Amsal 18:22: Menemukan Berkat Ilahi dalam Pernikahan yang Baik
Dalam lanskap kehidupan yang penuh dinamika dan pencarian makna, manusia seringkali menemukan titik pijak dan kebahagiaan sejati dalam hubungan. Salah satu bentuk hubungan yang paling mendalam dan sakral adalah pernikahan. Alkitab, sebagai sumber hikmat yang tak lekang oleh waktu, memberikan berbagai panduan dan perspektif mengenai institusi ini. Di antara banyak ayat yang berbicara tentang pernikahan, Amsal 18 ayat 22 berdiri sebagai permata yang memancarkan cahaya harapan dan janji ilahi.
"Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN."
(Amsal 18:22, Terjemahan Baru)
Ayat ini, meskipun ringkas, mengandung kekayaan makna yang luar biasa, mengundang kita untuk merenungkan lebih dalam tentang nilai pernikahan, peran pasangan hidup, dan anugerah keberkenanan Tuhan. Artikel ini akan membawa Anda dalam sebuah perjalanan eksplorasi mendalam, menggali setiap frasa dari ayat ini, menempatkannya dalam konteks Alkitabiah yang lebih luas, dan merangkai implikasinya bagi kehidupan pernikahan di era modern.
Analisis Mendalam Amsal 18:22: Memahami Inti Hikmat Ilahi
Untuk benar-benar memahami kekuatan Amsal 18:22, kita perlu memecahnya menjadi komponen-komponen utamanya dan menyelidiki setiap bagian dengan cermat. Setiap frasa bukan hanya sekadar kata, melainkan sebuah gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang desain ilahi bagi kemanusiaan dan hubungan.
"Siapa mendapat isteri..."
Frasa pembuka ini mungkin tampak sederhana, namun di dalamnya terkandung sebuah pernyataan yang kuat tentang pencarian dan penemuan. Kata "mendapat" di sini tidak hanya berarti sekadar "memiliki" atau "mengambil," melainkan mengimplikasikan sebuah proses pencarian, pemilihan, dan mungkin juga sebuah anugerah. Dalam konteks budaya Timur Tengah kuno, dan bahkan dalam banyak budaya hingga saat ini, pernikahan adalah peristiwa yang signifikan, seringkali melibatkan keluarga, negosiasi, dan persiapan yang matang. Ini bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan sebuah capaian.
Ayat ini secara spesifik menyebutkan "isteri." Penting untuk dicatat bahwa Alkitab Ibrani secara umum ditulis dari perspektif patriarkal, di mana peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga seringkali ditekankan. Namun, prinsip yang mendasari ayat ini bersifat universal: menemukan pasangan hidup yang tepat. Ayat ini berbicara tentang seorang pria yang menemukan seorang wanita untuk menjadi pasangannya. Ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah bagian dari rencana Tuhan bagi manusia, sebuah panggilan untuk hidup dalam persekutuan yang intim dan saling melengkapi.
Pernyataan ini juga mengisyaratkan bahwa tidak semua orang akan menikah. Namun, bagi mereka yang dipanggil untuk menikah, menemukan pasangan adalah sebuah langkah signifikan dalam hidup. Ini bukan sekadar memilih teman serumah atau mitra bisnis; ini adalah memilih seseorang yang akan berbagi seluruh aspek kehidupan, dari suka hingga duka, dari keberhasilan hingga kegagalan, hingga akhir hayat. Pemilihan ini, oleh karena itu, harus dilakukan dengan bijak dan dengan doa.
"...mendapat sesuatu yang baik..."
Inilah inti dari janji dalam ayat ini. Pernikahan yang baik, dengan pasangan yang tepat, digambarkan sebagai "sesuatu yang baik." Dalam Alkitab, konsep "baik" (Ibrani: *tov*) memiliki konotasi yang sangat kuat. Ketika Allah menciptakan dunia dan segala isinya, setiap tahap penciptaan diakhiri dengan pernyataan, "itu baik." Ini menunjukkan bahwa pernikahan, dalam desain aslinya, adalah bagian integral dari kebaikan ciptaan Allah. Ia bukanlah sebuah kebutuhan sekunder atau pilihan alternatif, melainkan sebuah komponen fundamental dari kehidupan yang utuh dan diberkati.
Apa yang membuat pernikahan menjadi "sesuatu yang baik"? Banyak aspek yang dapat kita selami:
- Persahabatan dan Pendampingan: Kejadian 2:18 menyatakan, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Pernikahan mengatasi kesendirian manusia, menyediakan seorang sahabat karib yang memahami, mendukung, dan berbagi beban hidup. Pasangan hidup menjadi penolong yang sepadan, yang mengisi kekosongan dan melengkapi kekurangan.
- Dukungan Emosional dan Spiritual: Dalam suka dan duka, pasangan hidup adalah sandaran yang tak tergantikan. Mereka adalah orang pertama yang berbagi kebahagiaan dan yang pertama menopang di saat kesedihan. Bersama-sama, mereka dapat bertumbuh secara rohani, berdoa, dan saling menguatkan iman.
- Pertumbuhan Pribadi: Hidup berpasangan menuntut penyesuaian, pengorbanan, dan belajar untuk melayani. Proses ini mengasah karakter, mengajarkan kesabaran, empati, dan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Pernikahan menjadi lahan subur bagi pertumbuhan pribadi yang signifikan.
- Keluarga dan Keturunan: Pernikahan adalah wadah yang ditetapkan Tuhan untuk pembentukan keluarga dan melahirkan keturunan. Anak-anak adalah berkat dari Tuhan, dan mendidik mereka dalam iman adalah salah satu tugas suci dalam pernikahan.
- Stabilitas dan Keamanan: Sebuah rumah tangga yang stabil memberikan rasa aman dan fondasi yang kokoh bagi individu maupun masyarakat. Pernikahan yang sehat berkontribusi pada kesehatan sosial secara keseluruhan.
Frasa "sesuatu yang baik" ini bukan janji akan kehidupan yang tanpa masalah atau penderitaan. Sebaliknya, ia menjanjikan bahwa di tengah tantangan hidup, memiliki pasangan yang baik akan menjadi sumber kekuatan, sukacita, dan berkat yang tak ternilai. Kebaikan ini bersifat holistik, mencakup dimensi fisik, emosional, mental, dan spiritual.
"...dan ia dikenan TUHAN."
Inilah puncaknya, anugerah terbesar yang ditawarkan oleh ayat ini. Pernikahan yang baik tidak hanya membawa kebaikan internal bagi individu dan keluarga, tetapi juga menempatkan seseorang dalam posisi yang "dikenan TUHAN." Kata Ibrani untuk "dikenan" adalah *ratson*, yang bisa diartikan sebagai "perkenanan," "kerelaan," "kesenangan," atau "kebaikan." Ini menunjukkan bahwa Tuhan berkenan atas tindakan menemukan dan hidup dalam pernikahan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Bagaimana pernikahan yang baik menyebabkan seseorang "dikenan TUHAN"?
- Mematuhi Perintah Ilahi: Tuhan sendiri yang mendirikan institusi pernikahan di Taman Eden. Dengan masuk ke dalam pernikahan yang kudus dan memeliharanya sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya, seseorang sedang hidup dalam ketaatan kepada kehendak ilahi. Ketaatan selalu membawa perkenanan Tuhan.
- Mencerminkan Kasih Kristus: Dalam Perjanjian Baru, pernikahan digambarkan sebagai gambaran hubungan Kristus dengan gereja-Nya (Efesus 5:22-33). Ketika suami mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja, dan istri tunduk kepada suaminya seperti gereja kepada Kristus, mereka sedang memanifestasikan kasih Allah di bumi. Ini adalah tindakan yang sangat menyenangkan hati Tuhan.
- Melaksanakan Tujuan Allah: Pernikahan bukan hanya untuk kebahagiaan pribadi, tetapi juga untuk kemuliaan Allah. Melalui keluarga yang saleh, nilai-nilai ilahi diajarkan, generasi baru dibesarkan dalam iman, dan Injil disebarkan. Ini semua adalah bagian dari tujuan Allah yang lebih besar bagi umat manusia.
- Hidup dalam Integritas: Pernikahan yang setia dan penuh kasih adalah bentuk hidup yang penuh integritas. Tuhan menghargai kesetiaan, komitmen, dan kasih yang tulus. Orang yang memegang teguh janji pernikahannya menunjukkan karakter yang menghormati Allah.
Mendapat perkenanan Tuhan bukanlah hasil dari perbuatan baik kita yang sempurna, melainkan anugerah yang mengalir dari hidup yang selaras dengan rencana-Nya. Pernikahan yang baik adalah bukti dari hikmat dan kebaikan Tuhan, dan orang yang menjalaninya dengan benar akan diberkati dengan perkenanan ilahi dalam berbagai aspek kehidupannya.
Secara keseluruhan, Amsal 18:22 adalah janji tentang sebuah kehidupan yang diperkaya dan diberkati secara ilahi melalui institusi pernikahan yang kudus. Ini adalah dorongan untuk menghargai pernikahan, mencari pasangan dengan bijak, dan menjalaninya dengan komitmen yang tak tergoyahkan.
Pernikahan dalam Lensa Alkitab: Fondasi yang Tak Tergoyahkan
Amsal 18:22 tidak berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari narasi besar Alkitab mengenai pernikahan, sebuah narasi yang dimulai di Taman Eden dan berlanjut hingga gambaran pernikahan Kristus dengan gereja-Nya. Memahami konteks yang lebih luas ini akan memperkaya apresiasi kita terhadap ayat Amsal tersebut.
Penciptaan: Desain Asli Allah
Kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian adalah titik awal untuk memahami pernikahan. Dalam Kejadian 1, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, menurut gambar-Nya. Kemudian, dalam Kejadian 2, kita melihat proses lebih rinci penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Allah sendiri yang membawa Hawa kepada Adam, dan Adam berseru, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kejadian 2:23). Ayat berikutnya, Kejadian 2:24, menjadi fondasi bagi institusi pernikahan:
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:24)
Ayat ini memperkenalkan tiga pilar pernikahan: meninggalkan (orang tua), bersatu (dengan pasangan), dan menjadi satu daging. Konsep "satu daging" jauh melampaui persatuan fisik; ia merujuk pada persatuan total dalam pikiran, hati, roh, dan tubuh. Ini adalah kesatuan yang mendalam, sebuah ikatan perjanjian yang tidak dapat dengan mudah diputuskan. Pernikahan, oleh karena itu, bukanlah ide manusia, melainkan rancangan ilahi yang sudah ada sejak permulaan.
Kitab Amsal: Hikmat Praktis untuk Hidup Berkeluarga
Kitab Amsal secara keseluruhan adalah sebuah koleksi hikmat praktis untuk menjalani hidup yang benar di hadapan Tuhan. Banyak ayat dalam Amsal yang berbicara tentang pernikahan dan hubungan, menguatkan pesan Amsal 18:22.
- Amsal 5:18-19: "Hendaklah istrimu menjadi sumber berkat bagimu; bersukacitalah dengan istri masa mudamu, rusa betina yang manis, dan kijang yang jelita; biarlah buah dadanya memuaskan engkau setiap waktu, dan kasihnya memabukkan engkau senantiasa." Ini menekankan kegembiraan dan keintiman dalam pernikahan.
- Amsal 12:4: "Istri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit dalam tulangnya." Ini menyoroti dampak positif atau negatif seorang istri terhadap suaminya.
- Amsal 19:14: "Harta dan warisan adalah pemberian nenek moyang, tetapi istri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." Ayat ini sejajar dengan Amsal 18:22, menegaskan bahwa istri yang bijaksana adalah anugerah langsung dari Tuhan.
- Amsal 31:10-31: Menggambarkan "istri yang cakap" atau "wanita salehah" sebagai teladan tertinggi. Ia digambarkan sebagai berharga melebihi permata, dapat dipercaya, rajin, bijaksana, dan takut akan Tuhan. Ini adalah gambaran nyata tentang "sesuatu yang baik" yang dimaksud dalam Amsal 18:22.
Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa Kitab Amsal sangat menghargai pernikahan yang berlandaskan hikmat dan kesalehan. Ini bukan sekadar tentang menemukan seseorang, melainkan menemukan seseorang yang baik, seseorang yang akan menjadi berkat dan kehormatan.
Perjanjian Baru: Pernikahan sebagai Gambaran Kristus dan Gereja
Perjanjian Baru mengangkat pemahaman tentang pernikahan ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Rasul Paulus dalam Efesus 5:22-33 memberikan pengajaran yang paling komprehensif mengenai pernikahan, menggambarkannya sebagai gambaran misteri agung hubungan Kristus dengan gereja-Nya. Ini berarti pernikahan bukan hanya tentang kebahagiaan dua individu, tetapi memiliki dimensi rohani yang mendalam.
- Bagi suami: "Kasihilah istrimu, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya..." (Efesus 5:25). Ini adalah panggilan untuk mengasihi secara pengorbanan, tanpa syarat, dan mendahulukan kepentingan istri.
- Bagi istri: "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan..." (Efesus 5:22). Ketundukan ini bukanlah perbudakan, melainkan pengakuan terhadap kepemimpinan yang mengasihi dan melayani, seperti gereja tunduk kepada Kristus.
Dalam konteks Perjanjian Baru, pernikahan yang "baik" adalah pernikahan yang mencerminkan kasih, pengorbanan, dan kesatuan yang ditemukan dalam hubungan Kristus dan gereja. Ketika pernikahan dihayati dengan cara ini, ia tentu akan dikenan TUHAN, karena ia memuliakan Dia dan menunjukkan Injil kepada dunia.
Dengan demikian, Amsal 18:22 bukanlah sebuah pernyataan yang terisolasi. Ia terjalin erat dengan benang merah kebenaran Alkitabiah yang kuat, yang menegaskan bahwa pernikahan yang baik adalah anugerah ilahi, suatu kebaikan yang mendalam, dan sebuah jalan menuju perkenanan Tuhan.
Mengapa Pernikahan Adalah "Sesuatu yang Baik": Sebuah Perspektif Integral
Pernyataan "mendapat sesuatu yang baik" dalam Amsal 18:22 mengundang kita untuk merenungkan secara holistik apa saja kebaikan yang dihadirkan oleh sebuah pernikahan yang sehat dan diberkati. Kebaikan ini bukan hanya bersifat materi atau sekadar kebahagiaan sesaat, tetapi meliputi aspek-aspek esensial dalam kehidupan manusia.
1. Mengatasi Kesendirian dan Membangun Persekutuan
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, dan kesendirian dapat menjadi beban yang berat. Kejadian 2:18 menegaskan, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja." Pernikahan menyediakan solusi ilahi untuk kesendirian ini. Seorang pasangan hidup menjadi sahabat terdekat, pendengar setia, dan rekan seperjalanan. Dalam pernikahan, ada seseorang yang memahami Anda lebih dari siapa pun, berbagi rahasia, impian, dan ketakutan. Persahabatan dalam pernikahan adalah fondasi yang kokoh, memungkinkan kedua individu untuk bertumbuh bersama, saling menguatkan di kala susah, dan bersukacita di kala senang. Ini adalah persekutuan yang intim, yang tidak ditemukan dalam hubungan lain.
2. Dukungan Timbal Balik dan Kekuatan yang Berlipat Ganda
Pengkhotbah 4:9-12 dengan indah menggambarkan kekuatan dua orang yang bersatu: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi celakalah orang yang seorang diri! Kalau ia jatuh, tidak ada orang lain mengangkatnya." Pernikahan menciptakan sebuah tim yang saling mendukung. Ketika salah satu lemah, yang lain dapat menguatkan. Ketika satu menghadapi tantangan, yang lain dapat memberikan perspektif dan bantuan. Beban hidup menjadi lebih ringan saat dipikul berdua, dan sukacita menjadi berlipat ganda saat dibagi.
3. Pertumbuhan Karakter dan Penyempurnaan Diri
Pernikahan adalah sekolah terbaik untuk pertumbuhan karakter. Hidup bersama seseorang yang berbeda latar belakang, kepribadian, dan kebiasaan menuntut penyesuaian, kesabaran, pengampunan, dan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Dalam pernikahan, kita belajar untuk melihat melampaui diri sendiri, untuk mengutamakan kebutuhan pasangan, dan untuk berkompromi. Konflik yang tak terhindarkan dalam pernikahan, jika ditangani dengan bijak, dapat menjadi katalisator untuk kedewasaan dan pengembangan sifat-sifat ilahi seperti kerendahan hati dan kesabaran. Pasangan hidup kita seringkali menjadi cermin yang menunjukkan area-area dalam diri kita yang perlu diubahkan.
4. Wadah Suci untuk Keintiman dan Prokreasi
Allah menciptakan seksualitas sebagai bagian indah dari pernikahan. Kejadian 1:28, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu," menunjukkan tujuan prokreasi. Namun, keintiman fisik dalam pernikahan juga merupakan ekspresi kasih, komitmen, dan persatuan yang mendalam. Ia mempererat ikatan suami istri dan membedakan hubungan pernikahan dari semua hubungan lainnya. Di luar pernikahan, keintiman ini dapat merusak, tetapi di dalam batas-batas yang ditetapkan Tuhan, ia adalah berkat yang memperkaya dan membawa sukacita.
5. Pembentukan Keluarga dan Warisan Rohani
Pernikahan adalah fondasi keluarga. Melalui pernikahan, anak-anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kasih, stabil, dan aman. Orang tua memiliki peran suci untuk mendidik anak-anak mereka dalam jalan Tuhan, mewariskan nilai-nilai iman, moralitas, dan karakter. Sebuah keluarga yang berakar pada Kristus menjadi terang bagi dunia, mencetak generasi penerus yang takut akan Tuhan dan membawa dampak positif bagi masyarakat. Ini adalah warisan yang jauh lebih berharga daripada kekayaan materi.
6. Representasi Hubungan Kristus dan Gereja
Sebagaimana Paulus ajarkan, pernikahan bukan hanya tentang hubungan horizontal antara suami dan istri, tetapi juga memiliki dimensi vertikal yang mencerminkan hubungan Kristus dan gereja-Nya. Pernikahan yang baik menjadi sebuah "Injil yang terlihat" bagi dunia, menunjukkan kasih yang mengorbankan diri, kesetiaan, dan persatuan yang mendalam. Ketika pasangan hidup mengasihi dan menghormati satu sama lain seperti Kristus mengasihi gereja, mereka menjadi saksi hidup bagi kebenaran Allah, dan ini adalah sesuatu yang sangat menyenangkan hati Tuhan.
Dengan demikian, "sesuatu yang baik" dalam Amsal 18:22 adalah paket lengkap berkat ilahi yang mencakup persahabatan, dukungan, pertumbuhan pribadi, keintiman yang kudus, keluarga yang diberkati, dan kesaksian rohani. Ini adalah kebaikan yang fundamental dan transformatif bagi kehidupan manusia.
Makna "Dikenan TUHAN": Anugerah dan Tanggung Jawab
Frasa "dan ia dikenan TUHAN" adalah mahkota dari Amsal 18:22, mengubah pernikahan dari sekadar urusan manusia menjadi sebuah tindakan yang memiliki implikasi ilahi. Apa sebenarnya arti "dikenan TUHAN" dalam konteks ini, dan bagaimana hal itu memengaruhi kehidupan seseorang?
1. Hidup Sesuai Kehendak Ilahi
Ketika seseorang "dikenan TUHAN," itu berarti hidupnya, tindakannya, atau keputusannya selaras dengan kehendak dan rencana Tuhan. Pernikahan, sebagai institusi yang ditetapkan Allah, adalah bagian dari rancangan-Nya untuk manusia. Memasuki pernikahan yang kudus dan memeliharanya dengan setia adalah bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta. Tuhan berkenan melihat anak-anak-Nya hidup dalam tatanan yang telah Ia tetapkan, termasuk dalam aspek fundamental seperti hubungan pernikahan.
Bukan berarti Tuhan hanya berkenan pada orang yang menikah; Tuhan berkenan pada semua yang taat pada panggilan-Nya, baik itu menikah atau melajang. Namun, bagi mereka yang dipanggil untuk menikah, menemukan pasangan yang baik dan membangun rumah tangga yang takut akan Tuhan adalah jalan menuju perkenanan-Nya.
2. Mengalami Berkat dan Perlindungan Tuhan
Perkenanan Tuhan seringkali diiringi dengan berkat-berkat-Nya. Ini bukan berarti kehidupan akan bebas dari masalah, tetapi bahwa di tengah masalah, ada damai sejahtera dan kekuatan dari Tuhan. Keluarga yang dikenan Tuhan mungkin mengalami perlindungan dari bahaya, bimbingan dalam keputusan, kecukupan dalam kebutuhan, dan sukacita yang melampaui pemahaman manusia. Mazmur 128:1-4 menggambarkan berkat-berkat bagi orang yang takut akan Tuhan dan berjalan di jalan-Nya, termasuk melihat keturunan yang diberkati.
Perkenanan ini bukan sebuah imbalan mekanis, melainkan respons kasih Allah kepada hati yang rindu untuk memuliakan Dia melalui setiap aspek hidup, termasuk pernikahan.
3. Menjadi Saluran Berkat Bagi Orang Lain
Keluarga yang diberkati dan dikenan Tuhan seringkali menjadi mercusuar bagi orang lain. Mereka dapat menjadi teladan bagi pasangan lain, mentor bagi pasangan muda, dan sumber dorongan bagi komunitas. Kasih, kesetiaan, dan damai sejahtera yang terpancar dari rumah tangga mereka menjadi kesaksian hidup akan kebaikan Allah. Dengan demikian, perkenanan Tuhan tidak hanya mengalir kepada individu atau keluarga itu sendiri, tetapi juga meluas menjadi saluran berkat bagi lingkungan sekitar.
4. Damai Sejahtera dan Kepastian Dalam Hidup
Mengetahui bahwa kita hidup dalam perkenanan Tuhan membawa damai sejahtera yang mendalam. Di tengah ketidakpastian dunia, ada kepastian bahwa Allah bersama kita, membimbing langkah kita, dan menguatkan hati kita. Dalam konteks pernikahan, damai sejahtera ini sangat berharga. Ketika ada keyakinan bahwa pernikahan kita selaras dengan kehendak Tuhan, tantangan dapat dihadapi dengan iman, dan sukacita dapat dinikmati sepenuhnya.
5. Bertumbuh dalam Kekudusan
Perkenanan Tuhan juga berarti bahwa Tuhan terlibat aktif dalam proses penyucian hidup kita. Pernikahan yang baik akan menjadi alat bagi Tuhan untuk membentuk kita menjadi semakin serupa dengan Kristus. Melalui interaksi sehari-hari dengan pasangan, melalui pengampunan dan pelayanan, kita belajar untuk menanggalkan sifat egois dan mengenakan kasih Kristus. Proses ini, meskipun kadang sulit, adalah jalan menuju kekudusan yang menyenangkan hati Tuhan.
Namun, penting untuk diingat bahwa "dikenan TUHAN" bukanlah jaminan kebal dari kesulitan. Bahkan pernikahan terbaik pun akan menghadapi badai. Perkenanan Tuhan adalah jaminan kehadiran dan pertolongan-Nya di tengah badai tersebut, serta janji bahwa pada akhirnya, bagi mereka yang tetap setia, semua akan bekerja bersama untuk kebaikan.
Perkenanan Tuhan adalah anugerah, tetapi juga sebuah tanggung jawab. Ini menuntut komitmen yang terus-menerus untuk menjaga pernikahan dalam kekudusan, kasih, dan ketaatan kepada firman-Nya. Ini menuntut doa, kesabatan, dan kerelaan untuk terus belajar dan bertumbuh bersama pasangan.
Mencari Pasangan Hidup: Sebuah Perjalanan Iman dan Hikmat
Amsal 18:22, "Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik," secara implisit berbicara tentang proses pencarian. Bagaimana seseorang dapat menemukan pasangan hidup yang merupakan "sesuatu yang baik" dan yang akan membawa perkenanan Tuhan? Ini adalah pertanyaan krusial yang memerlukan kombinasi iman, hikmat, dan tindakan yang disengaja.
1. Doa dan Bergantung pada Bimbingan Ilahi
Langkah pertama dan terpenting adalah melibatkan Tuhan dalam seluruh proses pencarian. Amsal 3:5-6 menasihati, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Tuhan mengenal hati kita dan masa depan kita. Dialah Sang Perancang hubungan dan mengetahui siapa yang paling tepat untuk menjadi "penolong yang sepadan." Berdoa untuk pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, untuk hikmat dalam melihat tanda-tanda, dan untuk kesabaran dalam menunggu waktu-Nya adalah fondasi yang tak tergoyahkan.
2. Prioritas Karakter di Atas Penampilan
Dunia seringkali menekankan penampilan fisik, status sosial, atau kekayaan sebagai kriteria utama dalam mencari pasangan. Namun, Alkitab secara konsisten menekankan pentingnya karakter. Amsal 31:30 menyatakan, "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Kecantikan fisik memudar, kekayaan bisa lenyap, tetapi karakter yang saleh, integritas, dan hati yang takut akan Tuhan adalah investasi abadi.
Kualitas karakter yang harus dicari meliputi:
- Takut akan Tuhan: Ini adalah fondasi utama. Pasangan yang memiliki hubungan pribadi yang mendalam dengan Tuhan akan berusaha hidup sesuai firman-Nya.
- Integritas dan Kejujuran: Dapat dipercaya dan transparan dalam perkataan dan perbuatan.
- Kerendahan Hati: Bersedia mengakui kesalahan, belajar, dan melayani.
- Kebijaksanaan: Kemampuan untuk membuat keputusan yang sehat dan menunjukkan pengertian.
- Kasih dan Empati: Mampu mengasihi dan menunjukkan pengertian terhadap perasaan orang lain.
- Tanggung Jawab: Kemauan untuk memenuhi komitmen dan kewajiban.
3. Kesamaan Nilai dan Tujuan Hidup
Pernikahan adalah penyatuan dua individu menjadi satu daging. Akan jauh lebih mudah untuk membangun persatuan ini jika kedua belah pihak memiliki kesamaan nilai-nilai inti, keyakinan rohani, dan tujuan hidup. "Bagaimana mungkin dua orang berjalan bersama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Ini tidak berarti harus identik dalam segala hal, tetapi ada keselarasan yang fundamental. Misalnya, jika satu pihak sangat berkomitmen pada pelayanan gereja sementara yang lain tidak memiliki minat sama sekali, ini bisa menjadi sumber konflik di kemudian hari. Diskusi terbuka tentang nilai-nilai, keuangan, rencana keluarga, dan pandangan masa depan adalah esensial.
4. Menilai Hubungan dan Komunikasi
Bagaimana Anda berkomunikasi di masa pacaran adalah indikator kuat bagaimana Anda akan berkomunikasi dalam pernikahan. Apakah Anda bisa berbicara terbuka tentang masalah, perbedaan pendapat, dan perasaan Anda? Apakah Anda saling mendengarkan dengan penuh hormat? Komunikasi yang sehat adalah oksigen dalam pernikahan. Demikian juga, perhatikan bagaimana calon pasangan Anda berinteraksi dengan keluarga, teman, dan bahkan orang asing. Apakah ada tanda-tanda hormat, kasih, dan kesabaran?
5. Waktu dan Kesabaran: Jangan Terburu-buru
Mencari pasangan hidup adalah sebuah keputusan besar yang tidak boleh terburu-buru. Butuh waktu untuk benar-benar mengenal seseorang, melihat mereka dalam berbagai situasi, dan memahami karakter asli mereka. Beberapa budaya memiliki tradisi perjodohan, sementara yang lain lebih mengandalkan cinta romantis. Apapun metodenya, kuncinya adalah memberikan waktu yang cukup untuk mengenal calon pasangan secara mendalam dan dengan bijaksana. Jangan biarkan tekanan sosial atau rasa kesepian mendorong Anda untuk membuat keputusan yang tergesa-gesa.
6. Nasihat dari Orang Tua dan Pemimpin Rohani
Orang tua dan pemimpin rohani yang bijaksana seringkali memiliki perspektif yang berharga dan dapat melihat hal-hal yang mungkin terlewatkan oleh kita yang sedang dimabuk cinta. Mereka dapat memberikan nasihat yang obyektif dan doa dukungan. Kerendahan hati untuk mencari dan menerima nasihat adalah tanda kedewasaan.
Pencarian pasangan hidup yang baik adalah sebuah perjalanan yang memerlukan persiapan hati, mata yang tajam untuk melihat karakter, telinga yang peka untuk mendengar hikmat, dan iman yang teguh kepada Tuhan. Ketika dilakukan dengan cara ini, seseorang akan lebih mungkin "mendapat sesuatu yang baik" yang juga akan "dikenan TUHAN."
Kualitas-Kualitas Pasangan yang Saleh/Salehah: Inspirasi dari Amsal 31 dan Lainnya
Jika Amsal 18:22 menyatakan bahwa mendapatkan istri yang baik adalah anugerah dan mendatangkan perkenanan Tuhan, maka pertanyaan selanjutnya adalah: seperti apakah "istri yang baik" itu? Meskipun ayat tersebut secara spesifik menyebut istri, prinsip-prinsip ini juga berlaku untuk suami. Alkitab memberikan banyak petunjuk tentang kualitas-kualitas yang menjadikan seseorang pasangan hidup yang saleh dan berharga.
1. Takut akan TUHAN (Amsal 31:30)
Ini adalah kualitas yang paling fundamental dan terpenting. "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Ketakutan akan Tuhan bukanlah ketakutan yang menakutkan, melainkan rasa hormat, kagum, dan ketaatan yang mendalam kepada-Nya. Pasangan yang takut akan Tuhan akan menjadikan firman Tuhan sebagai panduan hidupnya, berjuang untuk hidup kudus, dan menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama. Ini adalah fondasi yang akan menopang pernikahan melalui setiap badai.
2. Dapat Dipercaya dan Setia (Amsal 31:11)
"Hati suaminya percaya kepadanya, dan suaminya tidak akan kekurangan keuntungan." Kepercayaan adalah pilar utama dalam pernikahan. Seorang pasangan yang setia dan dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan, dan komitmennya akan membawa kedamaian dan keamanan dalam hubungan. Kesetiaan ini mencakup kesetiaan fisik, emosional, dan rohani. Tanpa kepercayaan, pernikahan akan goyah.
3. Rajin dan Bertanggung Jawab (Amsal 31:13-22)
Wanita dalam Amsal 31 digambarkan sebagai pribadi yang sangat rajin: "Ia mencari bulu domba dan rami, dan bekerja dengan senang dengan tangannya... Ia mengawasi pekerjaan rumah tangganya, dan makanan kemalasan tidak dimakannya." Kualitas ini penting bagi suami dan istri. Pasangan yang rajin berkontribusi pada kesejahteraan rumah tangga, baik dalam pekerjaan di luar rumah maupun dalam mengelola urusan rumah tangga. Mereka bertanggung jawab, proaktif, dan tidak malas.
4. Bijaksana dan Berakal Budi (Amsal 19:14; Amsal 31:26)
"Istri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." (Amsal 19:14). "Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pelajaran yang ramah ada di lidahnya." (Amsal 31:26). Pasangan yang bijaksana mampu memberikan nasihat yang baik, mengambil keputusan yang tepat, dan berbicara dengan kata-kata yang membangun. Hikmat ini berasal dari Tuhan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam mendidik anak, mengelola keuangan, maupun dalam menghadapi tantangan hidup.
5. Baik Hati dan Murah Hati (Amsal 31:20)
"Ia memberikan tangannya kepada orang miskin, ulurannya kepada orang yang berkekurangan." Pasangan yang baik hati tidak hanya peduli pada keluarganya sendiri, tetapi juga memiliki hati untuk sesama. Kemurahan hati ini terpancar dalam cara mereka memperlakukan orang lain, dan juga dalam cara mereka melayani satu sama lain dalam pernikahan.
6. Mampu Memberi Semangat dan Membangun (Amsal 12:4; Amsal 31:28)
"Istri yang cakap adalah mahkota suaminya." (Amsal 12:4). "Anak-anaknya bangun dan menyebutnya berbahagia, suaminya pun memuji dia." (Amsal 31:28). Pasangan yang baik adalah seseorang yang mampu mengangkat dan mendorong pasangannya, bukan menjatuhkan. Mereka adalah sumber inspirasi, motivasi, dan pujian yang tulus. Mereka membangun suasana positif dalam rumah tangga.
7. Sabar dan Pengampun
Meskipun tidak secara eksplisit di satu ayat, seluruh inti dari hubungan yang sehat dalam Alkitab menuntut kesabaran dan kemauan untuk mengampuni. Karena tidak ada manusia yang sempurna, pasti akan ada kesalahan dan kekecewaan. Pasangan yang saleh adalah seseorang yang belajar untuk bersabar terhadap kekurangan pasangannya dan murah hati dalam memberikan pengampunan, sebagaimana Kristus mengampuni kita.
Meskipun Amsal 31 menggambarkan wanita, prinsip-prinsip karakter ini bersifat universal. Seorang suami yang baik juga harus takut akan Tuhan, setia, rajin, bijaksana, baik hati, dan mampu membangun istrinya. Ketika kedua pasangan memiliki kualitas-kualitas ini, mereka akan menjadi "sesuatu yang baik" satu sama lain, dan pernikahan mereka akan menjadi kesaksian hidup yang "dikenan TUHAN."
Tantangan dan Berkat dalam Pernikahan: Realitas Sebuah Perjalanan
Amsal 18:22 menjanjikan "sesuatu yang baik" dan "dikenan TUHAN." Namun, tidak ada pernikahan yang sempurna, dan setiap pasangan akan menghadapi tantangan. Memahami realitas ini adalah kunci untuk membangun pernikahan yang tangguh dan langgeng. Berkat-berkat pernikahan seringkali muncul dari kemampuan pasangan untuk mengatasi tantangan bersama.
Tantangan Umum dalam Pernikahan:
- Perbedaan dan Konflik: Dua individu dengan latar belakang, kepribadian, dan kebiasaan yang berbeda pasti akan mengalami perbedaan pendapat. Konflik bukanlah tanda kegagalan, melainkan kesempatan untuk belajar berkomunikasi, berkompromi, dan memahami pasangan lebih dalam.
- Masalah Komunikasi: Banyak masalah pernikahan berakar pada komunikasi yang buruk atau tidak efektif. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan, mendengarkan dengan empati, atau menyelesaikan masalah secara konstruktif dapat menyebabkan jarak emosional.
- Tekanan Finansial: Uang seringkali menjadi sumber stres dan konflik dalam pernikahan. Perbedaan dalam kebiasaan belanja, prioritas keuangan, atau manajemen utang dapat membebani hubungan.
- Perubahan Hidup: Pernikahan adalah sebuah perjalanan yang dinamis. Kelahiran anak, perubahan karier, pindah rumah, masalah kesehatan, atau masa-masa transisi lainnya dapat menekan hubungan dan memerlukan adaptasi dari kedua belah pihak.
- Interferensi Eksternal: Tekanan dari keluarga besar, teman, pekerjaan, atau masyarakat dapat memengaruhi dinamika pernikahan.
- Masalah Keintiman: Keintiman fisik dan emosional adalah penting. Perbedaan libido, masalah kesehatan, atau kurangnya perhatian pada kebutuhan emosional satu sama lain dapat menyebabkan ketegangan.
- Egoisme dan Kurangnya Pengorbanan: Dosa mendasar dalam setiap hubungan adalah keegoisan. Ketika salah satu atau kedua pasangan terlalu fokus pada kebutuhan dan keinginan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan yang lain, pernikahan akan menderita.
Berkat-Berkat yang Melampaui Tantangan:
Meskipun ada tantangan, berkat-berkat dari pernikahan yang berkomitmen jauh melampaui kesulitan yang dihadapi.
- Pertumbuhan yang Mendalam: Melalui tantangan, pasangan belajar kesabaran, pengampunan, ketahanan, dan kasih yang lebih dalam. Setiap kesulitan yang diatasi bersama memperkuat ikatan dan menghasilkan kedewasaan spiritual dan emosional.
- Kemitraan yang Tak Tergantikan: Memiliki seseorang yang selalu ada untuk Anda, yang berbagi beban Anda, dan merayakan kemenangan Anda adalah berkat yang luar biasa. Pasangan hidup menjadi mitra terbaik dalam segala aspek kehidupan.
- Keintiman yang Semakin Dalam: Setelah melewati badai bersama, keintiman emosional dan spiritual seringkali menjadi jauh lebih dalam. Ada rasa saling pengertian dan penerimaan yang tidak bisa didapatkan dengan cara lain.
- Warisan untuk Generasi Mendatang: Pernikahan yang kuat dan sehat memberikan fondasi yang aman bagi anak-anak. Mereka belajar tentang kasih, komitmen, pengampunan, dan iman melalui teladan orang tua mereka. Ini adalah warisan tak ternilai.
- Sukacita dan Kebahagiaan yang Abadi: Meskipun hidup penuh naik turun, pernikahan yang diberkati adalah sumber sukacita dan kebahagiaan yang konstan. Ini adalah tempat di mana Anda dapat sepenuhnya menjadi diri sendiri, dicintai tanpa syarat, dan menemukan kepuasan yang mendalam.
- Kesaksian Bagi Dunia: Sebuah pernikahan Kristen yang berhasil di tengah dunia yang sinis menjadi kesaksian yang kuat akan kuasa Allah dan kebenaran Injil. Ini adalah bukti hidup bahwa kasih, kesetiaan, dan pengampunan benar-benar mungkin.
Untuk mengalami berkat-berkat ini, pasangan harus secara aktif berinvestasi dalam pernikahan mereka. Ini berarti memilih untuk mengasihi setiap hari, bahkan ketika perasaan goyah; memilih untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur; memilih untuk memaafkan dan melepaskan dendam; dan yang terpenting, memilih untuk menempatkan Tuhan di pusat hubungan mereka. Dengan demikian, pernikahan akan menjadi "sesuatu yang baik" yang benar-benar "dikenan TUHAN," bukan karena kesempurnaannya, tetapi karena komitmennya untuk bertumbuh dalam kasih dan iman.
Memelihara Pernikahan yang "Baik": Nasihat Praktis untuk Kehidupan Sehari-hari
Pernyataan Amsal 18:22 bukanlah sebuah jaminan otomatis bahwa pernikahan akan selalu baik tanpa usaha. Sebaliknya, "mendapat sesuatu yang baik" berarti kita telah diberikan sebuah permata yang harus dipelihara, dipoles, dan dijaga dengan cermat. Memelihara pernikahan yang baik memerlukan komitmen, kesadaran, dan tindakan nyata setiap hari. Berikut adalah beberapa nasihat praktis:
1. Prioritaskan Hubungan dengan Tuhan
Sebuah pernikahan yang kuat dibangun di atas fondasi yang lebih kuat, yaitu hubungan pribadi masing-masing pasangan dengan Tuhan. Ketika suami dan istri memiliki hubungan yang mendalam dengan Kristus, mereka akan lebih mampu untuk mengasihi, mengampuni, dan melayani satu sama lain, karena mereka mengambil kekuatan dan hikmat dari Sumber Kasih itu sendiri. Berdoa bersama, membaca Alkitab bersama, dan bertumbuh dalam iman adalah inti dari memelihara pernikahan yang dikenan Tuhan.
2. Komunikasi yang Terbuka dan Jujur
Komunikasi adalah darah kehidupan pernikahan. Ini bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga mendengarkan secara aktif. Sediakan waktu setiap hari untuk berbicara tentang apa yang terjadi, bagaimana perasaan Anda, dan apa yang ada di pikiran Anda. Belajarlah untuk mengungkapkan kebutuhan dan keinginan Anda dengan jelas, serta mendengarkan pasangan Anda tanpa menghakimi. Hindari asumsi dan segera klarifikasi kesalahpahaman. Latihan "tanggal kencan" secara teratur dapat menyediakan ruang aman untuk percakapan yang lebih dalam.
3. Tunjukkan Kasih dan Penghargaan Setiap Hari
Jangan pernah berasumsi bahwa pasangan Anda tahu Anda mencintai atau menghargainya. Ungkapkanlah itu! Gunakan "lima bahasa kasih" (kata-kata penegasan, waktu berkualitas, pemberian hadiah, tindakan pelayanan, sentuhan fisik) untuk menunjukkan kasih Anda dengan cara yang paling berarti bagi pasangan Anda. Pujian, ucapan terima kasih, pelukan, ciuman, dan tindakan pelayanan kecil dapat membuat perbedaan besar dalam membangun ikatan emosional.
4. Selesaikan Konflik dengan Sehat
Konflik adalah tak terhindarkan. Kuncinya bukan menghindari konflik, tetapi belajar bagaimana menyelesaikannya dengan cara yang membangun. Fokus pada masalah, bukan pada menyerang karakter pasangan. Carilah solusi yang saling menguntungkan, bukan kemenangan pribadi. Belajarlah untuk meminta maaf dengan tulus dan mengampuni dengan murah hati. Ingatlah bahwa Anda berdua berada dalam tim yang sama melawan masalah, bukan melawan satu sama lain.
5. Lindungi Pernikahan dari Interferensi Eksternal
Tetapkan batas-batas yang sehat dengan keluarga besar, teman, dan bahkan media sosial. Pastikan bahwa pasangan Anda selalu menjadi prioritas utama Anda. Jangan pernah membiarkan orang lain merendahkan atau meremehkan pasangan Anda. Lindungi keintiman pernikahan Anda dari pengaruh negatif.
6. Tetap Kencan dan Prioritaskan Waktu Berkualitas
Bahkan setelah bertahun-tahun menikah, penting untuk tetap berkencan. Sediakan waktu khusus untuk berdua, tanpa gangguan anak-anak atau pekerjaan. Ini bisa berupa makan malam romantis, jalan-jalan, atau sekadar menonton film bersama di rumah. Waktu berkualitas ini memperbarui hubungan dan mengingatkan Anda mengapa Anda jatuh cinta pada awalnya.
7. Melayani Satu Sama Lain
Kasih yang sejati adalah kasih yang melayani. Carilah cara untuk melayani pasangan Anda setiap hari, baik dalam hal besar maupun kecil. Ini bisa berupa membantu pekerjaan rumah tangga, membuatkan kopi, atau mendengarkan keluh kesah mereka. Pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri mencerminkan kasih Kristus dan memperkuat ikatan pernikahan.
8. Terus Belajar dan Bertumbuh
Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup dalam belajar. Bacalah buku tentang pernikahan, ikuti seminar, atau minta nasihat dari pasangan yang lebih tua dan bijaksana. Jangan pernah berhenti berusaha untuk menjadi suami atau istri yang lebih baik. Kesediaan untuk belajar dan bertumbuh bersama akan menjaga pernikahan tetap segar dan dinamis.
Memelihara pernikahan yang "baik" adalah sebuah investasi yang konstan, tetapi dividennya – kebahagiaan, kedamaian, dan perkenanan Tuhan – jauh melebihi upaya yang dikeluarkan. Ini adalah sebuah perjalanan yang indah, yang dengan anugerah Tuhan, dapat membawa Anda kepada sebuah hubungan yang semakin mendalam dan memuaskan seiring berjalannya waktu.
Kesalahpahaman Umum tentang Amsal 18:22
Meskipun Amsal 18:22 adalah ayat yang indah dan penuh janji, ada beberapa kesalahpahaman umum yang perlu diluruskan agar kita dapat memahami maknanya dengan tepat dan tidak salah dalam penerapannya.
1. Ini Bukan Jaminan Pernikahan Tanpa Masalah
Frasa "mendapat sesuatu yang baik" tidak berarti pernikahan akan bebas dari tantangan, konflik, atau kesedihan. Tidak ada hubungan manusia yang sempurna karena kita semua adalah manusia yang tidak sempurna. Bahkan pernikahan terbaik pun akan mengalami musim kemarau, badai, dan ujian. Kebaikan yang dimaksud adalah bahwa di tengah semua ini, memiliki pasangan yang baik adalah anugerah dan sumber kekuatan, bukan bahwa tidak akan ada masalah sama sekali. Berkat terletak pada pendampingan melalui kesulitan, bukan pada absennya kesulitan.
2. Ini Bukan Hanya Tentang Mendapatkan "Istri" Saja
Meskipun ayat ini secara spesifik menyebutkan "isteri," prinsip di baliknya bersifat universal. Dalam konteks Alkitab Ibrani, seringkali ada penekanan pada peran laki-laki. Namun, makna rohani dari ayat ini adalah tentang menemukan pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan, baik itu seorang istri bagi suami, maupun seorang suami bagi istri. Kualitas-kualitas yang menjadikan seorang istri "baik" juga berlaku untuk seorang suami, dan demikian pula berkat yang diterima.
3. Ini Bukan Berarti Setiap Orang Harus Menikah
Ayat ini memuji nilai pernikahan, tetapi tidak menyatakan bahwa setiap orang harus menikah. Alkitab juga menghargai karunia melajang (1 Korintus 7). Tuhan memiliki rencana yang berbeda untuk setiap individu. Bagi mereka yang dipanggil untuk melajang, ada juga cara-cara lain untuk mengalami kebaikan dan perkenanan Tuhan dalam hidup mereka. Ayat ini berbicara kepada mereka yang sedang dalam perjalanan menuju pernikahan atau yang sudah menikah, menggarisbawahi berkat yang dapat ditemukan di dalamnya.
4. Ini Bukan Tentang "Siapa Saja" Istri
Frasa "mendapat isteri" tidak berarti bahwa mendapatkan istri *siapa pun* akan mendatangkan kebaikan dan perkenanan Tuhan. Konteks Kitab Amsal secara keseluruhan menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam memilih pasangan. Amsal 19:14 menyatakan, "Harta dan warisan adalah pemberian nenek moyang, tetapi istri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara sekadar seorang istri dan seorang istri yang baik atau berakal budi, yang memang adalah anugerah dari Tuhan. Pernikahan dengan pasangan yang tidak saleh, tidak bertanggung jawab, atau tidak seiman justru dapat membawa kesukaran.
5. Ini Bukan Berarti Tuhan Akan Selalu Memberikan Pasangan yang "Sempurna"
Tidak ada manusia yang sempurna, dan tidak ada pasangan yang akan memenuhi setiap keinginan atau harapan kita. Mencari pasangan yang "baik" bukan berarti mencari seseorang yang tanpa cela, melainkan seseorang yang memiliki hati yang takut akan Tuhan, memiliki karakter yang saleh, dan bertekad untuk bertumbuh bersama dalam iman dan kasih. Kebaikan dalam pernikahan seringkali ditemukan dalam menerima kekurangan pasangan dan mengasihi mereka melalui itu, bukan dalam menemukan kesempurnaan.
6. Perkenanan Tuhan Tidak Hanya Terbatas pada Pernikahan
Meskipun pernikahan yang baik membawa perkenanan Tuhan, perkenanan Tuhan tidak hanya terbatas pada aspek ini saja. Tuhan juga berkenan pada ketaatan kita dalam area kehidupan lainnya, dalam pelayanan kita, dalam kasih kita kepada sesama, dan dalam setiap langkah iman kita. Amsal 18:22 menyoroti salah satu jalan menuju perkenanan-Nya, bukan satu-satunya jalan.
Dengan memahami nuansa-nuansa ini, kita dapat mendekati Amsal 18:22 dengan perspektif yang seimbang dan sehat, menghargai janji-Nya tanpa jatuh ke dalam ekspektasi yang tidak realistis.
Pernikahan Sebagai Refleksi Kristus dan Gereja: Dimensi Spiritual Tertinggi
Salah satu pemahaman tertinggi tentang pernikahan dalam Alkitab tidak hanya terletak pada kebaikan yang dibawanya bagi individu, tetapi pada fungsinya sebagai gambaran yang mendalam tentang hubungan Kristus dengan gereja-Nya. Ini adalah puncak spiritual dari apa yang dimaksud dengan "dikenan TUHAN" dalam Amsal 18:22.
Misteri Agung dalam Efesus 5
Rasul Paulus dalam Efesus 5:31-32 menulis, "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat." Paulus mengutip Kejadian 2:24, ayat fondasi pernikahan, dan kemudian mengungkapkan bahwa di balik institusi pernikahan terdapat sebuah "misteri besar" yang menunjuk kepada Kristus dan gereja-Nya.
Ini berarti bahwa pernikahan bukan hanya sebuah kontrak sosial atau kesepakatan pribadi, melainkan sebuah perjanjian kudus yang memiliki tujuan ilahi yang jauh lebih besar dari sekadar kebahagiaan pasangan. Pernikahan adalah kanvas di mana Allah melukis gambaran kasih, kesetiaan, pengorbanan, dan persatuan yang ada antara Yesus Kristus dan mereka yang percaya kepada-Nya.
Peran Suami: Mengasihi Seperti Kristus
Paulus memerintahkan para suami, "Kasihilah istrimu, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya..." (Efesus 5:25). Ini adalah standar kasih yang tidak manusiawi: kasih yang pengorbanan, tanpa syarat, dan mendahulukan kepentingan orang lain. Kristus mengasihi gereja bahkan ketika gereja tidak layak atau tidak sempurna. Dia mati untuk gereja. Suami dipanggil untuk meniru kasih yang radikal ini – untuk memimpin dengan melayani, untuk melindungi, untuk menyediakan, dan untuk menyerahkan diri demi kesejahteraan istri dan keluarganya.
Ketika seorang suami berusaha untuk mengasihi seperti Kristus, ia tidak hanya membawa berkat bagi istrinya, tetapi ia juga memuliakan Tuhan dan menjadi kesaksian hidup akan Injil. Tindakan kasih pengorbanan suami adalah refleksi yang jelas dari kasih Kristus yang membawa perkenanan ilahi.
Peran Istri: Tunduk Seperti Gereja kepada Kristus
Kepada para istri, Paulus menulis, "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 5:22-23). Ketundukan ini bukanlah perbudakan, melainkan pengakuan yang penuh kasih terhadap kepemimpinan suami yang mengasihi dan melayani, sebagaimana gereja tunduk kepada Kristus sebagai Kepala yang penuh kasih. Ketundukan yang sehat adalah respon terhadap kasih pengorbanan, sebuah tindakan penghormatan yang mencerminkan hubungan gereja dengan Tuhannya.
Ketika seorang istri menghormati dan mendukung kepemimpinan suaminya yang takut akan Tuhan, ia membantu menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam rumah tangga, dan ia juga mencerminkan hubungan yang indah antara gereja dan Kristus. Tindakan hormat dan dukungan ini adalah bagian dari "sesuatu yang baik" dan "dikenan TUHAN."
Pernikahan Sebagai Sekolah Kekudusan
Melalui gambaran Kristus dan gereja, pernikahan juga menjadi sebuah "sekolah kekudusan." Kristus "menguduskan dan membersihkan" gereja (Efesus 5:26). Demikian pula, dalam pernikahan, suami dan istri memiliki kesempatan untuk saling membantu bertumbuh dalam kekudusan. Mereka saling menantang, mengoreksi dengan kasih, mengampuni, dan mendorong satu sama lain untuk menjadi lebih seperti Kristus. Proses ini, meskipun kadang sulit, adalah cara Tuhan untuk menyempurnakan kita.
Pernikahan adalah alat Tuhan untuk menunjukkan kepada kita egoisme kita, mengikis kekerasan hati kita, dan mengajarkan kita untuk mengasihi secara radikal. Ketika kita belajar mengasihi seperti Kristus mengasihi gereja, kita bertumbuh dalam karakter dan semakin dikenan oleh Tuhan.
Kesaksian Bagi Dunia
Di dunia yang penuh dengan pernikahan yang gagal, perselingkuhan, dan perceraian, sebuah pernikahan Kristen yang sehat dan berkomitmen adalah kesaksian yang kuat tentang kuasa Injil. Ketika orang melihat suami dan istri yang saling mengasihi, menghormati, dan mengampuni di tengah kesulitan, mereka melihat sekilas kasih Allah yang transformatif. Pernikahan yang mencerminkan Kristus dan gereja-Nya menjadi terang bagi dunia, memberitakan kebenaran Injil tanpa kata-kata.
Oleh karena itu, Amsal 18:22 bukan hanya tentang kebahagiaan pribadi, melainkan tentang memiliki hubungan yang begitu baik dan kudus sehingga ia menjadi cermin dari kebenaran ilahi yang paling mendalam. Ini adalah "sesuatu yang baik" yang tertinggi, karena ia bukan hanya memberkati individu, tetapi juga memuliakan Allah dan menjadi kesaksian bagi dunia.
Penerapan Praktis Amsal 18:22 di Era Modern
Meskipun Amsal 18:22 ditulis ribuan tahun yang lalu, hikmatnya tetap relevan dan memiliki aplikasi praktis yang mendalam bagi kehidupan di era modern. Dunia berubah, tetapi prinsip-prinsip ilahi tentang pernikahan tetap tak tergoyahkan.
Bagi Mereka yang Lajang:
- Fokus pada Pertumbuhan Rohani Pribadi: Sebelum mencari pasangan, fokuslah untuk menjadi individu yang "baik" di mata Tuhan. Kembangkan karakter Kristus, dalamilah firman-Nya, dan layani Dia. Pasangan yang "baik" akan menarik individu yang "baik" pula.
- Berdoa dengan Spesifik: Libatkan Tuhan dalam pencarian pasangan. Berdoalah bukan hanya untuk pasangan, tetapi untuk hikmat dalam melihat karakter, untuk kesabaran dalam menunggu waktu Tuhan, dan untuk perlindungan dari hubungan yang tidak sehat.
- Pilih dengan Bijak, Bukan Terburu-buru: Jangan biarkan tekanan sosial atau perasaan kesepian membuat Anda membuat keputusan yang tergesa-gesa. Perhatikan karakter calon pasangan, bukan hanya daya tarik fisik atau status. Keselarasan nilai-nilai rohani dan tujuan hidup adalah kunci.
- Cari Nasihat yang Bijaksana: Berbicaralah dengan orang tua, pemimpin rohani, atau mentor yang memiliki pernikahan yang sehat. Mereka dapat memberikan perspektif yang berharga dan membantu Anda melihat hal-hal yang mungkin terlewatkan.
- Hindari Kompromi pada Iman: Pernikahan dengan orang yang tidak seiman adalah peringatan keras dalam Alkitab (2 Korintus 6:14). Komitmen bersama kepada Kristus adalah fondasi terpenting untuk pernikahan yang "baik" dan "dikenan TUHAN."
Bagi Mereka yang Sedang Berpacaran/Bertunangan:
- Gunakan Waktu untuk Mengenal Lebih Dalam: Masa pacaran adalah untuk mengenal karakter, nilai-nilai, kebiasaan, dan visi hidup calon pasangan. Diskusikan topik-topik penting seperti keuangan, anak-anak, peran gender, dan harapan dalam pernikahan.
- Latih Komunikasi yang Sehat: Mulailah membangun kebiasaan komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh hormat. Belajarlah untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif sebelum menikah.
- Tetapkan Batas-batas Fisik dan Emosional: Jaga kemurnian dalam hubungan. Batasan fisik tidak hanya melindungi Anda dari dosa, tetapi juga membangun kepercayaan dan rasa hormat. Batasan emosional juga penting untuk menghindari ketergantungan yang tidak sehat.
- Pertimbangkan Konseling Pra-Nikah: Ini adalah investasi yang sangat berharga. Konseling dapat membantu Anda mengidentifikasi area kekuatan dan kelemahan, serta memberikan alat untuk membangun pernikahan yang lebih kuat.
Bagi Mereka yang Sudah Menikah:
- Terus Prioritaskan Tuhan dan Pasangan: Jangan biarkan kesibukan hidup menggeser Tuhan dan pasangan Anda dari prioritas utama. Luangkan waktu untuk pertumbuhan rohani pribadi dan bersama, serta waktu berkualitas berdua.
- Berkomunikasi Tanpa Henti: Jangan pernah berhenti berbicara dan mendengarkan. Jadilah pendengar yang aktif, ungkapkan perasaan Anda dengan jujur, dan teruslah belajar tentang pasangan Anda.
- Praktekkan Kasih dan Pengorbanan: Teladanilah kasih Kristus yang mengorbankan diri. Carilah cara untuk melayani pasangan Anda setiap hari. Maafkan dengan murah hati dan jangan menyimpan kepahitan.
- Hargai dan Rayakan Pasangan Anda: Berikan pujian yang tulus, ucapkan terima kasih, dan rayakan pencapaian pasangan Anda. Biarkan mereka tahu betapa Anda menghargai mereka.
- Lawan Godaan Dunia: Di era modern, godaan eksternal seperti pornografi, perselingkuhan, atau prioritas duniawi lainnya dapat sangat merusak pernikahan. Jaga hati dan mata Anda, dan lindungi kesetiaan pernikahan Anda.
- Cari Bantuan Jika Diperlukan: Jika Anda menghadapi kesulitan yang tidak dapat diatasi sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan dari konselor pernikahan Kristen atau pemimpin rohani. Mencari bantuan adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan.
Amsal 18:22 adalah pengingat bahwa pernikahan, ketika dijalani sesuai dengan desain ilahi, adalah sumber kebaikan yang luar biasa dan jalan menuju perkenanan Tuhan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat membangun pernikahan yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan menjadi kesaksian hidup bagi kasih Allah di dunia yang membutuhkan.
Kesimpulan: Sebuah Berkat yang Abadi
Dalam setiap untaian kata Amsal 18 ayat 22 – "Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN" – terkandung sebuah janji ilahi, sebuah penegasan tentang kebaikan yang fundamental, dan sebuah jalan menuju perkenanan Sang Pencipta. Ayat ini, yang begitu ringkas namun kaya makna, telah membimbing jutaan hati selama ribuan tahun dan tetap relevan hingga detik ini.
Kita telah menyelami setiap bagian dari ayat ini, memahami bahwa "mendapat isteri" mengimplikasikan sebuah pencarian yang bijaksana dan anugerah ilahi. "Sesuatu yang baik" terbentang luas dari pendampingan yang mengatasi kesendirian, dukungan timbal balik yang melipatgandakan kekuatan, ladang pertumbuhan karakter yang tak ada habisnya, wadah suci untuk keintiman dan prokreasi, fondasi bagi keluarga dan warisan rohani, hingga refleksi agung hubungan Kristus dan gereja-Nya. Dan yang terpenting, kita memahami bahwa semua ini berpuncak pada "dikenan TUHAN," sebuah perkenanan yang membawa berkat, damai sejahtera, dan kesempatan untuk memuliakan nama-Nya.
Pernikahan bukanlah pelarian dari masalah, melainkan perjalanan yang penuh dengan tantangan dan kesempatan untuk bertumbuh. Namun, bagi mereka yang berkomitmen untuk menjalani pernikahan sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab, berkat yang dijanjikan dalam Amsal 18:22 adalah sebuah realitas yang dapat dialami. Ini adalah sebuah perjalanan yang memerlukan doa, hikmat dalam memilih, dedikasi dalam memelihara, dan kasih yang tidak pernah menyerah.
Di era modern ini, di mana nilai-nilai pernikahan seringkali tergerus oleh individualisme dan relativisme, pesan dari Amsal 18:22 menjadi semakin penting. Ia mengingatkan kita bahwa pernikahan adalah sebuah institusi yang kudus, dirancang oleh Allah sendiri, dan memiliki tujuan yang melampaui kebahagiaan pribadi semata. Ketika kita menghormati dan memelihara pernikahan kita sebagai cerminan kasih Kristus bagi gereja-Nya, kita tidak hanya memberkati diri sendiri dan keluarga kita, tetapi juga menjadi saksi hidup bagi dunia yang membutuhkan harapan.
Semoga setiap pembaca, baik yang masih lajang, yang sedang dalam masa pacaran, maupun yang sudah menikah, dapat mengambil hikmat dari Amsal 18:22. Semoga ayat ini menjadi pendorong untuk mencari pasangan dengan bijaksana, untuk memelihara pernikahan dengan komitmen yang teguh, dan untuk senantiasa hidup dalam perkenanan Tuhan. Karena pada akhirnya, di dalam Dia lah kita menemukan kebaikan yang sejati dan abadi.
Biarlah setiap rumah tangga yang dibangun di atas fondasi firman Tuhan menjadi tempat di mana kasih bertumbuh, iman diperkuat, dan nama Tuhan dimuliakan, sebab memang benar, siapa mendapat isteri yang baik, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN.