Ilustrasi: Koin persembahan

Amos 4:4-6: Pesan Peringatan dan Panggilan Tobat

Kitab Amos, salah satu kitab nabi-nabi kecil dalam Perjanjian Lama, membawa pesan yang kuat dan seringkali provokatif kepada bangsa Israel pada masanya. Amos, seorang peternak dari Tekoa di Yehuda, diutus oleh Tuhan untuk berbicara kepada Kerajaan Utara, Israel, yang sedang menikmati kemakmuran material namun kehilangan integritas spiritual. Ayat-ayat dalam Amos 4:4-6 menyoroti praktik keagamaan yang salah dan kepuasan diri yang mengarah pada kehancuran.

Pasal 4 dari Kitab Amos sering disebut sebagai bagian yang berisi seruan-seruan Tuhan kepada Israel, yang ditujukan dengan gaya ironis dan sarkastis. Tuhan, melalui Amos, memanggil mereka untuk datang ke tempat-tempat ibadah mereka yang penuh kemegahan, yaitu Betel dan Gilgal, tempat-tempat yang dulunya merupakan pusat ibadah yang sah namun kini telah terkontaminasi dengan kemurtadan dan penyembahan berhala. Panggilan ini bukanlah undangan tulus untuk beribadah, melainkan sebuah sindiran tajam yang menyoroti kemunafikan mereka.

"Datanglah ke Betel dan berbuatlah pelanggaran, ke Gilgal dan berbuatlah pelanggaran lebih banyak; persembahkanlah korbanmu tiap-tiap pagi, persepuluhanmu tiap-tiap tiga hari."
— Amos 4:4

Pesan ini menunjukkan betapa dalamnya kerusakan spiritual yang telah terjadi. Mereka masih menjalankan ritual ibadah lahiriah – mempersembahkan korban, membayar persepuluhan – namun semua itu dilakukan tanpa hati yang tulus dan tanpa ketaatan kepada Tuhan yang sesungguhnya. Perintah Tuhan adalah untuk ibadah yang murni dan hati yang tunduk, bukan sekadar serangkaian tindakan mekanis. Ritual yang mereka lakukan telah menjadi beban dan bukti kejahatan mereka, bukan lagi cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Amos melanjutkan dengan memperlihatkan bagaimana ibadah lahiriah ini seringkali disertai dengan kesombongan dan penekanan terhadap sesama. Mereka merasa puas dengan praktik keagamaan mereka, menganggap diri mereka benar dan saleh, padahal kehidupan sehari-hari mereka dipenuhi dengan ketidakadilan dan penindasan terhadap kaum miskin. Kemakmuran mereka dibangun di atas penderitaan orang lain, sebuah ironi yang menyakitkan.

"Persembahkanlah korban pujian dari roti yang beragi, siarkanlah persembahan sukarela dan umumkanlah itu, sebab memang demikianlah kamu suka, hai orang Israel, demikianlah firman Tuhan ALLAH."
— Amos 4:5

Ayat ini melanjutkan sindiran Tuhan. "Roti yang beragi" mungkin merujuk pada persembahan yang sengaja dipersiapkan dengan cara yang menonjolkan diri, atau bahkan mungkin merujuk pada kebiasaan berbagi makanan dari persembahan, yang ironisnya justru dinikmati oleh orang-orang kaya sementara kaum miskin kelaparan. Pernyataan "memang demikianlah kamu suka" menegaskan bahwa Israel telah memilih jalan mereka sendiri, jalan yang sesuai dengan keinginan daging dan kesombongan mereka, bukan jalan yang dikehendaki Tuhan. Mereka bangga dengan cara beribadah yang mereka ciptakan sendiri, yang jauh dari kebenaran dan keadilan Ilahi.

Selanjutnya, Tuhan menunjukkan dampak dari ketidaktaatan dan kemunafikan mereka. Serangkaian bencana alam dan malapetaka digambarkan, bukan sebagai hukuman yang acak, tetapi sebagai peringatan dan tanda ketidaksetujuan Tuhan atas cara hidup mereka. Ini adalah metode Tuhan untuk menarik perhatian mereka, untuk menggoyahkan rasa puas diri mereka, dan untuk mendorong mereka kembali kepada-Nya.

"Sebab itu Aku memberi kekeringan hebat di segala kotamu dan kekurangan pangan di segala tempatmu, tetapi kamu tidak berbalik kepada-Ku, demikianlah firman Tuhan."
— Amos 4:6

Ayat ini, dan ayat-ayat berikutnya dalam pasal ini, merinci berbagai hukuman yang telah Tuhan kirimkan kepada Israel: kelaparan, kekeringan, wabah penyakit, kehancuran kota-kota oleh musuh, dan gempa bumi. Namun, poin penting yang ditekankan oleh Amos adalah bahwa, meskipun mengalami berbagai kesulitan ini, Israel tetap "tidak berbalik kepada-Ku." Mereka tidak menggunakan kesulitan ini sebagai kesempatan untuk introspeksi, merenungkan dosa-dosa mereka, dan kembali kepada Tuhan dengan penyesalan yang tulus.

Pesan Amos 4:4-6 sangat relevan hingga hari ini. Ia mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati bukanlah sekadar ritual atau kebiasaan lahiriah. Tuhan mencari hati yang murni, kepatuhan yang tulus, dan kehidupan yang mencerminkan kasih serta keadilan-Nya. Kemakmuran materi atau pelaksanaan ritual tanpa substansi spiritual tidak akan pernah menyenangkan Tuhan jika disertai dengan ketidakpedulian terhadap sesama dan ketidaktaatan pada firman-Nya.

Pesan ini juga merupakan panggilan yang kuat untuk bertobat. Bahkan di tengah-tengah kesuksesan dan kenyamanan, Tuhan memanggil kita untuk terus menerus memeriksa hati kita dan memastikan bahwa iman kita bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah hubungan hidup yang mengubah cara kita hidup dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.

Marilah kita merenungkan pesan Amos, agar ibadah kita selalu berkenan kepada Tuhan, didasari ketulusan hati dan dibuktikan dengan perbuatan kasih dan keadilan.

🏠 Homepage