Simbol Keseimbangan Konflik Kepentingan
Pengantar Prinsip Etika Inti: Aturan Model ABA 1.7
Dalam kerangka etika profesional hukum, integritas hubungan pengacara-klien dibangun di atas dua pilar utama: loyalitas dan kerahasiaan. Aturan Model Asosiasi Pengacara Amerika (ABA) 1.7 berfungsi sebagai landasan utama yang mendefinisikan dan membatasi bagaimana seorang pengacara harus mengelola situasi di mana loyalitas tersebut mungkin terancam—yaitu, konflik kepentingan.
Aturan ABA 1.7 tidak hanya sekadar panduan; ini adalah mandat etika yang memastikan bahwa penilaian profesional seorang pengacara sepenuhnya didedikasikan untuk klien tertentu, bebas dari pengaruh kepentingan pribadi pengacara, atau kepentingan klien lain yang bersaing. Pelanggaran terhadap Aturan 1.7 dapat mengakibatkan sanksi disipliner yang serius, diskualifikasi dari penugasan, dan, dalam kasus-kasus ekstrem, tuntutan malpraktik. Kompleksitas dunia hukum modern, dengan meningkatnya ukuran firma dan cakupan litigasi serta transaksi global, membuat penerapan Aturan 1.7 menjadi semakin rumit, menuntut kejelian dan kehati-hatian yang luar biasa dari setiap praktisi.
Konflik kepentingan dapat muncul dalam dua bentuk dasar: konflik bersamaan (concurrent conflict) dan konflik berturut-turut (successive conflict). Aturan 1.7 secara eksplisit berfokus pada konflik bersamaan, yaitu situasi di mana pengacara mewakili dua atau lebih klien yang memiliki kepentingan bertentangan, atau ketika kepentingan pribadi pengacara bertentangan secara material dengan kewajiban terhadap klien. Memahami nuansa dari pembatasan material (material limitation) dan kondisi untuk memperoleh persetujuan berdasarkan informasi (informed consent) adalah kunci untuk navigasi etis yang sukses.
Analisis Mendalam Konflik Bersamaan (Concurrent Conflict)
Aturan 1.7(a) menetapkan definisi yang ketat untuk konflik kepentingan bersamaan. Konflik ini terjadi jika salah satu dari dua kondisi berikut terpenuhi:
1. Adversitas Langsung (Direct Adversity)
Kondisi pertama adalah ketika representasi satu klien akan secara langsung merugikan klien lain. Contoh klasik adalah ketika seorang pengacara mencoba mewakili kedua belah pihak dalam litigasi yang sama. Konflik ini dianggap sebagai konflik non-consentable (tidak dapat disetujui) dalam kebanyakan yurisdiksi. Adversitas langsung juga dapat muncul dalam konteks transaksi, misalnya, pengacara mencoba menegosiasikan kontrak atas nama pembeli dan penjual secara bersamaan, meskipun litigasi menawarkan contoh yang paling jelas dan paling dilarang.
Adversitas langsung menuntut pengacara untuk secara aktif mengambil posisi yang berlawanan dengan klien yang sudah ada. Bahkan jika kasus-kasus tersebut tampaknya tidak terkait, jika seorang pengacara diminta untuk berargumen menentang suatu posisi hukum yang sangat penting bagi klien lain yang diwakilinya dalam kasus yang berbeda, adversitas langsung mungkin telah tercipta. Prinsip loyalitas memerlukan bahwa pengacara tidak hanya menghindari pertarungan langsung di pengadilan, tetapi juga menghindari melemahkan posisi hukum klien di forum mana pun.
2. Pembatasan Material (Material Limitation)
Kondisi kedua, dan yang seringkali lebih sulit untuk diidentifikasi, adalah ketika ada risiko yang signifikan bahwa representasi satu klien akan dibatasi secara material oleh kewajiban pengacara terhadap klien lain, mantan klien, atau oleh kepentingan pribadi pengacara. Pembatasan material berfokus pada risiko bahwa pengambilan keputusan pengacara, atau pilihan strategi hukum, akan terhambat atau diubah karena pengaruh eksternal.
Ini adalah area yang sangat subjektif dan memerlukan analisis berbasis 'akal sehat profesional yang objektif'. Pertimbangan utama adalah: Apakah pengacara dapat merekomendasikan atau mengambil tindakan yang berbeda jika klien yang lain atau kepentingan pribadi tidak terlibat? Jika jawabannya iya, maka ada pembatasan material yang signifikan. Ini mencakup skenario di mana pengacara mungkin menahan informasi yang relevan dari satu klien karena kewajiban kerahasiaan terhadap klien lain, atau di mana pengacara menolak untuk mengajukan klaim tertentu yang berpotensi merugikan klien lain yang lebih besar dan penting secara finansial bagi firma.
Penilaian Kritis: Pembatasan material mengharuskan pengacara untuk melihat melampaui konflik yang sudah jelas. Ini mencakup potensi konflik, pengaruh keuangan, hubungan pribadi yang dekat, atau kewajiban yang tumpang tindih dalam struktur korporasi. Risiko signifikan berarti bahwa konflik tersebut bukan sekadar kemungkinan teoritis, tetapi probabilitas yang realistis dan substantif.
Mekanisme Penyelamatan: Kondisi Persetujuan Berdasarkan Informasi (Informed Consent)
Meskipun Aturan 1.7(a) melarang representasi dalam situasi konflik, Aturan 1.7(b) menyediakan mekanisme pelepasan (waiver) yang memungkinkan pengacara untuk melanjutkan representasi, asalkan empat persyaratan ketat dipenuhi. Persyaratan ini harus dipenuhi secara kumulatif, dan kegagalan pada salah satu poin akan membatalkan seluruh proses persetujuan.
1. Kemampuan Representasi yang Wajar (Reasonable Belief of Competence)
Pengacara harus secara wajar percaya bahwa dia akan mampu memberikan representasi yang kompeten dan tekun kepada setiap klien yang terkena dampak. Ini adalah tolok ukur objektif yang menuntut pengacara untuk menganalisis sifat konflik dan memastikan bahwa konflik tersebut, bahkan setelah persetujuan, tidak akan mengganggu kemampuannya untuk menjalankan tugas profesional. Jika konflik begitu parah sehingga tidak ada pengacara yang berhati-hati yang dapat memberikan representasi yang memadai (misalnya, jika rahasia yang sama harus dirahasiakan dari kedua klien), maka konflik tersebut non-consentable, terlepas dari keinginan klien.
2. Bukan Larangan Hukum (Not Prohibited by Law)
Beberapa jenis representasi dilarang oleh hukum yang berlaku, seperti dalam kasus pengacara yang bertindak sebagai mediator yang berusaha menjadi arbiter dalam masalah yang sama. Selain itu, hukum atau peraturan peradilan tertentu dapat membatasi kemampuan pengacara untuk mewakili pihak-pihak tertentu dalam jenis kasus tertentu, misalnya konflik yang melibatkan institusi pemerintah atau kepentingan publik tertentu.
3. Bukan Klaim yang Berlawanan dalam Litigasi yang Sama (Not Opposing Claims in Same Litigation)
Aturan ini secara tegas melarang representasi pihak-pihak yang berlawanan dalam litigasi yang sama atau proses lain di hadapan pengadilan. Ini adalah larangan mutlak. Bahkan jika semua pihak memberikan persetujuan berdasarkan informasi yang sempurna, pengacara tidak dapat secara etis meminta ganti rugi terhadap satu klien atas nama klien lain dalam satu proses. Meskipun demikian, representasi klien yang berlawanan dalam negosiasi atau transaksi (misalnya, pembentukan kemitraan) mungkin dapat disetujui jika persyaratan 1.7(b) lainnya terpenuhi.
4. Persetujuan Berdasarkan Informasi, Dikonfirmasi secara Tertulis (Informed Consent, Confirmed in Writing)
Ini adalah persyaratan yang paling prosedural dan penting. Pengacara harus menjelaskan kepada klien sepenuhnya dan secara rinci sifat konflik, risiko dan implikasi yang mungkin timbul, dan alternatif yang tersedia. Persetujuan harus 'berdasarkan informasi', yang berarti klien harus memahami secara memadai mengapa representasi mereka mungkin kurang efektif karena konflik yang ada. Persetujuan ini kemudian harus dikonfirmasi secara tertulis, yang berfungsi sebagai bukti bahwa diskusi yang diperlukan telah terjadi dan klien telah mengakui risiko tersebut.
Perluasan Konsep Persetujuan Berdasarkan Informasi
Persetujuan yang sah membutuhkan lebih dari sekadar penandatanganan formulir. Pengacara wajib mengungkapkan semua informasi relevan yang masuk akal dan diperlukan bagi klien untuk membuat keputusan yang terinformasi. Ini mencakup rincian mengenai:
- Sifat persaingan kepentingan.
- Potensi hasil yang merugikan, termasuk potensi kerugian litigasi atau negosiasi.
- Konsekuensi potensial jika konflik yang telah disetujui menjadi konflik yang tidak dapat diselesaikan dan pengacara harus menarik diri dari representasi (yang dapat mengakibatkan biaya hukum yang signifikan bagi klien).
- Peran dan batas kerahasiaan dalam representasi bersama (misalnya, apakah informasi yang diberikan oleh Klien A kepada pengacara harus dibagikan dengan Klien B).
Aplikasi Khusus Aturan ABA 1.7 dalam Praktik
A. Konflik dalam Representasi Organisasi (Organizational Clients)
Ketika pengacara mewakili sebuah perusahaan atau organisasi, kliennya adalah entitas itu sendiri, bukan direktur, pemegang saham, atau karyawan individual. Konflik di bawah Aturan 1.7 muncul ketika pengacara ditugaskan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan atau pejabat perusahaan. Pengacara harus sangat berhati-hati untuk menjelaskan kepada individu-individu tersebut bahwa pengacara mewakili entitas, dan bahwa setiap komunikasi mungkin tidak dilindungi oleh hak istimewa pengacara-klien dalam kaitannya dengan entitas. Kegagalan untuk membuat "Klarifikasi Miranda" korporat ini dapat menciptakan konflik kepentingan yang tidak dapat diperbaiki jika kepentingan individu tersebut mulai bertentangan dengan kepentingan entitas.
B. Transaksi Bisnis dengan Klien
Aturan 1.7 sering berinteraksi dengan Aturan 1.8 (Transaksi dengan Klien). Ketika seorang pengacara memasuki transaksi bisnis dengan klien (misalnya, membeli properti dari klien atau menjadi mitra bisnis), ini secara inheren menciptakan pembatasan material karena kepentingan pribadi pengacara secara langsung berhadapan dengan kepentingan klien. Untuk menghindari konflik, selain persetujuan tertulis yang ketat, pengacara seringkali diwajibkan untuk menasihati klien secara tertulis untuk mencari nasihat hukum independen.
C. Representasi Bersama dan Pengaturan Pembagian Informasi
Representasi dua klien atau lebih dalam masalah yang sama, seperti dalam kasus pembentukan kemitraan atau representasi gabungan dalam gugatan cedera pribadi (joint representation), seringkali dapat diterima, asalkan tidak ada adversitas langsung dan semua klien memberikan persetujuan yang terinformasi. Namun, komplikasi terbesar terletak pada masalah kerahasiaan. Menurut Comment ABA, ketika seorang pengacara mewakili beberapa klien, tidak ada kerahasiaan antara klien-klien yang terlibat mengenai masalah yang diwakilkan. Pengacara harus menjelaskan hal ini di awal: bahwa semua informasi yang relevan harus dibagikan di antara mereka. Jika salah satu klien menuntut agar informasi penting dirahasiakan dari klien lain, konflik muncul dan pengacara harus menarik diri.
Konteks Skala Konflik: Dari Teoritis hingga Non-Consentable
Untuk memahami sepenuhnya kewajiban di bawah ABA 1.7, praktisi harus mampu menilai skala konflik—apakah itu risiko yang jauh (remote risk), risiko material yang dapat disembuhkan (curable material risk), atau konflik yang benar-benar non-consentable (mutlak dilarang).
1. Risiko yang Jauh (Remote Risk)
Risiko yang jauh adalah potensi konflik yang sangat kecil sehingga tidak memenuhi ambang batas "risiko signifikan" untuk menjadi pembatasan material. Misalnya, seorang pengacara yang mewakili perusahaan penerbangan mungkin juga mewakili perusahaan real estate. Kecuali real estate tersebut secara langsung terlibat dalam akuisisi bandara oleh maskapai, konflik tersebut dianggap jauh dan tidak memerlukan persetujuan.
2. Konflik yang Dapat Disetujui (Consentable Conflict)
Ini adalah konflik yang memenuhi kriteria 1.7(a) (ada pembatasan material atau adversitas tidak langsung), tetapi masih memenuhi empat persyaratan 1.7(b) (pengacara masih dapat memberikan representasi yang kompeten). Sebagian besar konflik dalam transaksi, negosiasi, atau representasi gabungan adalah konflik yang dapat disetujui, asalkan pengungkapan dan persetujuan yang benar telah dilakukan.
3. Konflik Non-Consentable (Non-Consentable Conflict)
Konflik menjadi non-consentable dalam dua situasi utama:
- Proses Litigasi yang Sama: Jika kedua pihak secara langsung berhadapan dalam gugatan yang sama.
- Kemampuan Representasi Hilang: Jika konflik tersebut begitu akut atau parah sehingga pengacara yang rasional tidak akan percaya bahwa dia dapat memberikan representasi yang kompeten dan tekun. Misalnya, jika pengacara memiliki kewajiban fidusia yang bertentangan dengan dua klien dalam subjek yang sama. Dalam kasus-kasus ini, persetujuan klien, betapapun antusiasnya, tidak relevan karena integritas profesi dan hak klien atas representasi yang kompeten adalah yang utama.
Studi Kasus Pembatasan Material: Pertimbangkan sebuah firma hukum besar yang mewakili Klien A, sebuah bank investasi, dalam masalah regulasi sekunder. Firma tersebut juga diminta untuk mewakili Klien B, seorang penggugat dalam litigasi besar terhadap Bank Investasi A yang menuduh pelanggaran kewajiban fidusia. Meskipun kedua kasus tersebut berbeda dan di yurisdiksi yang berbeda, potensi bahwa pengacara yang menangani kasus regulasi mungkin menahan informasi atau tidak mengambil posisi yang agresif terhadap Bank A karena takut membahayakan hubungan yang lebih besar, menciptakan pembatasan material yang kuat. Dalam situasi seperti ini, meskipun kedua klien setuju, seorang pengacara yang berhati-hati mungkin harus menyimpulkan bahwa konflik tersebut non-consentable karena mengancam independensi profesional secara fundamental.
Isu Kedalaman dan Durasi: Kewajiban yang Terus Berlanjut
Kewajiban berdasarkan Aturan 1.7 bukanlah tugas sekali jalan; ini adalah kewajiban yang terus berlanjut. Pengacara harus terus memantau representasi untuk memastikan bahwa konflik yang awalnya dapat disetujui tidak berkembang menjadi konflik yang tidak dapat disetujui. Perubahan keadaan, penemuan fakta baru, atau perubahan strategi litigasi dapat mengubah sifat risiko secara drastis.
Jika konflik yang disetujui berkembang menjadi tidak dapat disetujui, pengacara wajib menghentikan representasi, yang dapat menimbulkan masalah etika lain terkait pengunduran diri yang merugikan klien (Aturan 1.16). Ini menekankan pentingnya melakukan analisis konflik yang menyeluruh dan antisipatif di tahap awal penugasan.
Konflik yang Melibatkan Mantan Klien: Interaksi dengan Aturan 1.9
Meskipun Aturan 1.7 berfokus pada konflik bersamaan, seringkali ada interaksi yang signifikan dengan Aturan 1.9, yang mengatur tugas pengacara terhadap mantan klien. Konflik berturut-turut muncul ketika pengacara ingin mewakili klien baru melawan mantan klien. Kewajiban di bawah Aturan 1.9 berlaku jika:
- Masalah baru sama atau secara substansial terkait dengan masalah yang ditangani untuk mantan klien.
- Kepentingan klien baru secara material merugikan kepentingan mantan klien.
Jika kedua kondisi ini terpenuhi, pengacara dilarang mewakili klien baru kecuali mantan klien memberikan persetujuan berdasarkan informasi dan dikonfirmasi secara tertulis. Interpretasi "secara substansial terkait" adalah kunci dan mengharuskan analisis apakah pengacara memperoleh informasi rahasia yang dapat digunakan untuk keuntungan klien baru dan merugikan mantan klien.
Transfer Informasi dan Hubungan Substansial
Ketika dua kasus dianggap "secara substansial terkait," diasumsikan (rebuttably presumed) bahwa pengacara memiliki informasi rahasia yang relevan. Keberadaan hubungan substansial ini didasarkan pada apakah kasus-kasus tersebut melibatkan fakta, isu hukum, atau jenis bukti yang serupa. Aturan 1.7 melayani sebagai penjaga loyalitas saat ini, sementara Aturan 1.9 memastikan kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam hubungan masa lalu terus dihormati, sehingga mencegah pengacara berpindah pihak dengan membawa pengetahuan rahasia klien sebelumnya.
Implikasi Konflik Terimbas (Imputed Conflict) – Aturan 1.10
Konflik kepentingan yang diderita oleh seorang pengacara di dalam suatu firma hukum akan terimbas (imputed) ke semua pengacara lain dalam firma tersebut. Ini diatur oleh Aturan Model ABA 1.10. Jika Pengacara A dilarang mewakili Klien X karena konflik di bawah 1.7, maka Pengacara B dan C, mitra di firma yang sama, juga dilarang secara otomatis. Logika di balik aturan ini adalah bahwa pengacara yang bekerja sama memiliki akses ke informasi rahasia dan strategi satu sama lain, sehingga risiko pelanggaran kerahasiaan tetap ada.
Pengecualian dan Dinding Pembatas (Ethical Screens)
Pengecualian utama terhadap konflik terimbas adalah ketika larangan tersebut didasarkan pada kepentingan pribadi Pengacara A yang tidak signifikan, atau ketika Pengacara A tidak memiliki akses ke informasi rahasia yang relevan. Dalam kasus konflik yang melibatkan mantan klien (Aturan 1.9) atau ketika pengacara beralih dari satu firma ke firma lain, seringkali dimungkinkan untuk "membersihkan" konflik terimbas dengan menerapkan dinding pembatas yang efektif (ethical screen atau Chinese wall).
Dinding pembatas yang efektif biasanya memerlukan prosedur formal seperti:
- Mengisolasi pengacara yang berkonflik dari semua materi kasus.
- Larangan berbagi keuntungan atau honorarium spesifik dari kasus tersebut (selain gaji rutin).
- Pemberitahuan kepada mantan klien bahwa prosedur dinding pembatas telah diterapkan.
Meskipun efektif untuk konflik mantan klien, dinding pembatas jarang diterima untuk membersihkan konflik bersamaan di bawah 1.7 karena esensi loyalitas yang terbagi masih sulit diatasi secara prosedural.
Penafsiran Konstan Kewajiban (The Ongoing Interpretation of Duty)
Aturan ABA 1.7 mewakili keseimbangan antara otonomi klien (hak untuk memilih pengacara) dan kebutuhan profesional (menjaga integritas hubungan fidusia). Penafsiran etika telah berkembang secara signifikan seiring dengan kompleksitas ekonomi. Misalnya, konflik yang melibatkan representasi klien yang beroperasi sebagai pesaing ekonomi. Mewakili dua perusahaan yang bersaing di pasar yang sama, meskipun kasus hukum yang ditangani tidak terkait langsung, dapat menciptakan pembatasan material yang memerlukan persetujuan yang cermat, terutama jika pengacara memiliki akses ke rahasia dagang atau strategi bisnis sensitif kedua pihak.
Representasi Agregat dan Penyelesaian Bersama
Aturan Model ABA 1.8(g) secara khusus membahas representasi agregat—di mana dua klien atau lebih yang diwakili bersama-sama menyelesaikan klaim terhadap pihak yang berlawanan. Dalam kasus seperti ini, pengacara harus memastikan bahwa setiap klien memperoleh persetujuan tertulis setelah diinformasikan tentang semua persyaratan penyelesaian, termasuk bagaimana total penyelesaian dibagi di antara para klien. Hal ini diperlukan karena ketika penyelesaian agregat diusulkan, kepentingan setiap klien secara otomatis menjadi adversial terhadap klien yang lain mengenai pembagian dana.
Peran Pihak Ketiga dan Pengaruh Pembayaran
Aturan 1.7 juga berinteraksi dengan Aturan 1.8(f), yang membahas situasi di mana pihak ketiga membayar biaya hukum klien (misalnya, perusahaan asuransi membayar biaya pertahanan untuk tertanggung). Pengacara harus memastikan bahwa pembayaran dari pihak ketiga tidak mengganggu independensi profesional pengacara. Jika pihak ketiga mencoba memaksakan solusi atau strategi yang merugikan klien, pengacara harus menolak dan, jika perlu, menarik diri. Klien harus memberikan persetujuan berdasarkan informasi bahwa pihak ketiga membayar biaya, dan pengacara harus menjaga kerahasiaan dan loyalitas terhadap klien, bukan pembayar.
Konsekuensi Pelanggaran dan Remediasi
Ketika konflik kepentingan ditemukan dan tidak dapat disetujui, kewajiban etika utama pengacara adalah menghentikan representasi. Konsekuensi pelanggaran Aturan 1.7 dapat mencakup:
- Sanksi Disipliner: Mulai dari teguran hingga pencabutan izin praktik.
- Diskualifikasi: Pengadilan dapat mendiskualifikasi pengacara dari melanjutkan representasi dalam kasus yang berkonflik. Diskualifikasi adalah sanksi serius yang tidak hanya merugikan pengacara tetapi juga klien, yang kehilangan pengacara pilihannya.
- Malpraktik: Pelanggaran terhadap Aturan Etika dapat digunakan sebagai bukti pelanggaran standar perawatan dalam gugatan malpraktik, meskipun Aturan Etika itu sendiri bukan hukum sipil.
Kewajiban Pengunduran Diri (Withdrawal)
Jika konflik muncul setelah representasi dimulai dan tidak dapat disetujui, pengacara harus mengundurkan diri sesuai Aturan 1.16. Pengunduran diri harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan klien, memberikan waktu yang wajar bagi klien untuk mendapatkan penasihat baru, dan mengembalikan semua dokumen dan properti klien. Namun, pengacara tetap harus menyeimbangkan kewajiban ini dengan kewajiban kerahasiaan; pengacara tidak boleh mengungkapkan lebih dari yang diperlukan untuk mendapatkan izin pengadilan untuk mengundurkan diri.
Proses penilaian konflik di bawah ABA 1.7 adalah salah satu tugas etika yang paling berat dalam praktik hukum. Ini menuntut kejujuran diri yang brutal dari pengacara untuk mengakui kapan kepentingan pribadinya, betapapun kecilnya, mungkin secara sadar atau tidak sadar menghambat advokasi yang tekun. Integritas sistem hukum sangat bergantung pada kemampuan pengacara untuk menjunjung tinggi loyalitas dan independensi, yang ditegaskan melalui kepatuhan ketat terhadap Aturan Model ABA 1.7.
Tingkat kehati-hatian yang diminta dalam konteks Aturan 1.7 adalah fungsi langsung dari peran pengacara sebagai fidusiari. Loyalitas tidak boleh terbagi, dan representasi tidak boleh terbatas. Setiap keraguan tentang keberadaan konflik harus diselesaikan demi kehati-hatian, seringkali dengan mencari nasihat dari dewan etika atau dengan menolak penugasan yang berpotensi memecah loyalitas. Kepatuhan proaktif terhadap Aturan 1.7 adalah pertahanan terbaik terhadap pelanggaran etika dan merupakan ciri khas praktik hukum yang bertanggung jawab dan kompeten.
Representasi dua atau lebih klien, bahkan dalam masalah yang tampaknya selaras, selalu membawa risiko laten dari konflik yang akan datang. Dalam skenario di mana dua klien bersama-sama membeli perusahaan, kepentingan mereka selaras pada tahap negosiasi awal. Namun, segera setelah kesepakatan selesai, konflik potensial muncul terkait masalah ganti rugi (indemnification) atau pembagian tanggung jawab. Pengacara yang berhati-hati akan mengatasi potensi perpecahan ini jauh sebelum konflik tersebut menjadi aktual, memastikan bahwa klien memahami bahwa representasi akan berakhir jika kepentingan mereka menjadi adversial yang sebenarnya.
Kepatuhan terhadap Aturan 1.7 memerlukan pencatatan yang detail dan sistem yang canggih untuk pemeriksaan konflik. Dalam firma hukum modern, sistem pemeriksaan konflik bukan sekadar daftar nama; ini adalah basis data yang kompleks yang mencakup entitas terkait, afiliasi, mantan klien, dan bahkan pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam negosiasi yang gagal atau konsultasi awal. Kegagalan untuk mengidentifikasi konflik pada tahap awal, bahkan jika itu hanya konflik potensial, dapat memiliki dampak katastrofal pada kasus tersebut di kemudian hari.
Selain konflik yang bersifat legal atau finansial, Aturan 1.7 juga mencakup konflik yang timbul dari hubungan pribadi. Hubungan romantis atau keluarga antara pengacara dan klien, atau antara pengacara dan pengacara lawan, dapat menciptakan pembatasan material yang signifikan. Dalam situasi ini, pengungkapan penuh dan persetujuan yang sah dari klien yang terkena dampak sangat diperlukan. Namun, jika hubungan tersebut begitu dekat sehingga secara objektif dapat diyakini bahwa penilaian profesional pengacara akan terpengaruh, persetujuan mungkin tidak cukup untuk menyembuhkan konflik tersebut. Objektivitas adalah mata uang utama yang dipertaruhkan dalam setiap analisis di bawah Aturan 1.7.
Interpretasi yurisdiksi mengenai "risiko signifikan" sangat bervariasi. Beberapa pengadilan mengambil pendekatan yang lebih ketat, menganggap representasi bersamaan dari dua pesaing pasar sebagai konflik yang hampir non-consentable, sementara yang lain mungkin lebih lunak selama masalah yang diwakili tidak terkait. Namun, tren umum dalam etika profesional adalah menuju penekanan yang lebih besar pada transparansi dan perlindungan loyalitas klien, yang menghasilkan penerapan Aturan 1.7 yang lebih luas dan lebih ketat terhadap potensi pembatasan material.
Aspek penting lain adalah konflik yang timbul dari penggunaan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) dalam praktik hukum. Jika seorang pengacara menggunakan platform AI yang dioperasikan atau dimiliki oleh klien lain, potensi kerahasiaan dan pembatasan material muncul. Pengacara harus menilai apakah penggunaan teknologi tersebut menciptakan risiko bahwa data klien dapat diakses atau dianalisis sedemikian rupa sehingga menguntungkan klien lain atau pihak ketiga yang memiliki kepentingan yang bertentangan. Prinsip-prinsip 1.7 harus diterapkan pada inovasi teknologi dengan kehati-hatian yang sama seperti pada konflik tradisional.
Dalam konteks non-litigasi, seperti saat menyusun rencana warisan atau perencanaan properti (estate planning) untuk pasangan, pengacara sering kali menghadapi konflik kepentingan bersamaan. Meskipun banyak pasangan memiliki tujuan yang selaras, pengacara harus menjelaskan implikasi jika mereka bercerai atau jika salah satu pasangan memiliki anak dari hubungan sebelumnya. Persetujuan harus diperoleh bahwa, jika muncul konflik yang tidak dapat diselesaikan (misalnya, tuduhan kecurangan atau keinginan untuk diam-diam mengubah surat wasiat), pengacara harus mundur dan pasangan tersebut harus mencari penasihat independen. Kegagalan untuk menjelaskan batasan ini di awal adalah pelanggaran langsung terhadap persyaratan persetujuan berdasarkan informasi dalam Aturan 1.7.
Setiap penugasan baru harus diperiksa dengan mempertimbangkan total beban kerja pengacara dan firma. Pertanyaan yang harus diajukan, sesuai semangat Aturan 1.7, adalah: Apakah kewajiban saya kepada Klien A akan membuat saya enggan atau ragu-ragu untuk mengambil tindakan yang paling agresif, paling efektif, dan paling menguntungkan bagi Klien B? Jika jawabannya adalah ya, bahkan secara potensial, maka konflik material ada. Resolusi etis yang paling murni adalah menolak representasi Klien B, atau melakukan pengungkapan yang sangat mendalam dan mendapatkan persetujuan tertulis yang meyakinkan.
Kewajiban berdasarkan Aturan 1.7 meluas bahkan ke konsultasi awal. Jika seorang individu berkonsultasi dengan pengacara untuk mendapatkan nasihat, meskipun orang tersebut tidak pernah menjadi klien resmi, pengacara tersebut memiliki kewajiban kerahasiaan (Aturan 1.18). Jika pengacara tersebut kemudian dipekerjakan oleh pihak yang berlawanan dalam masalah yang sama atau terkait substansial, konflik kepentingan muncul. Konflik ini tidak hanya mencakup masalah kerahasiaan (1.9) tetapi juga loyalitas (1.7) jika informasi yang diperoleh dari calon klien dapat menghambat representasi klien yang baru, atau digunakan untuk merugikan calon klien tersebut.
Pengacara harus mengadopsi budaya etika di mana pemeriksaan konflik dianggap sebagai tugas inti, bukan hambatan prosedural. Penerapan Aturan 1.7 yang berhasil tidak hanya melindungi klien, tetapi juga melindungi pengacara dan firma dari kerugian reputasi dan finansial. Keseluruhan kerangka Aturan Model ABA didasarkan pada keyakinan bahwa kepercayaan publik pada profesi hukum hanya dapat dipertahankan jika pengacara secara konsisten menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan mereka sendiri dan kepentingan klien lain. Prinsip ini, yang diabadikan dalam Aturan 1.7, adalah esensi dari etika profesional modern.