Kitab Amsal, sebuah permata hikmat dari Alkitab, menawarkan bimbingan yang mendalam untuk menjalani kehidupan yang bermakna. Dalam pasal pertama, kita disajikan dengan sebuah nasihat penting yang dilontarkan oleh seorang ayah kepada anaknya, dan ayat 8 hingga 10 secara khusus menyoroti peran orang tua dalam menanamkan nilai-nilai dan hikmat kepada generasi muda.
Dengarlah, anakku, didikan bapamu, janganlah kau abaikan pelajaran ibumu.
Sebab semuanya itu akan menjadi tangkal berhias kepalamu dan kalung pada lehermu.
Hai anakku, jikalau orang jahat itu membujuk engkau, janganlah engkau mengikuti mereka.
Ayat-ayat ini bukan sekadar ungkapan kasih sayang, melainkan sebuah instruksi yang tegas dan penuh urgensi. Sang ayah memulai dengan sebuah perintah yang lugas: "Dengarlah, anakku, didikan bapamu." Kata "dengarlah" menyiratkan lebih dari sekadar mendengar; ia menuntut perhatian penuh, penerimaan, dan aplikasi. Didikan di sini merujuk pada pengajaran, disiplin, dan arahan moral yang diberikan oleh seorang ayah. Ini adalah fondasi penting bagi pertumbuhan seorang anak.
Selanjutnya, pesan itu diperluas untuk mencakup peran ibu: "janganlah kau abaikan pelajaran ibumu." Pelajaran ibu melengkapi didikan ayah, seringkali menekankan aspek-aspek yang berbeda namun sama pentingnya dalam membentuk karakter. Penggabungan kedua orang tua dalam nasihat ini menggarisbawahi bahwa pembentukan karakter anak adalah tanggung jawab bersama. Mengabaikan salah satu dari mereka berarti mengabaikan separuh dari kekayaan bimbingan yang tersedia.
Pentingnya didikan dan pelajaran ini ditegaskan dalam ayat berikutnya: "Sebab semuanya itu akan menjadi tangkal berhias kepalamu dan kalung pada lehermu." Metafora ini sangat kuat. Tangkal di kepala dan kalung di leher adalah perhiasan. Namun, di sini, hikmat dan ajaran moral bukanlah sekadar hiasan luar, melainkan sesuatu yang internal, yang memperindah dan melindungi diri. Perhiasan ini menunjukkan kehormatan, martabat, dan status. Dengan kata lain, hidup sesuai dengan ajaran orang tua akan mendatangkan kehormatan dan keselamatan.
Tangkal yang dikenakan di kepala bisa diartikan sebagai tanda kebijaksanaan dan pemikiran yang benar. Kalung di leher melambangkan komitmen dan identitas. Ajaran moral dan hikmat yang diterima sedari kecil seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas seseorang, mengarahkannya dalam setiap keputusan dan tindakan. Ini bukan beban, melainkan anugerah yang memperkaya dan melindungi dari bahaya.
Kemudian, nasihata berpindah ke sisi negatif, memperingatkan tentang bahaya pengaruh buruk: "Hai anakku, jikalau orang jahat itu membujuk engkau, janganlah engkau mengikuti mereka." Ini adalah pelajaran krusial yang harus ditanamkan sejak dini. Dunia penuh dengan godaan dan ajakan yang menyimpang dari jalan yang benar. Orang jahat, atau orang berdosa, seringkali digambarkan dalam Amsal sebagai pribadi yang pandai membujuk, menggunakan kata-kata manis untuk menarik orang lain ke dalam kesesatan.
Pentingnya menolak bujukan ini sangatlah fundamental. Mengikuti orang jahat berarti meninggalkan jalan hikmat yang telah ditawarkan orang tua. Konsekuensinya akan berlawanan dengan metafora perhiasan sebelumnya. Alih-alih mendapatkan kehormatan, seseorang bisa saja terjerumus ke dalam kehancuran dan penyesalan. Nasihat ini menekankan perlunya discernment – kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang membangun dan yang merusak.
Dalam konteks modern, nasihat ini tetap relevan. Orang tua memiliki peran vital dalam membekali anak-anak mereka dengan nilai-nilai moral, etika, dan pemahaman tentang konsekuensi dari pilihan mereka. Di era digital, di mana informasi dan pengaruh datang dari berbagai arah, bimbingan dari orang tua menjadi semakin penting. Anak-anak perlu diajarkan untuk bersikap kritis terhadap apa yang mereka lihat dan dengar, dan untuk berani mengatakan "tidak" pada ajakan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kebaikan.
Amsal 1:8-10 mengingatkan kita bahwa hikmat bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ia perlu diajarkan, dipelajari, dan dipraktikkan. Dan peran orang tua dalam menanamkan benih hikmat ini adalah fondasi yang tak ternilai. Dengan mendengarkan dan menerapkan didikan serta pelajaran dari orang tua, seorang anak dapat membangun dasar yang kokoh untuk kehidupan yang penuh kehormatan, keselamatan, dan kebaikan, sambil tetap waspada terhadap bujukan dunia yang menyesatkan.