Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, seringkali kita merasa seperti kapal yang terombang-ambing tanpa nahkoda. Kita mencari arah, stabilitas, dan kepastian dalam setiap keputusan yang kita buat. Di tengah ketidakpastian dunia, sebuah ayat kuno dari kitab Amsal menawarkan panduan yang tak ternilai: Amsal 3 ayat 5. Ayat ini bukan sekadar kumpulan kata, melainkan sebuah prinsip hidup yang mendalam, mengundang kita untuk meletakkan kepercayaan sepenuhnya kepada sumber kebaikan dan kebijaksanaan tertinggi.
Frasa "Percayalah kepada TUHAN" (atau "mengandalkan TUHAN" dalam terjemahan lain) memanggil kita untuk sebuah tindakan iman yang aktif. Ini bukan hanya sekadar pengakuan pasif akan keberadaan Tuhan, melainkan penyerahan diri yang total. Kata "segenap hatimu" menekankan pentingnya totalitas. Ini berarti tidak ada bagian dari diri kita yang boleh tertinggal dalam keraguan atau kemandirian yang berlebihan. Hati, dalam pengertian Alkitabiah, mencakup seluruh keberadaan kita – pikiran, emosi, keinginan, dan kehendak kita.
Mengandalkan Tuhan berarti mengakui keterbatasan diri kita. Kita adalah makhluk yang terbatas dalam pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan. Seringkali, kita hanya bisa melihat gambaran kecil dari sebuah situasi, sementara Tuhan melihat keseluruhan skenario. Upaya kita untuk memahami segalanya dengan akal budi kita sendiri dapat menjadi jebakan. Pengertian kita, meskipun penting, dapat dipengaruhi oleh prasangka, pengalaman masa lalu, atau informasi yang tidak lengkap.
Ayat Amsal 3:5 secara tegas memperingatkan kita untuk tidak "bersandar kepada pengertianmu sendiri." Ini adalah peringatan terhadap kesombongan intelektual atau kepongahan hati yang membuat kita berpikir bahwa kita tahu yang terbaik untuk diri kita sendiri tanpa bimbingan ilahi. Ketika kita terlalu mengandalkan logika dan pemahaman pribadi, kita berisiko membuat keputusan yang keliru, mengabaikan petunjuk halus dari Roh Kudus, atau tersesat dalam jalan yang pada akhirnya membawa penyesalan.
Pengertian manusiawi, meskipun memiliki nilai, rentan terhadap kesalahan. Ia bisa menjadi egois, terdistorsi oleh keinginan pribadi, atau tidak mampu melihat konsekuensi jangka panjang. Sebaliknya, kebijaksanaan Tuhan bersifat sempurna, kekal, dan selalu mengarah pada kebaikan terbesar bagi mereka yang mengandalkan-Nya.
Bagaimana kita mengaplikasikan Amsal 3:5 dalam kehidupan sehari-hari? Ini dimulai dengan praktik sederhana namun transformatif. Saat menghadapi dilema karier, masalah hubungan, keputusan finansial, atau bahkan pilihan kecil sehari-hari, kita dapat secara sadar menarik diri sejenak dan bertanya, "Apa yang Tuhan inginkan dalam situasi ini?"
Ini melibatkan doa yang tulus, merenungkan Firman Tuhan, dan mencari nasihat dari orang percaya yang matang. Ini juga berarti belajar mengenali suara Tuhan melalui hati nurani yang bersih, intuisi yang bijak, dan pimpinan Roh Kudus yang menuntun kita kepada kebenaran.
Ada kalanya, mengandalkan Tuhan berarti melakukan langkah iman yang terasa tidak masuk akal bagi logika kita. Kita mungkin tidak melihat seluruh jalan di depan, tetapi kita percaya bahwa Tuhan akan membuka jalan dan membimbing langkah kita. Ini adalah perjalanan kepercayaan yang berkelanjutan, bukan kejadian satu kali.
Ketika kita memilih untuk mempercayai Tuhan sepenuhnya, bukan pengertian kita sendiri, kita melepaskan beban kecemasan dan ketidakpastian. Kita menemukan kedamaian yang melampaui segala akal, karena kita tahu bahwa tangan yang lebih besar dan lebih bijak sedang memegang kemudi kehidupan kita. Kita diingatkan bahwa Tuhan bukan hanya pencipta alam semesta, tetapi juga Bapa yang peduli dan ingin yang terbaik bagi anak-anak-Nya.
Amsal 3:5 bukan hanya nasihat untuk menghindari kesalahan, tetapi undangan untuk mengalami hidup yang lebih kaya, lebih bermakna, dan lebih sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Ini adalah fondasi iman yang kokoh di atas mana kita dapat membangun setiap aspek kehidupan kita, mengetahui bahwa dengan berserah kepada-Nya, kita akan diarahkan pada jalan yang benar dan tujuan yang mulia.
Mari kita latih hati kita untuk senantiasa bersandar pada hikmat ilahi, bukan pada pemahaman kita yang terbatas, dan saksikan bagaimana Tuhan membimbing dan memberkati setiap langkah kita.