Ilustrasi: Keterhubungan dan dampak ucapan dalam relasi sosial.
Dalam khazanah kebijaksanaan Alkitab, Kitab Amsal menawarkan panduan yang tak ternilai untuk menjalani kehidupan yang benar dan bermakna. Salah satu ayat yang sarat akan makna mendalam adalah Amsal 18:23, yang berbunyi: "Orang miskin berbicara dengan permohonan, tetapi orang kaya menjawab dengan kasar." Ayat ini, meskipun singkat, membuka ruang refleksi yang luas mengenai dinamika sosial, kekuatan bahasa, dan bagaimana status ekonomi dapat memengaruhi interaksi antarmanusia.
Inti dari Amsal 18:23 terletak pada perbedaan cara berbicara dan merespons yang diasosiasikan dengan dua kelompok sosial yang berbeda: orang miskin dan orang kaya. Frasa "berbicara dengan permohonan" yang dilekatkan pada orang miskin menyiratkan kerendahan hati, kebutuhan, dan bahkan kepasrahan dalam berkomunikasi. Ketika seseorang berada dalam kondisi kekurangan, seringkali ia harus mengedepankan permohonan, meminta bantuan, atau memohon pengertian. Komunikasi mereka cenderung bernada memelas, karena posisi mereka secara inheren menempatkan mereka dalam keadaan yang membutuhkan uluran tangan. Mereka mungkin merasa perlu untuk bersikap lebih sopan, hati-hati, dan penuh harap agar dapat memperoleh apa yang mereka butuhkan.
"Orang miskin berbicara dengan permohonan, tetapi orang kaya menjawab dengan kasar." (Amsal 18:23)
Sebaliknya, "orang kaya menjawab dengan kasar" menyoroti kontras yang tajam. Kata "kasar" di sini dapat diartikan dalam berbagai cara: angkuh, meremehkan, tidak peduli, atau bahkan agresif. Bagi orang yang memiliki kekayaan dan sumber daya, seringkali ada kecenderungan untuk merasa superior atau tidak perlu bersusah payah dalam berkomunikasi dengan mereka yang kurang beruntung. Posisi mereka yang kuat secara finansial dapat memberikan mereka rasa aman dan kekuasaan, yang kemudian tercermin dalam cara mereka berinteraksi. Mereka mungkin tidak merasa perlu untuk bersikap lembut atau penuh empati, karena kebutuhan mereka sudah terpenuhi dan mereka memiliki kendali lebih besar atas situasi.
Namun, penting untuk tidak menggeneralisasi ayat ini secara kaku. Amsal seringkali menyajikan gambaran umum tentang perilaku manusia yang umum terjadi, bukan hukum universal yang berlaku mutlak untuk setiap individu. Ada orang kaya yang murah hati dan rendah hati, serta orang miskin yang angkuh dan kasar. Ayat ini lebih bertujuan untuk menyoroti *kecenderungan* yang seringkali muncul dalam masyarakat, di mana perbedaan status sosial dapat membentuk pola komunikasi dan sikap yang berbeda.
Lebih dari sekadar deskripsi perbedaan sosial, Amsal 18:23 juga mengajarkan kita tentang pentingnya empati dan kerendahan hati dalam setiap interaksi. Bagi orang yang berada dalam posisi lebih baik, baik itu kekayaan, kekuasaan, atau status, ayat ini menjadi pengingat untuk tidak membiarkan posisi tersebut membutakan hati dan membuat kita bersikap angkuh. Menjawab dengan kasar dapat melukai perasaan, merusak hubungan, dan bahkan menimbulkan kebencian. Sebaliknya, dengan menunjukkan belas kasihan, kesabaran, dan pengertian, kita dapat membangun jembatan komunikasi yang lebih baik dan menciptakan hubungan yang lebih harmonis.
Bagi mereka yang berada dalam kondisi kekurangan, ayat ini mungkin memberikan pemahaman tentang mengapa mereka terkadang dihadapi dengan respons yang kurang menyenangkan. Namun, ini tidak berarti mereka harus terus-menerus merasa rendah diri atau membiarkan diri diperlakukan buruk. Alkitab juga mengajarkan tentang martabat setiap individu di hadapan Tuhan, terlepas dari status ekonominya. Yang terpenting adalah tetap menjaga integritas diri, menggunakan kata-kata yang membangun, dan tidak kehilangan harapan.
Dalam konteks hubungan antarmanusia, Amsal 18:23 mendorong kita untuk merenungkan bagaimana kata-kata kita membentuk persepsi orang lain terhadap kita, dan bagaimana cara kita berbicara dapat memengaruhi keseimbangan kekuatan dalam sebuah percakapan. Komunikasi yang efektif bukan hanya tentang apa yang kita katakan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengatakannya, dan dengan sikap apa. Menumbuhkan sikap rendah hati, penuh hormat, dan welas asih adalah kunci untuk membangun relasi yang kuat dan sehat, baik dalam skala pribadi maupun sosial. Amsal 18:23, dengan kesederhanaannya, mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan sejati terletak pada pemahaman mendalam tentang kemanusiaan dan dampaknya pada setiap ucapan yang terucap.