Frasa "Barakallah Fii Quran", yang secara harfiah berarti "Semoga Allah memberkahi di dalam/melalui Al-Qur'an," bukanlah sekadar ucapan pengharapan semata, melainkan sebuah pengakuan fundamental terhadap sumber utama segala keberkahan (barakah) dalam kehidupan seorang Muslim. Keberkahan ini bersifat menyeluruh, mencakup dimensi spiritual, intelektual, emosional, hingga material. Al-Qur'an, sebagai kalamullah yang mulia, adalah pusat dari energi positif yang tidak pernah habis, sebuah sumber mata air yang terus mengalirkan kebaikan bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya dengan jujur dan ikhlas.
Artikel ini akan mengupas tuntas hakikat keberkahan yang terkandung dalam Al-Qur'an, menelusuri bagaimana barakah tersebut meresap ke dalam jiwa, keluarga, harta, dan waktu kita, serta bagaimana implementasi ajaran suci ini menjadi kunci pembuka pintu-pintu kemuliaan di dunia dan akhirat. Memahami Barakallah Fii Quran berarti memahami peta jalan menuju kehidupan yang penuh makna, ketenangan, dan ridha Ilahi.
Untuk memahami keberkahan dalam Al-Qur'an, kita harus terlebih dahulu mendefinisikan apa itu Barakah. Secara bahasa, Barakah berarti bertambahnya kebaikan, pertumbuhan, dan tetapnya sesuatu yang bermanfaat. Dalam konteks syariat, Barakah adalah karunia Ilahi yang membuat sedikit menjadi cukup, yang cukup menjadi berlimpah, dan yang berlimpah menjadi bermanfaat secara abadi. Keberkahan bukanlah semata-mata kuantitas, tetapi lebih kepada kualitas spiritual dan manfaat yang melekat pada sesuatu.
Allah SWT sendiri telah mendefinisikan Al-Qur'an sebagai sumber keberkahan. Dalam Surah Al-An’am ayat 155, Allah berfirman, “Dan ini (Al-Qur'an) adalah Kitab yang telah Kami turunkan, yang diberkahi. Maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat.” Penggunaan istilah 'Mubarak' (yang diberkahi) bukanlah kebetulan; ini adalah penegasan bahwa setiap huruf, setiap ayat, dan setiap ajaran di dalamnya mengandung potensi tak terbatas untuk melipatgandakan kebaikan dalam hidup manusia. Barakah Al-Qur'an adalah Barakah yang abadi, tidak lekang oleh waktu dan tidak berkurang oleh penggunaan.
Sifat keberkahan Al-Qur'an mencakup beberapa aspek krusial. Pertama, ia memberkahi akal dan pikiran, memberikan kejelasan dan panduan yang memisahkan kebenaran dari kebatilan. Kedua, ia memberkahi hati, menjadikannya tenang, sabar, dan penuh dengan rasa syukur. Ketiga, ia memberkahi amal perbuatan, menjadikan usaha yang kecil bernilai besar di sisi Allah. Keberkahan ini adalah energi yang mengalir dari sumber yang Maha Suci, mentransformasi kegersangan hidup menjadi taman yang subur.
Salah satu manifestasi terbesar dari Barakallah Fii Quran adalah keberkahan yang Allah tanamkan dalam waktu dan usaha orang yang berinteraksi dengannya secara rutin. Ketika seseorang mengalokasikan waktu untuk membaca, menghafal, atau merenungkan Al-Qur'an, sering kali ia mendapati bahwa waktunya yang tersisa untuk urusan duniawi menjadi lebih efisien dan produktif. Seakan-akan, 24 jam yang dimiliki terasa lebih panjang dan penuh pencapaian dibandingkan hari-hari yang dihabiskan tanpa sentuhan kalamullah.
Fenomena ini bukan ilusi, melainkan buah dari janji keberkahan. Keberkahan Al-Qur'an menata prioritas, menghilangkan kegelisahan, dan memberikan fokus yang tajam. Seseorang yang hidupnya didasari oleh prinsip-prinsip Al-Qur'an tidak akan menghamburkan waktu untuk hal-hal yang sia-sia (laghwun), karena ia memahami nilai abadi dari setiap detik yang diberikan Allah. Keberkahan ini adalah anti-tesis dari stres dan kesibukan tanpa hasil, yang menjadi penyakit masyarakat modern.
Langkah pertama dalam meraih Barakallah Fii Quran adalah melalui tilawah, atau membaca. Tilawah yang dimaksud di sini bukan sekadar melafalkan huruf, tetapi membacanya dengan adab, tartil, dan penghayatan. Setiap kali seseorang membuka mushaf dan membaca satu huruf, janji pahala yang dilipatgandakan segera menanti.
Rasulullah SAW bersabda bahwa membaca satu huruf dari Kitabullah menghasilkan sepuluh kebaikan. Keberkahan ini bersifat kuantitatif sekaligus kualitatif. Kuantitatif dalam jumlah pahala yang berlipat ganda, dan kualitatif karena pahala tersebut menjadi penghapus dosa dan peninggi derajat di sisi Allah. Bahkan bagi mereka yang membaca dengan terbata-bata karena kesulitan, keberkahannya lebih besar karena mendapat dua pahala: pahala membaca dan pahala kesulitan yang dihadapi.
Keberkahan ini memotivasi seorang Muslim untuk tidak pernah meninggalkan Al-Qur'an. Rutinitas tilawah, meskipun hanya beberapa ayat setiap hari, akan menumpuk gunung kebaikan yang menjadi bekal terpenting di hari perhitungan. Barakah ini memastikan bahwa investasi waktu kita, sekecil apapun, akan menghasilkan dividen spiritual yang luar biasa besar.
Membaca Al-Qur'an dengan tajwid (tata cara pembacaan yang benar) adalah bagian integral dari meraih keberkahan penuh. Tajwid adalah ilmu yang memastikan bahwa pembacaan kita sesuai dengan yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW. Ketika seseorang meluangkan waktu untuk mempelajari makharijul huruf (tempat keluarnya huruf) dan sifat-sifat huruf, ia tidak hanya memperbaiki bacaannya, tetapi juga meningkatkan kedekatan spiritualnya dengan Kalam Ilahi.
Keberkahan dalam tajwid terletak pada pemuliaan lafaz Allah. Dengan membaca secara benar, makna ayat-ayat suci terpelihara dari kesalahan, dan pembacaan kita menjadi sumber syafaat di akhirat. Proses belajar tajwid itu sendiri adalah keberkahan; ia menuntut kesabaran, ketelitian, dan kerendahan hati—sifat-sifat mulia yang kemudian tertanam dalam karakter pembacanya. Ini adalah bentuk disiplin spiritual yang membersihkan lisan dan jiwa.
Ketika sekelompok orang berkumpul untuk membaca atau mempelajari Al-Qur'an, Malaikat turun mengelilingi mereka, rahmat Allah meliputi mereka, dan ketenangan (sakīnah) pun diturunkan. Sakīnah adalah inti dari keberkahan. Ia adalah kedamaian batin yang tidak dapat dibeli dengan materi apapun. Dalam dunia yang penuh hiruk pikuk dan kecemasan, tilawah Al-Qur'an menawarkan jeda spiritual yang mendalam.
Keberkahan ketenangan ini berfungsi sebagai perisai mental. Ia melindungi hati dari bisikan waswas, menghilangkan kegelisahan tentang masa depan, dan menumbuhkan kepasrahan (tawakkal) yang kokoh kepada Sang Pencipta. Seseorang yang hatinya dibasahi oleh ayat-ayat Al-Qur'an akan menghadapi musibah dengan kesabaran yang lebih besar dan kesenangan dengan rasa syukur yang lebih mendalam.
Jika tilawah adalah pintu gerbang, maka tadabbur adalah memasuki taman keberkahan itu sendiri. Allah SWT mengecam mereka yang tidak merenungkan Kitab-Nya: "Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur'an, ataukah hati mereka terkunci?" (QS. Muhammad: 24). Keberkahan sejati Barakallah Fii Quran hanya dapat diraih ketika kita melibatkan akal dan hati dalam memahami maknanya.
Tadabbur membuka dimensi keberkahan intelektual. Ia memaksa kita untuk berpikir kritis, menghubungkan ayat satu dengan yang lain, dan menarik pelajaran yang relevan dengan kehidupan kontemporer. Ilmu tafsir (penjelasan) dan ta'wil (penafsiran) yang lahir dari proses tadabbur adalah keberkahan ilmu yang paling agung.
Melalui tadabbur, kita menyadari bahwa Al-Qur'an bukanlah buku sejarah atau sekumpulan dogma kaku, melainkan instruksi operasional (manual) untuk menjalani hidup yang bahagia dan sukses. Keberkahan pemahaman ini memberikan kita kemampuan untuk memecahkan masalah kehidupan—mulai dari konflik keluarga hingga dilema moral—dengan solusi yang dijamin benar karena berasal dari sumber kebijaksanaan yang tak terbatas.
Tujuan akhir dari tadabbur adalah transformasi hati. Ketika seseorang merenungkan ayat-ayat tentang Hari Kiamat, rasa takut (khauf) akan meningkat; ketika ia merenungkan nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna), rasa cinta (mahabbah) dan harap (raja') akan bersemi. Proses emosional ini adalah inti dari Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa), yang merupakan keberkahan spiritual terbesar.
Al-Qur'an memiliki kekuatan unik untuk membedah penyakit-penyakit hati, seperti kesombongan, iri hati, dan cinta dunia yang berlebihan. Setiap kali kita merenungkan sebuah ayat, seolah-olah kita sedang menjalani terapi spiritual. Ayat tentang kesabaran menguatkan kita di saat kesulitan; ayat tentang keadilan mengingatkan kita untuk berlaku jujur. Keberkahan ini memastikan bahwa hati kita senantiasa dalam kondisi fitrah, bersih dari noda-noda syahwat dan keraguan.
Orang yang mentadabburi Al-Qur'an tidak hanya mendapat inspirasi sesaat, tetapi juga pondasi untuk istiqamah (konsistensi) dalam beramal saleh. Tadabbur mengubah pengetahuan menjadi keyakinan (iman), dan keyakinan menjadi tindakan. Keberkahan ini membuat amal ibadah yang tadinya terasa berat menjadi ringan, dan ketaatan yang tadinya sesekali menjadi rutinitas yang menyenangkan. Seseorang yang memahami mengapa ia berpuasa, mengapa ia bersedekah, akan melaksanakannya dengan kualitas yang jauh lebih tinggi.
Istiqamah adalah hasil dari keberkahan Al-Qur'an yang menancap kuat dalam diri. Ia menjamin bahwa perubahan positif yang kita mulai tidak akan mundur, melainkan terus tumbuh dan bersemi, layaknya pohon yang akarnya kuat dan cabangnya menjulang tinggi ke langit.
Allah berfirman: "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar (syifa') dan rahmat bagi orang-orang yang beriman" (QS. Al-Isra': 82). Keberkahan Al-Qur'an tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga kuratif. Ia adalah obat yang mujarab untuk segala macam penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit hati.
Penggunaan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai Ruqyah syar'iyyah adalah bukti nyata dari keberkahan penyembuhan yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat perlindungan, seperti Al-Fatihah, Ayat Kursi, dan tiga surat penutup (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas), ketika dibaca dengan keyakinan penuh, memiliki daya tolak bala dan penyembuhan yang luar biasa. Ini adalah keberkahan yang diberikan Allah sebagai karunia langsung, menunjukkan bahwa kekuatan Kalamullah melebihi segala obat buatan manusia.
Walaupun Al-Qur'an bukan buku medis, ia mengandung formula spiritual yang menyeimbangkan energi tubuh dan mengusir pengaruh negatif. Keberkahan ini mengajarkan kita untuk selalu kembali kepada sumber kekuatan utama ketika menghadapi kesulitan kesehatan.
Jauh lebih penting dari penyembuhan fisik adalah penyembuhan hati. Penyakit hati—seperti dengki, putus asa, riya (pamer), dan nifaq (kemunafikan)—adalah racun yang menghancurkan amal dan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah. Keberkahan Al-Qur'an membersihkan racun-racun ini secara bertahap namun pasti.
Ketika seseorang rutin membaca kisah-kisah para Nabi, ia belajar kesabaran; ketika membaca tentang siksa neraka, ia takut akan dosa; ketika membaca tentang sifat-sifat Allah, ia menemukan harapan. Setiap dosis ayat adalah penawar bagi keraguan dan kekosongan spiritual. Jiwa yang sakit hanya akan menemukan ketenangan hakiki ketika ia kembali kepada dzikirullah, dan puncak dzikir adalah tilawah Al-Qur'an.
Barakallah Fii Quran mencapai puncaknya ketika ajarannya tidak hanya dibaca dan dihafal, tetapi diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Keberkahan yang paling nyata terlihat dalam tatanan masyarakat yang mengikuti panduan Al-Qur'an, yang menghasilkan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan kolektif.
Keluarga adalah unit terkecil tempat keberkahan Al-Qur'an paling jelas terasa. Pernikahan yang didasarkan pada prinsip Al-Qur'an dan Sunnah menghasilkan sakinah, mawaddah, wa rahmah (ketenangan, cinta, dan kasih sayang). Keberkahan ini mengubah hubungan suami-istri dari sekadar ikatan biologis menjadi ibadah yang berkelanjutan.
Dalam mendidik anak, Al-Qur'an menawarkan kurikulum akhlak yang sempurna. Rumah yang sering dibacakan Al-Qur'an diyakini dijauhi oleh setan dan dipenuhi rahmat. Keberkahan ini mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam iman dan moral. Anak-anak yang dibesarkan di bawah naungan Al-Qur'an cenderung menjadi penyejuk mata bagi orang tua dan aset berharga bagi umat. Barakah ini adalah jaminan masa depan yang cemerlang bagi keluarga, baik di dunia maupun di akhirat.
Implementasi akhlak Qur’ani dalam rumah tangga memerlukan detail yang mendalam. Misalnya, ayat tentang berbuat baik kepada orang tua tidak hanya dipahami sebagai larangan berkata 'ah', tetapi diwujudkan dalam tindakan proaktif: memastikan kenyamanan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, mendengarkan nasihat mereka dengan penuh hormat, dan mendoakan mereka secara konsisten. Keberkahan ini mengubah konflik yang mungkin timbul menjadi pelajaran, dan perbedaan pendapat menjadi alat untuk saling melengkapi, bukannya saling menjatuhkan.
Sistem ekonomi yang diatur oleh prinsip-prinsip Al-Qur'an (seperti larangan riba, kewajiban zakat, dan keadilan dalam timbangan) menghasilkan keberkahan harta. Keberkahan harta bukanlah tentang jumlah kekayaan yang fantastis, melainkan tentang manfaat dan kemudahan yang didapat dari harta tersebut.
Bisnis yang jujur dan menjauhi praktik curang, sesuai ajaran Al-Qur'an, akan mendapatkan Barakah dari Allah. Meskipun keuntungan yang didapat mungkin terlihat lebih kecil dibandingkan bisnis yang melibatkan riba, keberkahan memastikan bahwa harta tersebut tidak mudah hilang, mendatangkan ketenangan, dan menjadi wasilah untuk beramal saleh. Zakat, misalnya, adalah instrumen keberkahan yang mensucikan harta dan mencegah kemiskinan menjadi wabah sosial.
Seorang pedagang Muslim yang menerapkan etika Qur’ani—menepati janji, memberikan kualitas terbaik, dan tidak mengurangi timbangan—akan mendapati bahwa kepercayaan (trust) dari pelanggannya adalah modal Barakah yang jauh lebih berharga daripada keuntungan instan yang haram. Inilah makna Barakallah Fii Quran dalam ranah ekonomi: menghasilkan kekayaan yang bersih dan berkelanjutan, serta mendatangkan ketenangan jiwa bagi pemiliknya.
Keberkahan dalam muamalah juga meluas pada etos kerja. Al-Qur'an mengajarkan kita untuk profesional, tuntas, dan bekerja keras seolah-olah kita hidup selamanya, tetapi beramal seolah-olah kita akan mati esok hari. Keseimbangan antara usaha duniawi yang maksimal dan tawakkal yang sempurna ini adalah formula keberkahan yang menghasilkan produktivitas tanpa stres berlebihan.
Al-Qur'an adalah kitab pedoman bagi kepemimpinan dan interaksi sosial. Ayat-ayat tentang musyawarah, keadilan (termasuk kepada musuh), dan larangan ghibah (menggunjing) merupakan fondasi masyarakat yang diberkahi. Ketika sebuah komunitas didominasi oleh akhlak yang terpuji sesuai panduan Ilahi, persatuan dan solidaritas akan menguat.
Keberkahan sosial ini tampak ketika masyarakat mampu menyelesaikan konflik secara adil, ketika yang kaya bertanggung jawab atas yang miskin, dan ketika hak-hak minoritas dihormati. Kepemimpinan yang adil berdasarkan Al-Qur'an membawa Barakah yang meluas, menjauhkan negeri dari bencana alam dan fitnah sosial, karena ridha Allah menyertai mereka.
Rasulullah SAW adalah contoh sempurna dari implementasi akhlak Qur’ani. Keberkahan yang beliau terima tidak hanya pribadi, tetapi memancar hingga mengubah peradaban. Meniru akhlak beliau, yang merupakan jelmaan berjalan dari Al-Qur'an, adalah cara praktis meraih keberkahan sosial. Ini termasuk menjaga lisan dari perkataan kotor, menyebar salam, memberi makan, dan menyambung silaturahmi—semua amalan yang secara eksplisit atau implisit diperintahkan dalam Al-Qur'an.
Untuk memahami kedahsyatan Barakallah Fii Quran, kita dapat melihat perbandingan kualitatif antara mereka yang hidupnya didominasi oleh Kitabullah dan mereka yang mengabaikannya.
Menghafal Al-Qur'an (Hafiz) adalah salah satu bentuk interaksi tertinggi dengan Kalamullah. Keberkahan yang didapat oleh para Hafiz sangatlah unik. Pertama, hafalan mereka menjadi penjaga bagi akal dan memori, yang terbukti secara ilmiah membantu menjaga fungsi kognitif hingga usia tua. Kedua, hafalan tersebut menjadi penerang kubur dan pemberi syafaat bagi keluarganya di hari Kiamat. Ketiga, para penghafal seringkali dianugerahi ketenangan jiwa dan kemudahan rezeki yang tidak terduga.
Keberkahan Hafalan bukanlah sekadar gelar, tetapi sebuah gaya hidup yang penuh disiplin. Proses menghafal menuntut konsentrasi, kesabaran, dan pengulangan (muraja'ah), yang secara otomatis melatih jiwa untuk istiqamah dan menjauhi maksiat, sebab dosa adalah penghalang terbesar bagi hafalan. Para penghafal membawa Barakah ke mana pun mereka pergi, menjadi mercusuar iman di tengah masyarakat.
Kita sering mendengar kisah tentang para Hafiz yang meskipun hidup dalam kesederhanaan materi, selalu merasa berkecukupan dan bahagia. Ini adalah Barakah Hifz—keberkahan batin yang melampaui kekayaan duniawi. Rumah mereka, keluarga mereka, dan waktu mereka terasa penuh dengan ketenangan karena ayat-ayat Allah senantiasa bersemayam di dada mereka.
Sebaliknya, mereka yang mengabaikan Al-Qur'an, meskipun memiliki kekayaan dan jabatan, seringkali mendapati hidupnya hampa dan diliputi kegelisahan. Harta mereka mudah lenyap, waktu mereka habis tanpa hasil yang berarti (tidak ada Barakah waktu), dan keluarga mereka sering dilanda konflik. Allah berfirman: "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit..." (QS. Thaha: 124).
Kehampaan dan kesempitan hidup ini adalah ketiadaan Barakah. Mereka mungkin sibuk 24 jam sehari, tetapi hasilnya tidak pernah memuaskan. Mereka mencari ketenangan dalam hiburan duniawi, tetapi hanya menemukan kekecewaan yang berulang. Ini menunjukkan bahwa sumber ketenangan sejati (Barakah) hanya berada pada jalan yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an. Pengabaian Al-Qur'an menyebabkan hati tertutup, sehingga petunjuk Allah tidak dapat masuk, mengakibatkan kekacauan batin yang destruktif.
Mencari Barakah dari Al-Qur'an harus diwujudkan melalui serangkaian tindakan praktis yang konsisten. Keberkahan bukanlah sesuatu yang datang secara instan tanpa usaha, melainkan hadiah dari Allah atas keseriusan kita dalam mendekati Kalam-Nya.
Hal terpenting adalah menjadikan Al-Qur'an sebagai teman harian, bukan tamu musiman. Budaya interaksi rutin mencakup: membaca harian (wirid), menghafal, dan mengulang hafalan (muraja'ah). Waktu terbaik untuk meraih Barakah adalah di waktu fajar, di mana pikiran masih jernih dan suasana hening. Membaca Al-Qur'an setelah shalat Subuh dapat menanamkan keberkahan yang akan bertahan sepanjang hari.
Budaya ini juga harus diterapkan dalam keluarga. Mengadakan majelis kecil di rumah untuk belajar tajwid atau tafsir bersama anak-anak adalah cara ampuh untuk mengalirkan Barakah ke dalam pondasi rumah tangga. Ketika Al-Qur'an menjadi pusat kegiatan keluarga, ia menjadi benteng yang melindungi dari pengaruh buruk luar.
Interaksi rutin ini harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, namun harus dilakukan dengan konsisten. Lebih baik membaca satu halaman setiap hari tanpa terputus, daripada membaca satu juz dalam sehari lalu meninggalkannya selama sebulan. Konsistensi kecil inilah yang menarik Barakah yang besar.
Keberkahan ilmu hanya dapat diraih melalui jalur yang benar. Mencari guru (masyaikh) yang memiliki sanad (rantai periwayatan) yang bersambung hingga Rasulullah SAW adalah kunci untuk memastikan bahwa kita mempelajari Al-Qur'an dan tafsirnya sesuai dengan pemahaman yang benar. Sanad itu sendiri adalah keberkahan yang menjaga kemurnian ajaran.
Bergabung dalam majelis ilmu Al-Qur'an bukan sekadar transfer informasi, tetapi transfer Barakah. Duduk di hadapan seorang ulama yang mengamalkan ilmunya adalah kesempatan untuk menyerap ketenangan dan hikmah. Menghormati guru dan ilmu adalah syarat utama agar ilmu yang kita pelajari menjadi berkah, bermanfaat, dan kekal.
Tempat paling mulia untuk meraih Barakallah Fii Quran adalah di dalam shalat, terutama shalat malam (Qiyamul Lail). Memanjangkan shalat dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an secara tartil, sambil merenungi maknanya, adalah praktik yang memancarkan energi spiritual luar biasa.
Ketika seseorang berdiam diri di sepertiga malam terakhir, munajat dengan ayat-ayat Allah, ia sedang mengisi ulang baterai spiritualnya. Keberkahan shalat malam akan terasa sepanjang hari dalam bentuk kemudahan urusan, ketenangan batin, dan perlindungan dari kesalahan. Shalat malam adalah waktu di mana Barakah Al-Qur'an mencapai puncaknya sebagai cahaya penembus kegelapan malam.
Keberkahan ini juga berlaku dalam shalat fardhu. Berusaha untuk khusyu' dan memahami makna bacaan shalat yang kita lafalkan, mulai dari Al-Fatihah hingga surat-surat pendek, memastikan bahwa kita tidak hanya melakukan gerakan fisik tetapi juga berinteraksi dengan Kalamullah secara spiritual. Ketika shalat kita beres, seluruh urusan kita cenderung ikut beres—ini adalah Barakah Shalat yang dipicu oleh interaksi intens dengan Al-Qur'an.
Keberkahan Al-Qur'an tidak ditujukan hanya untuk individu, tetapi harus memancar ke seluruh lingkungan. Seorang Muslim yang hidupnya diberkahi oleh Al-Qur'an memiliki tanggung jawab untuk menjadi sumber Barakah bagi orang lain.
Menyebarkan ajaran Al-Qur'an adalah bentuk tertinggi dari berbagi Barakah. Mengajarkan tajwid kepada orang lain, berbagi tafsir yang menginspirasi, atau sekadar menjadi teladan hidup yang mencerminkan akhlak Qur’ani—semua ini adalah dakwah yang membawa Barakah. Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya."
Keberkahan ilmu yang diajarkan tidak akan berkurang, melainkan bertambah. Setiap kali murid kita membaca satu huruf dan mendapat pahala, sebagian pahalanya akan mengalir kepada kita. Ini adalah investasi Barakah yang tidak pernah merugi, menjamin ganjaran yang terus mengalir bahkan setelah kita wafat.
Semua upaya di atas harus diikat dengan keikhlasan (ikhlas), yakni niat murni hanya mengharap ridha Allah. Keikhlasan adalah pupuk Barakah. Sebuah amal, sekecil apapun, jika dilakukan dengan ikhlas, akan diberkahi dan ditinggikan nilainya. Sebaliknya, amal besar yang dicampuri riya atau mencari pujian manusia, akan dicabut keberkahannya.
Oleh karena itu, ketika kita membaca Al-Qur'an, niatkanlah untuk mendekat kepada Allah; ketika kita mengajarkannya, niatkan untuk menyebarkan hidayah, bukan untuk mencari popularitas. Keikhlasan memastikan bahwa Barakah yang kita dapatkan adalah Barakah yang murni, lestari, dan diterima di sisi-Nya.
Akhirnya, Barakah adalah anugerah dari Allah. Setelah melakukan semua usaha interaksi dengan Al-Qur'an (tilawah, tadabbur, dan implementasi), kita wajib memohon kepada Allah agar usaha kita diberkahi. Mengangkat tangan dan memohon Barakallah Fii Quran secara spesifik untuk hafalan, pemahaman, dan amal kita, adalah pengakuan akan kelemahan diri dan ketergantungan mutlak kepada-Nya.
Doa adalah senjata pamungkas seorang mukmin, dan dalam konteks Al-Qur'an, doa menjadi jembatan antara usaha kita dan karunia keberkahan Ilahi. Memohon keberkahan pada rezeki yang diperoleh dari mengajar Al-Qur'an, memohon keberkahan pada waktu yang dialokasikan untuk muraja'ah, dan memohon keberkahan pada setiap kata yang kita ucapkan saat berdakwah adalah praktik yang dianjurkan untuk memaksimalkan aliran Barakah.
Keberkahan yang datang dari Al-Qur'an adalah karunia menyeluruh, yang menyentuh setiap sisi eksistensi manusia. Ia adalah rahmat yang membuat hidup terasa ringan, penuh makna, dan berujung pada kebahagiaan abadi.
Memahami dan menjalani hidup di bawah naungan Barakallah Fii Quran adalah pilihan sadar untuk memilih jalan yang penuh cahaya. Al-Qur'an bukan sekadar kitab yang dibaca, melainkan sumber energi spiritual yang harus diresapi dan diwujudkan. Keberkahan yang melekat padanya adalah janji Allah yang pasti bagi mereka yang memuliakannya.
Dari ketenangan jiwa yang dihasilkan oleh tilawah, kebijaksanaan yang didapat dari tadabbur, hingga keadilan dan kesejahteraan yang muncul dari implementasi hukumnya, Al-Qur'an adalah cetak biru kehidupan yang paling berkah. Keberkahan ini memastikan bahwa kita tidak hanya hidup, tetapi hidup dengan tujuan, makna, dan persiapan yang matang untuk bertemu dengan Sang Pencipta.
Marilah kita senantiasa memohon: Barakallah Fii Quran. Semoga Allah memberkahi waktu kita, harta kita, keluarga kita, dan setiap hembusan nafas kita melalui Kitab-Nya yang mulia, sehingga kita termasuk ke dalam golongan yang menjadikan Al-Qur'an sebagai syafaat dan petunjuk hingga hari akhir.