Kitab Amsal, sebuah harta karun kebijaksanaan dalam tradisi Yahudi dan Kristen, membuka pintunya dengan sebuah pernyataan fundamental. Ayat pertama dari pasal pertama, Amsal 1:7, sering disebut sebagai kunci untuk memahami seluruh isi kitab ini. Ketika kita melihat terjemahan ayat ini dalam bahasa Inggris, kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dari apa yang ingin disampaikan oleh penulis kitab Amsal, yaitu Salomo.
"The fear of the LORD is the beginning of knowledge; fools despise wisdom and instruction."
(Amsal 1:7, ESV - English Standard Version)
Terjemahan ini, dan varian-varian serupa dalam berbagai versi bahasa Inggris lainnya seperti KJV (King James Version), NIV (New International Version), dan NASB (New American Standard Bible), secara konsisten menekankan dua ide utama: hubungan antara rasa takut akan Tuhan (the fear of the LORD) sebagai permulaan atau dasar dari pengetahuan, dan penolakan orang bodoh terhadap kebijaksanaan serta didikan. Mari kita bedah makna dari frasa kunci ini.
"The fear of the LORD" bukanlah tentang ketakutan yang melumpuhkan atau teror yang tidak rasional. Dalam konteks Alkitab, terutama dalam kitab hikmat seperti Amsal, frasa ini lebih merujuk pada rasa hormat yang mendalam, kekaguman, kesadaran akan kekuasaan dan kesucian Tuhan, serta kesadaran akan kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Ini adalah kesadaran akan siapa Tuhan itu, dan posisi kita di hadapan-Nya. Rasa takut ini mendorong seseorang untuk hidup dengan cara yang berkenan kepada-Nya, menjauhi apa yang Dia benci, dan mematuhi perintah-Nya. Ini adalah dasar yang kokoh, fondasi yang tak tergoyahkan untuk membangun seluruh bangunan pengetahuan dan kebijaksanaan.
Tanpa pengakuan akan otoritas dan kebenaran Tuhan, pengetahuan yang kita kumpulkan bisa menjadi sia-sia, bahkan menyesatkan. Seseorang mungkin memiliki banyak informasi, tetapi tanpa perspektif ilahi, ia tidak akan memiliki kebijaksanaan untuk menggunakannya dengan benar. Pengetahuan yang tidak berlandaskan pada rasa takut akan Tuhan bisa digunakan untuk tujuan yang merusak, egois, atau bahkan jahat. Sebaliknya, ketika rasa takut akan Tuhan menjadi titik tolak, pengetahuan akan diarahkan pada kebenaran, keadilan, dan kebaikan.
Di sisi lain ayat ini, kita diperkenalkan dengan konsep "fools" atau orang bodoh. Dalam Amsal, istilah "bodoh" tidak selalu merujuk pada kekurangan kecerdasan intelektual semata. Lebih sering, ia menggambarkan seseorang yang menolak kebenaran, mengabaikan nasihat yang baik, dan memilih jalan hidup yang tidak bijaksana. Orang bodoh, menurut Amsal, "despise wisdom and instruction" – mereka meremehkan, mencemooh, atau mengabaikan kebijaksanaan dan didikan. Mereka mungkin merasa diri mereka sudah cukup tahu, atau mereka tidak melihat nilai dalam ajaran moral dan etika yang diajarkan.
Penolakan terhadap kebijaksanaan dan didikan ini adalah konsekuensi langsung dari tidak adanya rasa takut akan Tuhan. Jika seseorang tidak mengakui Sang Pencipta yang Maha Bijaksana sebagai sumber kebenaran, maka ia akan cenderung menganggap rendah segala sesuatu yang berasal dari-Nya, termasuk ajaran-Nya. Akibatnya, orang bodoh ini terus berjalan di jalan kesesatan, membuat kesalahan yang sama berulang kali, dan tidak pernah mencapai pemahaman yang sejati tentang kehidupan.
Amsal 1:7 dalam bahasa Inggris memberikan pesan yang relevan tidak hanya untuk pembaca di masa lalu, tetapi juga bagi kita di era modern. Di dunia yang penuh dengan informasi dan gagasan yang saling bertentangan, penting untuk memiliki jangkar. Dasar pengetahuan dan kebijaksanaan sejati terletak pada pengakuan akan Tuhan. Tanpa kerangka kerja ini, mudah bagi kita untuk tersesat dalam relativisme moral, kesalahpahaman, dan kebingungan.
Ajaran kitab Amsal mendorong kita untuk mencari pengetahuan dengan kerendahan hati, bersedia belajar dari sumber yang lebih tinggi, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip ilahi ke dalam kehidupan sehari-hari. Memahami Amsal 1:7 dalam bahasa Inggris membantu kita menghargai universalitas pesan ini, yang melampaui batas budaya dan bahasa. Ini adalah pengingat bahwa kebijaksanaan sejati bukanlah sekadar akumulasi fakta, melainkan sebuah sikap hati yang menghormati Tuhan dan menerima ajaran-Nya sebagai panduan hidup.
Oleh karena itu, ketika kita merenungkan "Amsal 1 ayat 7 bahasa Inggris," kita diundang untuk memeriksa fondasi pemahaman kita sendiri. Apakah kita memulai pencarian pengetahuan dengan rasa hormat kepada Tuhan? Atau apakah kita termasuk orang-orang yang, seperti yang digambarkan dalam ayat ini, meremehkan kebijaksanaan dan didikan, dan akhirnya terperangkap dalam kebodohan?