Pengantar: Kitab Amsal sebagai Sumber Hikmat Ilahi
Kitab Amsal, sebuah permata dalam kanon kebijaksanaan Alkitab, menawarkan panduan yang tak ternilai harganya bagi mereka yang mencari pengertian dan petunjuk untuk menjalani hidup yang benar. Kitab ini, yang sebagian besar diatribusikan kepada Raja Salomo, dikenal karena singkat, padat, dan sering kali menggunakan perumpamaan yang kuat untuk menyampaikan kebenaran universal tentang moralitas, etika, dan prinsip-prinsip praktis kehidupan. Berbeda dengan kitab sejarah yang menceritakan peristiwa masa lalu, atau kitab nubuat yang menyingkapkan masa depan, Amsal berfokus pada kebijaksanaan yang dibutuhkan untuk "hari ini", bagaimana hidup dengan bijak di tengah-tengah kompleksitas dunia.
Salah satu tema sentral yang terus diulang dalam Amsal adalah panggilan untuk mengejar hikmat dan menjauhi kebodohan. Hikmat di sini bukan sekadar kecerdasan intelektual, melainkan kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif Tuhan, untuk membuat pilihan yang benar, dan untuk memahami konsekuensi jangka panjang dari setiap tindakan. Kitab ini secara eksplisit mengajarkan bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat, menempatkan fondasi spiritual sebagai landasan utama bagi kehidupan yang bijaksana.
Dalam konteks inilah kita mendekati Amsal pasal 5, sebuah pasal yang secara khusus didedikasikan untuk memperingatkan tentang bahaya perzinaan dan godaan yang menyesatkan. Pasal ini tidak hanya memberikan perintah moral, tetapi juga menjelaskan secara gamblang dampak destruktif dari pilihan-pilihan yang tidak bijaksana. Ini adalah panggilan untuk kewaspadaan yang mendalam, sebuah seruan untuk menjaga hati, mata, dan kaki dari jalan-jalan yang menjerumuskan.
Ayat 3 dari Amsal 5 adalah inti dari peringatan ini, sebuah gambaran puitis namun tajam tentang daya pikat godaan:
Ayat ini bukan sekadar metafora sederhana; ia adalah sebuah peringatan profetik yang menembus zaman, relevan bagi setiap individu yang bergumul dengan godaan dan keputusan moral. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap frasa dalam ayat ini, menggali makna dan implikasinya yang mendalam, serta menyoroti relevansinya bagi kehidupan modern.Karena bibir wanita asing meneteskan madu, dan perkataannya lebih licin dari minyak.
Amsal 5:3 – Analisis Ayat yang Mendalam
Amsal 5:3 adalah sebuah mahakarya sastra kebijaksanaan, menggunakan bahasa kiasan yang kaya untuk menyampaikan pesan yang sangat serius. Untuk memahami sepenuhnya kekuatannya, kita perlu memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mengeksplorasi makna di balik setiap frasa.
Siapakah "Wanita Asing" Itu?
Frasa "wanita asing" (אִשָּׁה זָרָה - *'ishah zarah* dalam bahasa Ibrani) adalah kunci untuk memahami peringatan ini. Secara harfiah, "asing" bisa berarti seseorang dari bangsa lain atau bukan bagian dari komunitas Israel. Namun, dalam konteks Amsal, maknanya melampaui identitas etnis atau kebangsaan semata.
- Wanita Pelacur atau Perempuan Sundal: Ini adalah interpretasi yang paling umum dan langsung. Dalam masyarakat kuno, pelacur seringkali adalah orang luar atau wanita yang telah menolak norma-norma sosial. Mereka mencari nafkah dengan menggoda pria dan menjerat mereka ke dalam perzinaan.
- Wanita Paling Lain atau Penggoda: Istilah "asing" juga dapat merujuk pada wanita yang secara moral menyimpang, yang tidak menghargai ikatan pernikahan atau kesucian. Dia adalah "asing" dari jalan kebenaran dan hikmat. Dia mungkin adalah seorang wanita yang sudah menikah dengan pria lain, atau wanita yang secara aktif berusaha merusak hubungan orang lain.
- Personifikasi Kebodohan: Dalam Amsal, hikmat dan kebodohan sering dipersonifikasikan sebagai wanita. "Wanita asing" ini bisa menjadi antitesis dari "Hikmat" itu sendiri (yang digambarkan sebagai wanita mulia di Amsal 8). Dia adalah representasi dari pilihan-pilihan yang bodoh dan menyesatkan, yang mengarah pada kehancuran.
Apapun interpretasi spesifiknya, esensinya sama: "wanita asing" melambangkan godaan yang berbahaya dan melanggar batas moral yang ditetapkan Tuhan, khususnya dalam ranah seksual dan hubungan pernikahan. Dia adalah agen dari kehancuran, bukan pembawa kehidupan.
"Meneteskan Madu": Daya Pikat yang Mematikan
Gambaran "bibir wanita asing meneteskan madu" adalah metafora yang sangat kuat dan efektif. Madu secara universal dikenal karena manisnya yang lezat dan sifatnya yang menggoda. Apa yang coba disampaikan oleh penulis Amsal dengan perumpamaan ini?
- Kenikmatan Sesaat: Godaan dosa, khususnya dosa seksual, seringkali datang dalam bentuk janji kenikmatan yang instan dan memuaskan. Seperti madu, ia terasa sangat manis di lidah pada awalnya. Ia menawarkan kegembiraan yang cepat, sensasi yang memabukkan, dan kepuasan yang tampaknya tak tertahankan.
- Kemurnian yang Palsu: Madu juga sering dikaitkan dengan kemurnian dan kebaikan alami. Namun, dalam konteks ini, madu yang "menetes" dari bibir wanita asing adalah kemurnian yang menyesatkan, sebuah ilusi. Di balik manisnya ada racun.
- Ketergantungan: Sesuatu yang manis seringkali adiktif. Rasa madu yang lezat bisa membuat seseorang ingin lebih dan lebih, mengabaikan potensi bahaya jika dikonsumsi berlebihan atau dari sumber yang salah.
- Godaan yang Halus: Madu menetes, bukan mengalir deras. Ini menyiratkan bahwa godaan seringkali datang secara bertahap, perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, sampai seseorang terjerat tanpa menyadarinya. Itu bukan ledakan tiba-tiba, melainkan penetrasi yang lembut dan perlahan.
Dengan demikian, "meneteskan madu" menggambarkan daya tarik yang kuat dan memikat dari godaan. Ini adalah representasi dari janji palsu kebahagiaan dan kepuasan yang ditawarkan dosa, yang pada permukaannya terlihat sangat menggiurkan dan sulit untuk ditolak. Ini adalah topeng indah yang menyembunyikan wajah kehancuran.
"Perkataannya Lebih Licin dari Minyak": Daya Tarik yang Menyelinap
Bagian kedua dari ayat ini, "dan perkataannya lebih licin dari minyak," melengkapi gambaran yang pertama. Minyak, seperti madu, memiliki karakteristik khusus yang dimanfaatkan dalam perumpamaan ini.
- Kelekatan dan Kelancaran: Minyak dikenal karena kemampuannya untuk melumasi dan menghaluskan permukaan, membuatnya licin dan mudah meluncur. Dalam konteks perkataan, ini berarti kata-kata wanita asing tersebut sangat mulus, persuasif, dan sulit ditolak. Mereka tidak menemui perlawanan, melainkan menyelinap ke dalam hati dan pikiran pendengarnya dengan mudah.
- Menyusup Tanpa Disadari: Minyak juga bisa menyerap atau menyusup ke pori-pori. Perkataan yang licin ini menyiratkan bahwa bujuk rayu wanita asing itu tidak hanya mulus tetapi juga menembus pertahanan seseorang tanpa disadari. Ia mengikis nalar, melemahkan tekad, dan menidurkan kewaspadaan.
- Tidak Meninggalkan Jejak: Minyak dapat dibersihkan dan mungkin tidak meninggalkan jejak yang jelas pada awalnya. Demikian pula, janji-janji atau argumen dari godaan mungkin tidak tampak berbahaya atau meninggalkan tanda bahaya yang jelas di awal. Ia menyamarkan bahaya dengan kelembutan dan kelancaran.
- Sifat Membujuk: Perkataan yang licin adalah perkataan yang dirancang untuk membujuk, memanipulasi, dan meyakinkan. Ini adalah bahasa penipu yang tahu bagaimana menggunakan kata-kata yang tepat untuk memancing targetnya agar jatuh ke dalam perangkap.
Secara keseluruhan, "perkataannya lebih licin dari minyak" menggambarkan kekuatan manipulatif dari kata-kata godaan. Ini bukan hanya tentang apa yang dikatakan, tetapi bagaimana ia dikatakan—dengan kelembutan yang memabukkan, persuasif yang menipu, dan kemampuan untuk menyelinap melewati pertahanan logika dan moral. Ini adalah senjata utama godaan untuk menembus benteng hati dan pikiran, menghancurkan fondasi etika dan moral yang telah dibangun.
Sinergi yang Mematikan: Madu dan Minyak
Ketika kita menyatukan kedua gambaran ini – bibir yang meneteskan madu dan perkataan yang licin seperti minyak – kita melihat sebuah sinergi yang sangat berbahaya. Madu menarik perhatian dengan kenikmatan visual dan indrawi yang dijanjikan, sementara minyak melumasi jalan bagi godaan untuk masuk tanpa perlawanan. Bersama-sama, mereka menciptakan perangkap yang hampir tak tertahankan bagi mereka yang tidak berjaga-jaga.
Kombinasi ini berbicara tentang daya pikat luar yang memukau dan daya persuasi dalam yang menipu. Itu adalah sebuah paket lengkap yang dirancang untuk menjerat. Orang yang tergoda tidak hanya tertarik oleh manisnya janji, tetapi juga terbujuk oleh kelancaran argumen atau rayuan yang mengiringinya. Ini adalah peringatan keras bahwa dosa seringkali tidak datang dalam bentuk yang menjijikkan atau menakutkan, melainkan dalam bentuk yang paling menarik dan meyakinkan, menyamar sebagai kebaikan atau kebahagiaan.
Peringatan Amsal 5:3 adalah tentang pentingnya discernment – kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, antara kebenaran dan kebohongan, meskipun keduanya tampak sama menarik atau logis di permukaan. Ini adalah tantangan untuk melihat di balik penampilan luar yang manis dan licin, untuk memahami konsekuensi jangka panjang yang tersembunyi di balik janji-janji sesaat.
Kontek Amsal 5: Peringatan yang Lebih Luas
Untuk benar-benar menghargai kedalaman Amsal 5:3, kita harus memahami konteksnya dalam keseluruhan pasal 5. Pasal ini adalah sebuah nasehat seorang ayah kepada anaknya, sebuah seruan mendesak untuk menjauhi perzinaan dan menjaga kesucian. Ayat 3 bukanlah sebuah ayat yang berdiri sendiri, melainkan bagian integral dari sebuah argumentasi yang koheren dan persuasif.
Panggilan untuk Perhatian dan Hikmat (Amsal 5:1-2)
Pasal ini dibuka dengan panggilan langsung untuk memperhatikan hikmat dan pengertian: Hai anakku, perhatikanlah hikmatku, arahkanlah telingamu kepada pengertian, supaya engkau berpegang pada kebijakan dan bibirmu memelihara pengetahuan.
(Amsal 5:1-2). Ini menunjukkan bahwa pertahanan pertama terhadap godaan adalah hikmat dan pengetahuan. Tanpa fondasi ini, seseorang rentan terhadap rayuan wanita asing. Kemampuan untuk membedakan dan menjaga bibir agar berbicara kebenaran adalah hasil dari ketaatan pada hikmat.
Konsekuensi yang Menghancurkan (Amsal 5:4-14)
Setelah menggambarkan daya pikat wanita asing, penulis Amsal dengan tajam beralih ke konsekuensi mengerikan dari mengikuti godaan tersebut. Ayat-ayat selanjutnya melukiskan gambaran yang suram dan menakutkan tentang kehancuran yang menunggu:
- Kepahitan Akhir (Amsal 5:4):
Tetapi kemudian ia pahit seperti empedu, dan tajam seperti pedang bermata dua.
Ini adalah antitesis langsung dari madu dan minyak. Kenikmatan sesaat akan berujung pada penderitaan yang mendalam dan luka yang parah. - Jalan Menuju Kematian (Amsal 5:5):
Kakinya turun ke maut, langkahnya menuju ke dunia orang mati.
Ini bukan hanya kematian fisik, tetapi juga kematian rohani dan sosial. Hubungan dengan Tuhan dan komunitas akan rusak. - Kehilangan Harta dan Kehormatan (Amsal 5:8-10):
Jauhkanlah jalanmu dari pada dia, dan janganlah mendekat ke pintu rumahnya, supaya engkau tidak menyerahkan kehormatanmu kepada orang lain, dan tahun-tahunmu kepada orang kejam; supaya orang-orang lain jangan mengenyangkan diri dengan kekuatanmu, dan hasil jerih payahmu jangan masuk ke rumah orang yang tidak dikenal.
Perzinaan menyebabkan kehancuran finansial dan sosial. Harta benda habis, reputasi hancur, dan hidup diserahkan kepada pihak yang tak berhak. - Penyesalan yang Mendalam (Amsal 5:11-14):
Pada akhirnya engkau akan mengerang, kalau daging dan tubuhmu habis, dan engkau akan berkata: "Mengapa aku membenci didikan, dan hatiku menolak teguran? Mengapa aku tidak mendengarkan suara guru-guru, dan tidak mengarahkan telingaku kepada pengajar-pengajar? Aku hampir-hampir jatuh dalam segala kejahatan di tengah-tengah jemaah dan di hadapan semua orang!"
Ini adalah gambaran penyesalan yang pahit, ketika seseorang menyadari betapa bodohnya ia telah mengabaikan nasehat.
Konteks ini memperjelas bahwa Amsal 5:3 bukanlah sekadar peringatan tentang daya pikat, tetapi juga sebuah pembukaan untuk serangkaian konsekuensi yang tak terhindarkan. Penulis ingin pembacanya melihat melampaui "madu" dan "minyak" awal, dan memahami "empedu" dan "pedang" yang menunggu di ujung jalan.
Seruan untuk Kesetiaan dalam Pernikahan (Amsal 5:15-20)
Sebagai antitesis dan solusi terhadap godaan wanita asing, Amsal 5 beralih untuk menekankan pentingnya kesetiaan dalam pernikahan. Minumlah air dari kolammu sendiri, dan air yang mengalir dari sumurmu sendiri. Hendaklah mata airmu diberkati, dan bersukacitalah dengan isteri masa mudamu.
(Amsal 5:15, 18). Ini adalah panggilan untuk menemukan kepuasan dan sukacita dalam hubungan yang sah dan kudus.
Penulis Amsal tidak hanya memperingatkan dari bahaya, tetapi juga menawarkan jalan keluar. Solusinya adalah kepuasan dalam ikatan pernikahan yang setia. Ayat-ayat ini melukiskan gambaran romantis tentang keindahan dan kebahagiaan dalam pernikahan yang benar, membandingkan istri dengan "rusa betina yang manis dan kijang betina yang menarik" (Amsal 5:19). Ini adalah tawaran kebahagiaan sejati yang abadi, berbeda dengan kenikmatan sesaat dan destruktif dari dosa.
Pengetahuan Tuhan dan Pertanggungjawaban (Amsal 5:21-23)
Pasal ini diakhiri dengan peringatan akan pengawasan ilahi dan pertanggungjawaban. Karena segala jalan orang terbuka di hadapan TUHAN, dan segala langkahnya diawasi-Nya.
(Amsal 5:21). Tidak ada yang tersembunyi dari pandangan Tuhan. Setiap tindakan, setiap pilihan, akan dipertanggungjawabkan. Orang fasik akan terjerat oleh kejahatannya sendiri dan mati karena kurangnya didikan.
Konteks ini memberikan dimensi spiritual yang mendalam pada peringatan Amsal 5:3. Bukan hanya tentang konsekuensi sosial atau pribadi, tetapi juga tentang hubungan seseorang dengan Tuhan. Melanggar batas-batas moral adalah juga melanggar kehendak Tuhan, dan ini memiliki implikasi kekal.
Oleh karena itu, Amsal 5:3, dengan gambaran madu dan minyaknya, adalah pintu gerbang menuju pemahaman akan kompleksitas godaan, kehancuran yang dibawanya, dan jalan keluar yang ditawarkan melalui hikmat, kesetiaan, dan ketaatan kepada Tuhan. Ini adalah sebuah panggilan untuk hidup dengan mata terbuka dan hati yang waspada, selalu siap membedakan yang benar dari yang salah.
Implikasi dan Bahaya Mengabaikan Peringatan Amsal 5:3
Mengabaikan peringatan yang terkandung dalam Amsal 5:3 dan seluruh pasal 5 adalah seperti mengabaikan rambu lalu lintas yang jelas di jalan raya kehidupan. Konsekuensinya tidak hanya serius, tetapi juga menghancurkan, mempengaruhi berbagai aspek eksistensi seseorang. Mari kita selami lebih dalam implikasi dan bahaya ini.
1. Kehilangan Hikmat dan Kemampuan Membedakan
Inti dari Kitab Amsal adalah pencarian dan pemeliharaan hikmat. Ketika seseorang jatuh ke dalam godaan wanita asing, hal pertama yang terkikis adalah kemampuan untuk berpikir jernih dan membuat keputusan yang bijaksana. Rayuan yang "licin dari minyak" melumpuhkan akal sehat, membuat individu tidak mampu melihat bahaya yang jelas di depan mata. Hikmat yang diperoleh dengan susah payah menjadi kabur, digantikan oleh nafsu dan keinginan sesaat. Ini adalah kerugian yang fundamental, karena hikmat adalah kompas yang menuntun melalui badai kehidupan.
Seseorang yang kehilangan hikmat akan terus membuat pilihan-pilihan buruk, bukan hanya dalam ranah moralitas seksual, tetapi juga dalam aspek lain dari hidupnya. Sikap impulsif dan kurangnya refleksi menjadi ciri khasnya, membawanya dari satu masalah ke masalah lainnya. Proses pengambilan keputusan menjadi kacau, dan jalan hidupnya semakin menjauh dari kebenaran.
2. Kehancuran Rumah Tangga dan Keluarga
Peringatan utama dalam Amsal 5 adalah terhadap perzinaan, yang secara langsung menyerang fondasi pernikahan. Ketika seorang pria (atau wanita) menyerah pada godaan wanita asing, ikatan sakral pernikahan hancur. Kepercayaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun runtuh dalam sekejap. Luka yang ditimbulkan pada pasangan yang setia seringkali mendalam dan sulit disembuhkan.
Dampak pada anak-anak juga sangat merusak. Mereka menyaksikan kehancuran rumah tangga mereka, yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan stabilitas. Trauma, kebingungan, dan rasa tidak aman dapat menghantui mereka sepanjang hidup. Lingkaran setan ini dapat berlanjut, karena anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan rumah tangga yang rusak cenderung mengulang pola yang sama dalam hubungan mereka di masa depan.
Perzinaan adalah pengkhianatan terbesar dalam sebuah hubungan, dan kehancurannya menyebar seperti api, membakar setiap aspek kehidupan keluarga, meninggalkan puing-puing penyesalan dan penderitaan.
3. Kerugian Harta Benda dan Keuangan
Amsal 5:10 secara eksplisit menyatakan, supaya orang-orang lain jangan mengenyangkan diri dengan kekuatanmu, dan hasil jerih payahmu jangan masuk ke rumah orang yang tidak dikenal.
Dosa perzinaan seringkali sangat mahal. Uang dihabiskan untuk memuaskan nafsu, untuk hadiah, untuk tempat pertemuan rahasia, atau untuk menutupi jejak. Jika perselingkuhan terungkap, konsekuensi hukum seperti perceraian dan pembagian harta dapat menyebabkan kerugian finansial yang parah. Tunjangan, biaya pengacara, dan kehilangan aset dapat menguras seluruh kekayaan yang telah dibangun dengan susah payah.
Selain itu, fokus pada hubungan terlarang dapat mengganggu kinerja kerja, menyebabkan kehilangan pekerjaan atau peluang promosi, yang semakin memperburuk situasi keuangan. Hidup yang seharusnya stabil dan makmur, kini terpuruk dalam jurang kemiskinan dan penyesalan akibat pilihan yang sembrono.
4. Kerusakan Reputasi dan Nama Baik
Dalam budaya apa pun, kesetiaan dan kehormatan sangat dihargai. Ketika seseorang terlibat dalam perzinaan, reputasinya hancur. Nama baik yang telah dibangun selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dapat musnah dalam sekejap. Kehormatan yang hilang sulit untuk dipulihkan. Orang akan memandang rendah, kepercayaan publik akan sirna, dan kesempatan sosial maupun profesional mungkin tertutup rapat.
Peringatan Amsal 5:9, supaya engkau tidak menyerahkan kehormatanmu kepada orang lain,
menegaskan betapa berharganya kehormatan itu. Kehilangan kehormatan bukan hanya kerugian pribadi, tetapi juga aib bagi keluarga dan keturunan. Ini adalah beban sosial yang berat untuk ditanggung, yang seringkali menyebabkan isolasi dan rasa malu yang mendalam.
5. Kerusakan Fisik dan Emosional
Dosa seksual tidak hanya merusak jiwa, tetapi juga tubuh. Penyakit menular seksual (PMS) adalah risiko yang sangat nyata dan serius dari perzinaan. Selain itu, stres, kecemasan, rasa bersalah, dan penyesalan yang mendalam dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental dan fisik lainnya, seperti insomnia, depresi, dan gangguan pencernaan.
Secara emosional, seseorang yang jatuh ke dalam perangkap wanita asing akan mengalami turbulensi batin. Konflik antara keinginan daging dan suara hati nurani, antara kebahagiaan sesaat dan penderitaan jangka panjang, akan mengoyak jiwanya. Rasa bersalah dan malu dapat menjadi beban yang sangat berat, menggerogoti kedamaian batin dan kebahagiaan sejati. Ini adalah penderitaan yang tak terlihat, namun sangat menghancurkan.
6. Konsekuensi Spiritual: Terputusnya Hubungan dengan Tuhan
Akhirnya, dan yang paling penting, mengabaikan peringatan Amsal 5:3 memiliki konsekuensi spiritual yang mendalam. Dosa adalah pelanggaran terhadap kehendak Tuhan. Ketika seseorang dengan sengaja memilih jalan perzinaan, ia menjauhkan diri dari Tuhan. Meskipun Tuhan selalu siap mengampuni bagi mereka yang bertobat, dosa yang disengaja dan berulang dapat mengeraskan hati, meredupkan iman, dan memutuskan komunikasi dengan Sang Pencipta.
Amsal 5:21 mengingatkan kita bahwa segala jalan orang terbuka di hadapan TUHAN, dan segala langkahnya diawasi-Nya.
Tidak ada dosa yang tersembunyi dari pandangan Tuhan. Melanjutkan dalam dosa ini berarti menolak pimpinan ilahi, menyingkirkan fondasi moral yang diberikan oleh Kitab Suci, dan memilih jalan kehancuran spiritual. Kehilangan hadirat Tuhan adalah kerugian terbesar dari semuanya, karena di dalam Dia lah terdapat sumber kehidupan, damai sejahtera, dan kebahagiaan abadi.
Peringatan Amsal 5:3, oleh karena itu, jauh lebih dari sekadar nasihat moral; ia adalah seruan untuk menjaga seluruh keberadaan kita — pikiran, hati, tubuh, hubungan, dan yang terpenting, hubungan kita dengan Tuhan. Mengabaikannya berarti memilih jalan menuju kehancuran total, sebuah harga yang terlalu mahal untuk dibayar demi kenikmatan sesaat yang menyesatkan.
Pentingnya Menjaga Diri: Strategi Melawan Godaan
Setelah memahami betapa berbahayanya godaan yang digambarkan dalam Amsal 5:3, pertanyaan berikutnya adalah: bagaimana cara kita melawan dan menjaga diri? Kitab Amsal tidak hanya memperingatkan, tetapi juga memberikan prinsip-prinsip praktis untuk menjalani kehidupan yang bijaksana dan menjaga kesucian. Strategi ini melibatkan penjagaan komprehensif atas seluruh aspek diri kita.
1. Menjaga Hati dengan Segala Kewaspadaan (Amsal 4:23)
Salah satu ayat kunci yang relevan adalah Amsal 4:23: Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
Hati dalam Alkitab seringkali merujuk pada pusat emosi, pikiran, dan kehendak seseorang. Ini adalah medan pertempuran utama. Godaan dimulai di hati, dengan pikiran dan keinginan yang tidak murni.
- Isi Hati dengan Kebenaran: Penuhi pikiran dan hati dengan Firman Tuhan, dengan hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, dan sedap didengar (Filipi 4:8). Meditasi pada ajaran-ajaran hikmat akan memperkuat hati terhadap godaan.
- Saring Pikiran: Latih diri untuk mengidentifikasi dan menolak pikiran-pikiran yang tidak pantas segera setelah muncul. Jangan biarkan benih-benih godaan berakar.
- Kenali Kerentanan Diri: Setiap orang memiliki titik lemah. Kenali apa yang paling mudah menggoda Anda dan ambil langkah-langkah proaktif untuk menghindarinya atau memperkuat diri di area tersebut.
Menjaga hati adalah tindakan pencegahan yang paling penting. Jika hati dijaga, maka segala aliran kehidupan yang keluar darinya akan murni.
2. Menjaga Mata dari Yang Menggoda (Ayub 31:1, Amsal 6:25)
Mata adalah jendela jiwa dan seringkali merupakan pintu masuk utama godaan. Apa yang kita lihat sangat mempengaruhi apa yang kita pikirkan dan inginkan. Ayub pernah membuat perjanjian dengan matanya: Aku telah membuat perjanjian dengan mataku, masakan aku melirik kepada seorang gadis?
(Ayub 31:1). Demikian pula, Amsal 6:25 memperingatkan, Janganlah mengingini kecantikannya dalam hatimu, janganlah dia menangkap engkau dengan bulu matanya.
- Hindari Pemandangan yang Tidak Layak: Di era digital ini, sangat mudah terpapar pada gambar atau konten yang menggoda melalui internet, media sosial, film, atau iklan. Secara aktif pilihlah untuk tidak membuka diri terhadap hal-hal ini.
- Fokus pada Kebenaran: Alihkan pandangan Anda dari yang tidak pantas dan fokuskan pada keindahan yang murni dan berharga, seperti alam, seni yang membangun, atau wajah pasangan hidup Anda.
- Kendalikan Lingkungan: Batasi paparan Anda pada lingkungan atau situasi yang penuh godaan visual.
Menjaga mata adalah tindakan disiplin diri yang krusial untuk mencegah benih godaan tumbuh subur di dalam hati.
3. Menjaga Kaki dari Jalan yang Menyesatkan (Amsal 4:26-27, Amsal 5:8)
Setelah hati dan mata, langkah kaki adalah wujud nyata dari keputusan kita. Amsal 4:26-27 menasehati: Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.
Dan lebih spesifik lagi, Amsal 5:8: Jauhkanlah jalanmu dari pada dia, dan janganlah mendekat ke pintu rumahnya.
- Hindari Situasi Berisiko Tinggi: Kenali tempat, lingkungan, atau pertemuan yang dapat menempatkan Anda dalam bahaya godaan, dan hindarilah sepenuhnya.
- Pilih Lingkaran Pertemanan yang Baik: Teman-teman yang bijaksana akan menarik Anda menuju kebaikan, sementara teman-teman yang tidak bijaksana dapat menyeret Anda ke dalam masalah.
- Rencanakan untuk Menjauhi: Jangan mengandalkan kekuatan diri sendiri di saat-saat krisis. Buatlah keputusan di awal untuk menghindari situasi yang berpotensi menjadi godaan.
Kaki kita membawa kita ke mana pun hati kita mengarah. Mengendalikan ke mana kita pergi adalah langkah penting dalam menjaga diri dari godaan.
4. Menjaga Telinga dari Rayuan yang Menipu
Kembali ke Amsal 5:3, "perkataannya lebih licin dari minyak" menunjukkan betapa pentingnya menjaga telinga kita. Kita perlu waspada terhadap kata-kata yang menggoda, janji-janji kosong, dan pujian yang manipulatif.
- Seleksi Informasi: Hati-hati dengan media yang Anda konsumsi—lagu, podcast, percakapan. Banyak di antaranya mungkin merayakan atau menormalkan perilaku yang bertentangan dengan hikmat.
- Dengarkan Nasihat yang Benar: Sebaliknya, bukalah telinga Anda terhadap nasihat dari orang-orang bijak, pembimbing rohani, dan, yang terpenting, Firman Tuhan.
- Belajar Membedakan: Kembangkan kemampuan untuk membedakan antara suara kebenaran dan suara penipu. Ini membutuhkan waktu dan latihan dalam mendengarkan Roh Kudus.
Telinga kita adalah pintu gerbang lain menuju hati. Jika kita membiarkan kata-kata yang menyesatkan masuk, mereka dapat meracuni pikiran dan mengarahkan kita ke jalan yang salah.
5. Membangun Hubungan yang Sehat dan Kudus
Amsal 5 juga memberikan solusi positif: kepuasan dalam pernikahan yang setia (Amsal 5:15-20). Ini bukan hanya tentang menghindari yang buruk, tetapi juga merangkul yang baik.
- Berinvestasi dalam Pernikahan: Bagi yang sudah menikah, carilah kepuasan dan sukacita dalam hubungan dengan pasangan Anda. Perdalam komunikasi, tingkatkan keintiman, dan saling membangun.
- Hargai Pasangan Hidup: Fokus pada keindahan dan kebaikan pasangan Anda, seperti "rusa betina yang manis dan kijang betina yang menarik" (Amsal 5:19).
- Tetapkan Batasan yang Jelas: Hindari hubungan yang tidak pantas dengan lawan jenis, baik di tempat kerja, di media sosial, atau dalam lingkungan sosial lainnya. Tetapkan batasan yang sehat untuk melindungi pernikahan Anda.
Membangun dan memelihara hubungan yang sehat adalah benteng yang kokoh melawan godaan wanita asing. Kepuasan yang ditemukan dalam kesetiaan adalah antidote terbaik terhadap janji-janji palsu dosa.
6. Keterbukaan dan Akuntabilitas
Seringkali, godaan berkembang dalam kerahasiaan. Memiliki seseorang yang bisa Anda percayai, seorang mentor atau teman rohani, yang kepadanya Anda bisa bertanggung jawab, adalah strategi pertahanan yang ampuh. Mengakui pergumulan dan meminta doa serta nasihat dari orang lain dapat memberikan kekuatan dan perspektif yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan strategi penjagaan diri yang komprehensif ini—menjaga hati, mata, kaki, telinga, serta membangun hubungan yang sehat dan hidup dalam akuntabilitas—kita dapat berdiri teguh melawan daya pikat yang manis dan licin dari godaan yang diperingatkan dalam Amsal 5:3. Ini adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan disiplin, ketekunan, dan ketergantungan pada anugerah Tuhan.
Hikmat sebagai Penjaga Utama dari Godaan
Amsal 5:3 dan seluruh Kitab Amsal tidak hanya memberikan peringatan tentang bahaya, tetapi juga secara konsisten menawarkan hikmat sebagai solusi dan perlindungan utama. Hikmat di sini bukan sekadar pengetahuan, melainkan penerapan pengetahuan Ilahi untuk menjalani hidup yang benar dan penuh arti. Ini adalah kekuatan yang memberdayakan kita untuk membedakan, memilih yang baik, dan menolak yang jahat.
1. Hikmat Memberikan Pengertian yang Mendalam
Sebagaimana kita bahas di awal, Amsal 5:1-2 mengajak kita untuk memperhatikan hikmatku, arahkanlah telingamu kepada pengertian, supaya engkau berpegang pada kebijakan dan bibirmu memelihara pengetahuan.
Hikmat memungkinkan kita untuk melihat melampaui penampilan luar. Ia menyingkapkan sifat sejati dari "madu" dan "minyak" yang ditawarkan godaan, menunjukkan bahwa di balik daya pikatnya terdapat kepahitan dan kehancuran.
Dengan hikmat, seseorang tidak mudah tertipu oleh janji-janji palsu kenikmatan sesaat. Ia memahami bahwa kebahagiaan sejati dan kepuasan abadi hanya ditemukan dalam ketaatan kepada prinsip-prinsip Tuhan. Ia melihat gambaran besar, konsekuensi jangka panjang, dan tidak terjebak oleh daya tarik sesaat yang fana.
2. Hikmat Memperkuat Kehendak dan Disiplin Diri
Hikmat bukan hanya tentang tahu apa yang benar, tetapi juga memiliki kekuatan untuk melakukan yang benar. Ia menanamkan disiplin diri dan kendali diri. Seseorang yang memiliki hikmat akan lebih mudah untuk menolak impuls dan keinginan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur.
Ketika godaan datang, hikmat memberikan kekuatan untuk berkata "tidak." Ia membantu kita untuk mengingat tujuan yang lebih tinggi, nilai-nilai yang lebih dalam, dan janji-janji Tuhan. Ia menjadi benteng pertahanan terhadap serangan nafsu dan rayuan.
3. Hikmat Menuntun pada Pilihan Hidup yang Benar
Amsal adalah kitab pilihan. Setiap ayat menyajikan dua jalan: jalan hikmat yang menuju kehidupan, dan jalan kebodohan yang menuju kehancuran. Hikmat adalah pemandu yang tak salah untuk memilih jalan yang benar. Ia mengajarkan kita untuk:
- Menghargai Kesetiaan: Hikmat menekankan nilai kesetiaan dalam pernikahan sebagai sumber kebahagiaan dan berkat.
- Mencari Kebenaran: Hikmat mengarahkan kita untuk mencari dan mencintai kebenaran dalam segala hal, menolak kepalsuan dan manipulasi.
- Hidup dalam Integritas: Hikmat mendorong kita untuk hidup dengan jujur dan tulus, baik di depan umum maupun secara pribadi.
Dengan hikmat, setiap langkah yang kita ambil diarahkan menuju kebaikan dan jauh dari bahaya. Ia adalah lampu bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita, yang menjaga kita dari tersandung di jalan kegelapan.
4. Hikmat Membangun Fondasi Rohani yang Kuat
Fondasi dari hikmat sejati, menurut Kitab Amsal, adalah takut akan Tuhan (Amsal 1:7). Ini adalah pengakuan akan kedaulatan Tuhan, rasa hormat yang mendalam terhadap-Nya, dan keinginan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ketika seseorang memiliki fondasi ini, ia memiliki sumber kekuatan yang tak terbatas untuk melawan godaan.
Hubungan yang erat dengan Tuhan melalui doa, studi Firman, dan persekutuan dengan sesama orang percaya, akan memperkuat hikmat dalam diri seseorang. Ini adalah perisai spiritual yang melindungi dari panah-panah api si jahat. Dengan Tuhan sebagai penopang, kita dapat menghadapi godaan apa pun dengan keyakinan.
Singkatnya, hikmat adalah senjata terbaik dan pertahanan terkuat melawan daya pikat yang mematikan dari "bibir wanita asing" dan "perkataan yang licin dari minyak." Ini adalah anugerah Tuhan yang harus kita cari, hargai, dan pelihara dengan segenap hati, karena melaluinya kita menemukan kehidupan, kebahagiaan, dan kedamaian sejati.
Relevansi Peringatan Amsal 5:3 di Era Modern
Meskipun Amsal 5:3 ditulis ribuan tahun yang lalu dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda, prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya tetap sangat relevan dan universal hingga saat ini. Godaan, khususnya godaan yang berkaitan dengan hubungan dan seksualitas, tidak pernah pudar, bahkan mungkin semakin kompleks di era modern.
1. Godaan di Dunia Digital
Di masa kini, "wanita asing" atau "pria asing" tidak selalu harus hadir secara fisik. Internet dan media sosial telah menciptakan platform baru yang tak terbatas untuk godaan. Pornografi, perselingkuhan daring, aplikasi kencan yang berpotensi menyesatkan, dan interaksi yang tidak pantas melalui pesan pribadi adalah manifestasi modern dari "bibir yang meneteskan madu" dan "perkataan yang licin dari minyak."
- Anonimitas: Dunia maya seringkali menawarkan anonimitas yang salah, membuat seseorang merasa bebas untuk menjelajahi keinginan terlarang tanpa konsekuensi sosial langsung.
- Aksesibilitas: Konten yang menggoda kini tersedia 24/7 di ujung jari, membuatnya lebih sulit untuk menjauhkan mata dan hati.
- Personifikasi: Algoritma media sosial dirancang untuk "mengenal" Anda dan menyajikan konten yang paling menarik, secara efektif menjadi "penggoda" yang sangat personal dan licin.
Peringatan Amsal 5:3 menjadi semakin mendesak di era digital, menuntut kewaspadaan yang lebih besar dan disiplin diri yang lebih ketat.
2. Budaya Permisif dan Relativisme Moral
Masyarakat modern cenderung lebih permisif dalam hal seksualitas dibandingkan masa lalu. Norma-norma moral tradisional seringkali dianggap ketinggalan zaman atau terlalu membatasi. Konsep relativisme moral, di mana kebenaran moral dianggap subjektif dan personal, memperumit kemampuan seseorang untuk membedakan antara yang benar dan yang salah.
- Penormalan Dosa: Media populer seringkali menormalkan atau bahkan merayakan perilaku yang dulunya dianggap tidak bermoral, membuat "madu" godaan tampak lebih manis dan "minyak" penipuan lebih licin.
- Tekanan Sosial: Ada tekanan untuk menyesuaikan diri dengan "norma" baru yang bebas, membuat individu yang ingin mempertahankan kesucian merasa terisolasi atau diejek.
Dalam lingkungan seperti ini, suara hikmat Amsal 5:3 menjadi kontras yang tajam, mengingatkan kita akan adanya standar moral universal dan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari mengabaikannya.
3. Pentingnya Komitmen dan Kesetiaan
Di tengah godaan yang berlimpah dan budaya yang permisif, nilai komitmen dan kesetiaan dalam pernikahan menjadi semakin berharga. Amsal 5:15-20 yang mendorong kepuasan dalam pernikahan sendiri adalah sebuah obat penawar yang sangat dibutuhkan bagi keresahan dan ketidakpuasan yang seringkali menghantui hubungan modern.
Peringatan tentang wanita asing adalah pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam pengejaran kenikmatan sesaat, tetapi dalam investasi jangka panjang pada hubungan yang kudus dan berintegritas. Memilih untuk setia adalah tindakan kebijaksanaan yang mendalam, yang melindungi diri sendiri, pasangan, keluarga, dan warisan rohani.
4. Konsekuensi yang Tetap Sama
Yang paling penting, terlepas dari perubahan zaman dan teknologi, konsekuensi dari mengabaikan peringatan ini tetap sama. Kehancuran rumah tangga, kerugian finansial, reputasi yang rusak, penderitaan emosional dan fisik, serta terputusnya hubungan dengan Tuhan, adalah realitas yang tetap berlaku bagi siapa pun yang jatuh ke dalam perangkap godaan wanita atau pria asing.
Amsal 5:4, Tetapi kemudian ia pahit seperti empedu, dan tajam seperti pedang bermata dua,
adalah kebenaran abadi. Kenikmatan sesaat dari dosa selalu berujung pada kepahitan dan penyesalan. Ini adalah hukum spiritual yang tidak dapat dihindari.
Oleh karena itu, peringatan Amsal 5:3 bukan hanya sebuah relik kuno, melainkan suara kebijaksanaan yang relevan, yang terus berteriak di tengah hiruk pikuk dunia modern, menyerukan kewaspadaan, disiplin diri, dan komitmen pada kebenaran. Ini adalah panduan untuk menavigasi lautan godaan yang kompleks dengan integritas dan akhirnya menemukan pelabuhan kedamaian sejati.
Studi Kasus dan Refleksi Pribadi
Peringatan Amsal 5:3 bukan hanya tentang teori, tetapi tentang realitas hidup yang dialami banyak orang. Mari kita telaah beberapa studi kasus hipotetis dan refleksi pribadi untuk memahami dampaknya yang nyata.
Kasus A: Sang Profesional Sukses
Bayangkan seorang pria bernama Budi, 45 tahun, seorang eksekutif perusahaan yang sangat sukses. Ia memiliki keluarga yang harmonis dengan seorang istri yang mencintai dan dua anak yang berprestasi. Namun, tekanan pekerjaan dan perjalanan bisnis yang sering membuatnya merasa kesepian. Ia bertemu dengan seorang kolega baru, Lisa, 30 tahun, yang karismatik dan cerdas. Awalnya, interaksi mereka murni profesional.
Namun, Lisa mulai mengirimkan pesan-pesan yang lebih personal, "bibirnya meneteskan madu" melalui pujian-pujian halus tentang kinerja Budi, simpati atas beban kerjanya, dan humor yang membuat Budi merasa "terlihat" dan dihargai. Perkataannya "lebih licin dari minyak," mengikis batasan profesional sedikit demi sedikit. Makan siang kerja berubah menjadi makan malam rahasia, obrolan tentang proyek berubah menjadi percakapan personal yang intim.
Budi merasa hidupnya yang awalnya biasa-biasa saja menjadi lebih "berwarna." Ia rasakan gairah dan perhatian yang tidak lagi ia dapatkan di rumah. Tetapi, madu itu mulai berubah menjadi empedu. Rahasia yang ia simpan mulai menggerogoti jiwanya. Ia menjadi tegang, mudah marah di rumah, dan kehilangan fokus di kantor.
Ketika perselingkuhannya terbongkar, dunia Budi runtuh. Istrinya mengajukan gugatan cerai, anak-anaknya merasa dikhianati dan marah. Reputasinya di perusahaan hancur, menyebabkan pemecatan. Seluruh jerih payahnya, yang disebutkan dalam Amsal 5:10, kini digunakan untuk biaya perceraian dan tunjangan. Penyesalan yang pahit, seperti yang dinubuatkan Amsal 5:11-14, menghantuinya. Ia kehilangan segalanya demi kenikmatan sesaat yang palsu.
Kasus B: Wanita Muda yang Berjuang
Tina, seorang wanita muda yang baru merantau ke kota besar untuk kuliah. Ia merasa kesepian dan kurang percaya diri. Ia bertemu dengan seorang pria yang lebih tua dan mapan, yang memberikan perhatian dan pujian yang belum pernah ia dapatkan. Pria ini menggunakan kata-kata yang sangat manis dan licin untuk meyakinkannya bahwa ia spesial, bahwa hubungan mereka unik, dan bahwa tidak ada yang akan memahami mereka seperti mereka memahami satu sama lain.
Ia dijanjikan masa depan yang cerah, hadiah-hadiah mewah, dan status sosial. Tina, yang haus akan pengakuan dan stabilitas, jatuh dalam perangkapnya. Ia mengabaikan peringatan teman-temannya dan suara hati nuraninya. Ia percaya bahwa ia telah menemukan cinta sejati, padahal ia hanyalah korban manipulasi.
Waktu berlalu, janji-janji pria itu tidak pernah terwujud. Ia merasa seperti hanya menjadi mainan dan akhirnya ditinggalkan dengan hati yang hancur, kerugian finansial, dan reputasi yang ternoda. Pahitnya realita jauh lebih menyakitkan daripada manisnya janji-janji awal. Ia belajar dengan cara yang sulit bahwa "madu" dan "minyak" palsu hanya membawa kehancuran.
Refleksi Pribadi: Perjuangan yang Universal
Setiap orang, pada suatu titik dalam hidupnya, akan dihadapkan pada godaan yang seolah-olah "meneteskan madu" dan "licin dari minyak." Godaan itu mungkin tidak selalu berupa godaan seksual, tetapi bisa juga berupa godaan untuk:
- Kekuasaan: Janji akan status dan pengaruh yang menggoda, bahkan jika itu berarti mengorbankan integritas.
- Kekayaan: Daya pikat uang dan kemewahan yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak etis.
- Kesenangan: Janji akan kebahagiaan instan yang mengabaikan konsekuensi jangka panjang.
- Kemudahan: Daya tarik jalan pintas yang menghindari kerja keras dan tanggung jawab.
Penting untuk diingat bahwa Amsal 5:3 adalah peringatan universal tentang sifat godaan. Ia selalu muncul dalam bentuk yang paling menarik, paling logis, dan paling persuasif. Ia tidak datang dengan tanduk dan ekor, melainkan dengan wajah yang ramah dan kata-kata yang memabukkan.
Refleksi pribadi kita harus selalu melibatkan pertanyaan: Di mana "madu" dan "minyak" godaan mencoba menyelinap ke dalam hidup saya? Apakah saya menjaga hati, mata, telinga, dan kaki saya dengan bijaksana? Apakah saya membangun fondasi hikmat dan kesetiaan yang kokoh? Pengalaman pahit banyak orang menjadi bukti tak terbantahkan akan kebenaran peringatan dalam Amsal 5:3.
Kesimpulan: Memilih Jalan Hikmat dan Kehidupan
Kita telah menyelami kedalaman Amsal 5 ayat 3, sebuah ayat yang singkat namun sarat makna, yang berfungsi sebagai suar peringatan di tengah samudra godaan kehidupan. Gambaran "bibir wanita asing yang meneteskan madu, dan perkataannya yang lebih licin dari minyak" adalah metafora abadi untuk daya pikat dosa – khususnya dosa yang terkait dengan pelanggaran kesucian dan kesetiaan dalam hubungan. Ini adalah peringatan bahwa apa yang tampak manis dan mudah di awal, pada akhirnya akan meninggalkan kepahitan dan kehancuran.
Melalui analisis yang cermat, kita memahami bahwa "wanita asing" melampaui identitas fisik, merujuk pada segala bentuk godaan yang menyesatkan dan melanggar moralitas ilahi. "Madu" melambangkan janji kenikmatan sesaat yang memabukkan, sementara "minyak" menggambarkan kekuatan manipulatif dari kata-kata yang persuasif dan sulit ditolak, yang menyelinap ke dalam hati dan pikiran tanpa perlawanan.
Konteks Amsal pasal 5 secara keseluruhan memperkuat pesan ini, dengan jelas menggambarkan konsekuensi yang menghancurkan dari mengabaikan peringatan ini: kehilangan hikmat, kehancuran rumah tangga dan keluarga, kerugian harta benda, rusaknya reputasi, penderitaan fisik dan emosional, serta yang paling utama, terputusnya hubungan dengan Tuhan. Ini adalah daftar harga yang sangat mahal untuk dibayar demi kebahagiaan semu yang fana.
Namun, Kitab Amsal tidak hanya berhenti pada peringatan. Ia juga menawarkan jalan keluar dan perlindungan. Pentingnya menjaga diri dengan segala kewaspadaan—menjaga hati, mata, telinga, dan kaki—adalah strategi praktis yang harus kita terapkan. Lebih dari itu, Kitab Amsal mengajarkan bahwa hikmat adalah penjaga utama. Hikmat memberikan pengertian untuk melihat melampaui penampilan, kekuatan untuk menolak godaan, dan tuntunan untuk memilih jalan kebenaran dan kehidupan.
Di era modern ini, di mana godaan semakin kompleks dan mudah diakses melalui dunia digital, dan di mana relativisme moral semakin marak, relevansi Amsal 5:3 tidak pernah pudar. Justru sebaliknya, ia menjadi lebih krusial. Kita dihadapkan pada tantangan untuk membedakan suara hikmat di tengah hiruk pikuk informasi dan godaan yang tiada henti.
Pada akhirnya, Amsal 5:3 adalah sebuah panggilan untuk membuat pilihan yang sadar. Ini adalah undangan untuk memilih jalan hikmat, jalan yang mengarah pada kehidupan yang penuh berkah, kedamaian, dan integritas. Ini adalah seruan untuk mencari kepuasan sejati dalam komitmen yang setia, dalam hubungan yang kudus, dan yang terpenting, dalam hubungan yang benar dengan Tuhan, Sang Sumber segala hikmat.
Marilah kita tidak mengabaikan peringatan yang berharga ini. Marilah kita memilih untuk mendengarkan hikmat, menjauhkan diri dari segala bentuk godaan yang "manis" namun mematikan, dan berjalan di jalan kebenaran, sehingga hidup kita dapat memancarkan kemuliaan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama. Ingatlah, orang yang berpegang pada perintah tidak akan mengalami kerugian, dan hati yang bijak akan mengenal waktu dan cara.
(Pengkhotbah 8:5).