yang sedikit mampu memberikan manfaat yang besar bagi individu dan masyarakat, dan ilmu tersebut terus diamalkan. Barakah dalam waktu berarti waktu yang singkat terasa cukup untuk menyelesaikan banyak tugas penting dan ibadah. Orang yang Barakah waktunya, dalam 24 jam yang sama, mampu menyelesaikan lebih banyak ibadah dan pekerjaan produktif daripada orang lain.
Mencari Barakah dalam waktu berarti manajemen waktu yang bijaksana, menghindari hal-hal yang sia-sia (laghw), dan memprioritaskan ketaatan (shalat tepat waktu, dzikir). Ilmu yang Barakah adalah ilmu yang diterjemahkan menjadi amal nyata, mengubah karakter dan tindakan seseorang menjadi lebih baik. Barakah ini adalah rezeki yang tak ternilai.
3. Menghitung Barakah, Bukan Jumlah
Filosofi Barakah mengajak kita mengubah metrik kesuksesan. Bukan berapa banyak uang yang tersimpan di bank, melainkan:
- Berapa banyak hutang yang lunas berkat rezeki itu? (Mengurangi beban)
- Berapa banyak orang yang terbantu oleh rezeki itu? (Memperluas manfaat)
- Seberapa damai tidur malam kita tanpa kecemasan harta? (Ketenangan jiwa)
- Seberapa jauh rezeki itu menjauhkan kita dari penyakit dan masalah? (Kesehatan dan perlindungan)
Rezeki yang sedikit, namun Barakah, bisa menyelesaikan semua masalah di atas. Rezeki yang banyak, namun tanpa Barakah, bisa menciptakan masalah yang lebih besar, mulai dari konflik warisan hingga penyakit hati.
Kontemplasi ini mengajarkan bahwa tujuan utama mencari rezeki adalah untuk beribadah kepada Allah, bukan untuk memenuhi hasrat material tanpa batas. Ketika tujuan murni karena Allah, Barakah akan menyertai setiap langkah. Kehidupan akan terasa ringan, terarah, dan bermakna.
Sebagai contoh nyata, kita sering melihat seseorang yang berpenghasilan standar namun mampu memberangkatkan orang tua haji, menyekolahkan anak-anaknya di tempat terbaik, dan hidup damai tanpa hutang besar. Sementara di sisi lain, ada yang berpenghasilan sepuluh kali lipat, namun terjerat hutang riba, anaknya bermasalah, dan hidupnya penuh perselisihan. Perbedaan mendasar di antara keduanya terletak pada kehadiran Barakah dalam rezeki mereka.
Pilar-Pilar Penunjang Barakah Tambahan
Selain fondasi utama (Taqwa, Halal, Syukur), terdapat beberapa amalan spesifik dalam Islam yang memiliki kaitan langsung dan kuat terhadap peningkatan Barakah rezeki, yang layak untuk diuraikan secara mendalam.
1. Berbuat Baik Kepada Orang Tua (Birrul Walidain)
Ketaatan kepada orang tua (selama tidak bertentangan dengan syariat) adalah salah satu kunci Barakah yang paling kuat. Berbuat baik kepada orang tua membuka pintu-pintu rezeki yang tak terduga. Doa orang tua yang ridha adalah percepatan Barakah yang luar biasa. Sebaliknya, durhaka kepada orang tua dapat menjadi penghalang Barakah terbesar, menyebabkan rezeki terasa sempit dan sulit, meskipun usaha telah maksimal dilakukan.
2. Menegakkan Shalat dan Mengutamakan Akhirat
Allah memerintahkan keluarga kita untuk mendirikan shalat. Shalat adalah tiang agama dan juga kunci rezeki. Ketika seseorang memprioritaskan panggilan shalat di tengah kesibukan mencari nafkah, ia sedang mengirim sinyal kepada Allah bahwa ketaatan adalah yang utama. Rezeki duniawi seringkali menguji keimanan kita terhadap shalat. Mereka yang berani meninggalkan sejenak urusan dunia untuk shalat Dhuha atau Dzuhur berjamaah, akan mendapati rezeki mereka di hari itu menjadi lebih berkah dan mudah.
Artinya: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaha: 132). Ayat ini secara eksplisit menghubungkan penekanan pada shalat dengan jaminan rezeki dari Allah.
3. Doa Khusus Meminta Keberkahan
Doa adalah senjata utama seorang Muslim dalam mencari Barakah. Doa Barakallah Fii Rizki harus diucapkan tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga dipanjatkan untuk rezeki diri sendiri. Beberapa doa spesifik yang dapat dipanjatkan antara lain:
- Memohon rezeki yang Halal dan Thoyyib (baik).
- Memohon Barakah dalam pekerjaan dan usaha.
- Doa setelah Shalat Subuh: Allahumma inni as-aluka ‘ilman nafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan. (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima).
Doa secara konsisten menunjukkan ketergantungan total kita kepada Allah sebagai Ar-Razzaq. Rezeki yang datang karena doa akan memiliki kualitas Barakah yang lebih tinggi karena ia murni merupakan karunia dan jawaban atas permohonan hamba.
4. Tidur di Awal Malam dan Bangun Pagi (Waktu Barakah)
Nabi SAW mendoakan umatnya agar diberkahi pada waktu pagi. "Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi mereka." (HR. Abu Dawud). Waktu pagi (setelah Subuh hingga Dhuha) adalah waktu emas Barakah. Bekerja, menuntut ilmu, atau beribadah pada waktu ini akan menghasilkan produktivitas dan Barakah yang jauh melebihi usaha di waktu-waktu lain.
Sebaliknya, begadang tanpa tujuan syar'i dan bermalas-malasan di pagi hari (setelah Subuh) seringkali dikaitkan dengan hilangnya Barakah dan kemiskinan (baik materi maupun spiritual). Disiplin waktu pagi adalah praktik Barakah yang sangat ditekankan.
5. Menghindari Riba dan Muamalah Haram
Riba adalah perampas Barakah nomor satu. Allah secara tegas menyatakan perang terhadap pelaku riba. Bahkan jika seseorang melihat kekayaan yang bertambah pesat karena riba, Barakah akan dihapus, yang dampaknya bisa berupa bencana, hutang yang tak terbayar, atau hilangnya ketenangan. Berhijrah total dari sistem riba (baik dalam hutang, investasi, maupun transaksi) adalah tindakan wajib yang membuka kunci Barakah secara drastis.
Muamalah yang bersih, transparan, dan bebas dari unsur penipuan adalah fondasi Barakah yang tidak bisa ditawar. Setiap upaya untuk mencari keuntungan secara curang akan menghasilkan harta yang ternoda dan tidak akan pernah membawa ketenangan sejati.
Membedakan Barakah Sejati dan Istidraj
Dalam mencari Barakallah Fii Rizki, penting sekali membedakan antara Barakah sejati dan Istidraj. Istidraj adalah pemberian kenikmatan (harta, kekuasaan, rezeki melimpah) dari Allah kepada hamba-Nya yang durhaka, sebagai bentuk penundaan hukuman dan ujian. Harta Istidraj terlihat banyak, namun tidak mengandung Barakah, bahkan menjadi alat untuk menjauhkan hamba tersebut dari Allah.
Ciri-ciri Rezeki yang Barakah:
- Ketenangan Batin: Pemiliknya merasa damai, meski pendapatannya standar.
- Mudah Bersedekah: Harta tersebut terasa ringan untuk dibagikan dan digunakan di jalan Allah.
- Kecukupan: Jumlah yang ada terasa cukup untuk menutupi kebutuhan pokok dan hajat yang penting.
- Manfaat Jangka Panjang: Harta tersebut membawa manfaat bagi keturunan dan membantu ketaatan.
- Waktu Luang untuk Ibadah: Harta tersebut tidak menyita seluruh waktu, menyisakan ruang untuk akhirat.
Ciri-ciri Rezeki yang Istidraj (Tanpa Barakah):
- Kegelisahan Batin: Semakin kaya, semakin khawatir dan cemas.
- Sulit Bersedekah: Harta terasa berat untuk dikeluarkan, muncul rasa kikir.
- Ketidakcukupan: Berapapun yang dimiliki selalu terasa kurang, selalu haus akan lebih.
- Menjadi Beban: Harta tersebut justru mendatangkan masalah, penyakit, dan konflik keluarga.
- Menjauhkan dari Ibadah: Kesibukan mengurus harta menghabiskan seluruh waktu, melalaikan shalat, puasa, dan ketaatan lainnya.
Tujuan doa Barakallah Fii Rizki adalah memohon agar rezeki yang kita dapatkan adalah rezeki yang termasuk kategori pertama: rezeki yang memberkahi dan mendekatkan kita kepada Allah, bukan rezeki yang menjerumuskan kita ke dalam Istidraj.
Memohon Barakah adalah memohon kualitas, bukan kuantitas. Seorang Muslim sejati lebih menghargai rezeki yang sedikit namun Barakah daripada harta segunung yang tanpa Barakah. Rezeki yang Barakah adalah investasi paling aman menuju akhirat.
Pengejaran Barakah harus menjadi fokus utama, bahkan jika itu berarti harus memilih pekerjaan dengan gaji yang lebih rendah tetapi lingkungan kerjanya lebih Islami dan transaksinya lebih bersih dari unsur syubhat. Pengorbanan untuk Barakah selalu dibayar tunai oleh Allah dalam bentuk ketenangan jiwa dan kelapangan urusan.
Seringkali kita melihat orang kaya tanpa Barakah. Mereka bisa membeli apa saja, tetapi mereka tidak bisa membeli ketenangan tidur, kesehatan yang stabil, atau anak yang saleh. Sebaliknya, orang yang rezekinya Barakah, meskipun sederhana, memiliki semua itu. Inilah perbedaan esensial yang ditawarkan oleh ajaran Islam: fokus pada kualitas hidup yang Barakah.
Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan Barakallah Fii Rizki kepada orang lain, kita sedang mendoakan mereka mendapatkan inti dari semua kebaikan, yaitu berkah yang stabil dan berkesinambungan hingga hari akhir.
Konsistensi dan Peran Ikhlas dalam Menjaga Barakah
Mendapatkan Barakah adalah satu hal; mempertahankannya secara konsisten adalah hal lain. Barakah bersifat dinamis, dapat bertambah atau berkurang tergantung dari amal dan niat pelakunya. Konsistensi dalam menjaga amalan yang mendatangkan Barakah, serta memurnikan niat (Ikhlas), adalah kunci untuk memastikan Barakah tidak menguap.
1. Ikhlas: Niat Murni sebagai Fondasi Barakah
Amal yang dilakukan tanpa niat yang Ikhlas (hanya karena Allah) tidak akan menghasilkan pahala yang maksimal, dan bahkan dapat menghilangkan Barakah dari usaha duniawi. Ketika seseorang mencari rezeki, niat utamanya haruslah:
- Menghindari meminta-minta (menjaga kehormatan diri).
- Menafkahi keluarga (menunaikan kewajiban).
- Menggunakan rezeki untuk beribadah dan menolong sesama.
Jika niat mencari rezeki bergeser menjadi hanya pamer, mengumpulkan kekayaan tanpa peduli hak orang lain, atau bersaing status, maka Barakah akan tercabut meskipun ia masih shalat dan sedekah. Ikhlas adalah penjaga Barakah yang paling batiniah dan fundamental.
2. Konsistensi dalam Amalan Kecil
Barakah seringkali terletak pada amalan yang konsisten, meskipun kecil. Amalan yang sedikit tapi berkelanjutan (istiqamah) lebih dicintai oleh Allah daripada amalan besar namun sporadis. Contoh amalan konsisten yang menjaga Barakah:
- Membaca surah Al-Waqi'ah setiap malam (dikenal sebagai surah yang menolak kefakiran).
- Menjaga shalat Dhuha (sebagai shalat pembuka rezeki).
- Menyisihkan sedekah subuh harian, meskipun hanya sedikit.
- Menjaga dzikir pagi dan petang.
Konsistensi menunjukkan komitmen seseorang terhadap prinsip-prinsip syariat, dan komitmen ini dibalas oleh Allah dengan Barakah yang tak terputus.
3. Menjaga Kebersihan Lingkungan dan Hati
Barakah menyukai kebersihan. Kebersihan fisik (rumah, tempat kerja, pakaian) dan kebersihan spiritual (hati yang bebas dari iri, dengki, dan hasad) sangat mempengaruhi Barakah. Rumah yang kotor sering dikaitkan dengan hilangnya Barakah. Lebih penting lagi, hati yang kotor dipenuhi penyakit spiritual akan menghalangi datangnya Barakah Ilahi.
Hasad (iri hati) terhadap rezeki orang lain adalah racun Barakah. Ketika seseorang iri pada keberhasilan rezeki orang lain, ia secara tidak langsung tidak ridha dengan pembagian rezeki Allah, yang merupakan dosa besar dan otomatis mencabut Barakah dari rezeki yang ia miliki sendiri. Menjaga hati yang bersih dan mendoakan kebaikan bagi orang lain justru akan menarik Barakah.
4. Kesabaran dan Penantian
Proses Barakah seringkali membutuhkan kesabaran. Barakah tidak selalu datang dalam semalam; ia tumbuh perlahan namun stabil. Ketika menghadapi kesulitan ekonomi atau rezeki terasa seret, kesabaran adalah kunci. Kesabaran adalah pengakuan bahwa Allah sedang menguji dan menunda Barakah untuk waktu yang tepat. Orang yang bersabar tidak akan menempuh jalan pintas haram (seperti riba atau penipuan) untuk mengatasi kesulitan, dan justru karena kesabarannya, Barakah yang dijanjikan akan datang dalam bentuk yang paling baik.
Kesabaran mengajarkan kita bahwa rezeki bukan hanya apa yang kita dapatkan sekarang, tetapi juga kemampuan kita bertahan dalam kesulitan tanpa meninggalkan ketaatan. Inilah esensi dari Barakah: stabil, kukuh, dan membawa kita lebih dekat kepada Allah, tidak peduli kondisi finansial kita saat ini.
Oleh karena itu, doa Barakallah Fii Rizki bukan hanya sebuah ucapan selamat atau harapan, tetapi sebuah pengingat abadi bahwa keberhasilan sejati dalam hidup diukur dari kualitas spiritual rezeki yang kita peroleh dan gunakan, bukan sekadar jumlah yang tertera di rekening bank.
Penutup: Mewujudkan Kehidupan yang Penuh Barakah
Konsep Barakallah Fii Rizki adalah panggilan untuk revolusi internal. Ia menantang pandangan materialistis yang hanya menghargai kuantitas dan menggantinya dengan fokus pada kualitas dan keabadian. Rezeki yang Barakah adalah anugerah terbesar yang dapat dimiliki seorang Muslim, karena ia memberikan kedamaian di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jalan menuju Barakah adalah jalan ketaatan yang konsisten, dimulai dari pembersihan sumber rezeki dari yang haram dan syubhat, diperkuat oleh Istighfar dan Syukur, dilindungi oleh Sedekah dan Silaturahim, dan dimahkotai oleh Taqwa dan keikhlasan. Barakah adalah hasil dari hubungan yang harmonis antara hamba dan Penciptanya. Ketika kita menunaikan hak-hak Allah atas rezeki kita, Dia akan memenuhi hak kita atas Barakah dalam rezeki tersebut.
Marilah kita senantiasa memohon kepada Allah, baik untuk diri sendiri maupun saudara-saudara kita: Barakallah Fii Rizki. Semoga Allah senantiasa memberkahi rezeki kita, menjadikannya sumber kebaikan yang tak terputus, dan bekal yang cukup untuk meraih Jannah.
Memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip Barakah bukan hanya meningkatkan kesejahteraan finansial, tetapi yang jauh lebih penting, meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, menciptakan kedamaian dalam hati, dan menjamin bahwa setiap usaha duniawi kita bernilai ibadah yang diterima di sisi-Nya.