Selandaka, atau sering disebut landak, adalah salah satu kelompok hewan pengerat (rodent) yang paling mudah dikenali di dunia fauna. Mereka memiliki ciri khas yang sangat menonjol: mantel yang tertutup duri atau bulu yang dimodifikasi, yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang luar biasa efektif. Meskipun sering dianggap sebagai satu jenis hewan, Selandaka sebenarnya mewakili dua famili yang secara evolusi terpisah dan tersebar di belahan dunia yang berbeda—sebuah contoh luar biasa dari evolusi konvergen.
Artikel ini akan menyajikan eksplorasi mendalam mengenai dunia Selandaka, mulai dari klasifikasi taksonomi yang kompleks, adaptasi morfologi yang unik, perilaku ekologi, interaksi mereka dengan lingkungan, hingga peran mereka dalam mitologi dan budaya manusia. Pemahaman menyeluruh terhadap Selandaka memerlukan pengakuan bahwa keberadaan mereka mencakup spektrum biologis yang luas, dari landak dunia lama yang besar dan hidup di tanah, hingga landak dunia baru yang lebih kecil dan hidup di pepohonan.
Selandaka termasuk dalam ordo Rodentia (hewan pengerat), namun pemisahan mereka menjadi dua kelompok utama terjadi sangat awal dalam sejarah evolusi mamalia. Dua kelompok ini, Landak Dunia Lama dan Landak Dunia Baru, tidak memiliki nenek moyang yang berduri secara langsung; sebaliknya, mereka mengembangkan mekanisme pertahanan berduri secara independen, sebuah fenomena yang dikenal sebagai evolusi konvergen.
Landak Dunia Lama tersebar luas di Afrika, Eropa bagian selatan, dan seluruh Asia (termasuk Asia Tenggara, tempat spesies Indonesia seperti Selandaka Sunda ditemukan). Mereka cenderung lebih besar, memiliki duri yang lebih padat dan lebih tebal, dan sebagian besar bersifat terestrial (hidup di tanah). Landak Dunia Lama termasuk dalam subordo Hystricomorpha.
Famili ini dibagi menjadi beberapa genus dengan adaptasi yang spesifik:
Landak Dunia Baru, tersebar dari Alaska hingga Amerika Selatan, termasuk dalam subordo Caviomorpha. Mereka jauh lebih arboreal (hidup di pohon) dan menunjukkan adaptasi ekstrem untuk gaya hidup memanjat. Meskipun duri mereka juga berfungsi sebagai pertahanan, mekanisme penjangkaran dan perilaku mereka sangat berbeda dari sepupu Dunia Lama mereka.
Pemisahan antara Hystricidae dan Erethizontidae diperkirakan terjadi pada masa Oligosen, puluhan juta tahun yang lalu. Hipotesis yang dominan menunjukkan bahwa nenek moyang Caviomorpha (termasuk Erethizontidae) bermigrasi dari Afrika ke Amerika Selatan melalui penyeberangan laut (rafting) saat benua-benua masih lebih dekat, membawa serta karakteristik dasar rodent, namun mekanisme pertahanan berduri dikembangkan kemudian secara independen di kedua belahan dunia.
Duri Selandaka bukanlah sekadar rambut yang mengeras. Struktur biologi, kimia, dan mekanik duri ini menjadikannya salah satu sistem pertahanan paling efektif di kerajaan hewan, mematahkan mitos umum bahwa Selandaka dapat ‘menembakkan’ durinya.
Duri adalah bulu yang dimodifikasi, terbuat dari keratin. Pada Selandaka Dunia Lama, duri dapat mencapai panjang 30-50 cm, tergantung pada lokasinya di tubuh. Duri tidak tumbuh secara permanen dan dapat diganti, mirip dengan rambut biasa.
Selandaka memiliki tiga hingga empat jenis bulu yang berbeda yang menutupi tubuh mereka, masing-masing dengan fungsi spesifik:
Perbedaan paling krusial antara Hystricidae dan Erethizontidae terletak pada ujung duri:
Mitos yang paling sering dijumpai adalah bahwa Selandaka dapat meluncurkan atau menembakkan durinya dari jarak jauh. Ini adalah anggapan yang sepenuhnya salah. Duri Selandaka tidak dapat diluncurkan secara aktif.
Ketika terancam, Landak Dunia Lama biasanya melakukan serangkaian tindakan defensif yang terstruktur:
Kehilangan duri adalah bagian alami dari proses pertahanan, dan duri baru akan tumbuh menggantikan yang hilang. Predator besar seperti harimau, singa, atau serigala sering menderita luka parah, kebutaan, atau bahkan kematian akibat duri yang menancap di mulut atau wajah mereka.
Selandaka dikenal sebagai hewan nokturnal (aktif di malam hari), yang memainkan peran penting dalam ekosistem mereka, terutama sebagai herbivora dan penggali.
Habitat Selandaka sangat bervariasi, mencerminkan dua famili yang berbeda:
Selandaka adalah herbivora. Namun, diet mereka sangat beragam, mencerminkan ketersediaan sumber daya di lingkungan mereka:
Sebagian besar Selandaka bersifat soliter, terutama Landak Dunia Baru dan banyak spesies Hystrix. Namun, beberapa spesies Hystrix ditemukan hidup dalam kelompok kecil yang disebut ‘prickles’ atau ‘keluarga’ di liang yang sama, terutama selama musim dingin atau musim kawin. Komunikasi melibatkan vokalisasi—mulai dari erangan, gerutuan, hingga gemerincing duri ekor—yang berfungsi untuk membatasi wilayah dan menarik pasangan.
Selandaka memiliki laju reproduksi yang relatif lambat dibandingkan rodent lainnya, kemungkinan besar karena investasi energi yang besar dalam pertahanan diri yang efektif, yang mengurangi kebutuhan untuk menghasilkan banyak keturunan.
Di wilayah Nusantara, spesies yang paling sering ditemui adalah Selandaka Malaya atau Selandaka Sunda (Hystrix brachyura). Spesies ini tersebar luas dari Nepal, Tiongkok, hingga Sumatera, Jawa, dan Borneo. Perannya dalam ekosistem dan interaksinya dengan manusia sangat signifikan di wilayah ini.
Hystrix brachyura adalah landak besar yang dapat mencapai 12-15 kg. Duri mereka berwarna hitam dan putih, seringkali membentuk pita-pita kontras. Mereka memiliki duri ekor rattle yang merupakan ciri khas genus Hystrix. Mereka adalah penghuni hutan hujan primer dan sekunder, namun memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan, sering ditemukan di tepi hutan dan area perkebunan.
Aktivitas penggalian Selandaka memiliki dampak besar pada struktur tanah dan ekosistem:
Karena kebutuhan diet mereka akan umbi-umbian dan akar, Selandaka sering berkonflik dengan petani di pedesaan Indonesia dan Malaysia. Mereka dapat menyebabkan kerugian signifikan pada ladang ubi jalar, singkong, dan kacang-kacangan. Konflik ini seringkali berujung pada perburuan Selandaka sebagai hama, meskipun status konservasi mereka umumnya ‘Least Concern’ (risiko rendah) secara global, populasi lokal tetap rentan terhadap perburuan berlebihan.
Di sisi lain, Selandaka juga menjadi target perburuan untuk konsumsi daging (bushmeat) dan, yang lebih signifikan, untuk tujuan obat tradisional. Duri dan bezoar (batu keras yang ditemukan di perut, yang diyakini hanya ditemukan pada Landak Asia) sangat dihargai dalam pengobatan tradisional Tiongkok dan Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, Landak Dunia Baru (Erethizontidae) menawarkan studi kasus yang menarik tentang bagaimana strategi pertahanan yang sama dapat dikombinasikan dengan gaya hidup yang sepenuhnya berbeda.
Spesies ini adalah satu-satunya landak yang ditemukan di Amerika Utara. Mereka adalah yang terbesar di antara Erethizontidae dan terkenal karena kebiasaan mereka memakan kulit pohon, terutama di musim dingin. Mereka tidak memiliki ekor prehensile, tetapi memiliki kaki dan cakar yang kuat untuk memanjat. Mereka sering menyebabkan kerusakan signifikan pada operasi kehutanan karena kebiasaan mereka mengupas kulit pohon.
Pertahanan mereka, yang dilengkapi dengan barbs, sangat efektif. Mereka adalah satu-satunya mamalia Amerika Utara selain sigung yang memiliki sedikit predator alami karena bahaya yang ditimbulkan oleh duri mereka. Predator yang sukses memburu landak (seperti Fisher atau Cougar) harus menyerang bagian perut yang tidak berduri.
Genus Coendou, yang ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan, adalah landak arboreal yang paling terspesialisasi. Ekor prehensile mereka bertindak sebagai ‘kaki kelima’, memungkinkan mereka bergerak di kanopi dengan aman. Ujung ekornya tidak berambut dan memiliki bantalan taktil untuk cengkeraman yang lebih baik. Mereka adalah pemakan buah dan daun yang lincah dan jarang turun ke tanah.
Para ilmuwan telah mempelajari duri Selandaka untuk tujuan rekayasa dan medis, mengambil inspirasi dari desain alam yang unik ini. Studi bio-mekanika mengungkapkan mengapa duri Landak Dunia Baru sangat efektif dalam menancap.
Penelitian menunjukkan bahwa duri Erethizontidae dengan kait memerlukan tekanan penusukan yang jauh lebih rendah daripada jarum suntik yang dirancang manusia. Kait mikroskopis pada duri bertindak seperti pisau tajam kecil yang memotong serat kolagen pada jaringan, bukan mendorongnya. Ini mengurangi gaya geser yang diperlukan untuk menembus kulit, memungkinkan duri menembus dengan sedikit usaha dari pihak landak.
Duri harus mudah dilepas dari Landak, tetapi sulit dicabut dari predator. Ini dicapai karena duri memiliki titik fraktur alami yang lemah pada pangkalnya yang terbenam di kulit. Ketika predator menarik duri, tekanan lateral yang tinggi menyebabkan titik fraktur ini putus, meninggalkan duri di dalam predator.
Kemampuan duri untuk menembus jauh ke dalam jaringan dan seringkali menyebabkan infeksi adalah ancaman serius. Durinya tidak mengandung racun, tetapi karena mereka hidup di tanah dan kotoran, duri tersebut mengandung bakteri yang dapat menyebabkan infeksi parah pada luka tusukan. Ini adalah pertahanan sekunder yang mematikan.
Meskipun mereka adalah hewan yang pemalu dan nokturnal, Selandaka memiliki kehadiran yang kuat dalam budaya dan ekonomi manusia, terutama di Asia.
Dalam banyak budaya asli Amerika Utara dan Asia, Selandaka melambangkan pertahanan diri dan kebijaksanaan. Mereka sering muncul dalam cerita rakyat sebagai karakter yang mengajarkan pelajaran tentang perlindungan dan batas-batas. Misalnya, dalam cerita suku Indian tertentu, Selandaka adalah penjaga rahasia atau simbol perlindungan.
Di Asia Tenggara dan Tiongkok, bagian tubuh Selandaka, terutama bezoar (batu padat yang terbentuk di saluran pencernaan), sangat dicari. Bezoar landak (batu landak) dipercaya memiliki sifat obat yang kuat, digunakan untuk mengobati demam, radang, bahkan sebagai penawar racun. Karena kelangkaannya dan kepercayaan pada khasiatnya, harga bezoar landak dapat mencapai nilai yang fantastis, mendorong perburuan ilegal yang parah, meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim medisnya.
Daging Selandaka dianggap sebagai makanan lezat (bushmeat) di banyak wilayah di Asia dan Afrika. Kulit dan duri juga digunakan untuk kerajinan tangan, perhiasan, dan pakaian. Di beberapa masyarakat tradisional, duri landak digunakan sebagai jarum atau alat tusuk.
Meskipun banyak spesies Selandaka Dunia Lama berstatus ‘Least Concern’, ancaman terhadap populasi lokal terus meningkat, terutama yang berkaitan dengan habitat dan perburuan.
Konservasi Selandaka memerlukan pendekatan ganda: perlindungan habitat dan penanggulangan perdagangan ilegal. Di Indonesia, meskipun Selandaka tidak masuk dalam daftar spesies yang sangat dilindungi, regulasi penangkapan dan perdagangan harus diperkuat, terutama untuk membatasi perburuan yang didorong oleh klaim obat tradisional yang tidak terbukti. Program edukasi juga penting untuk mengubah persepsi petani agar beralih dari pemusnahan massal ke metode pencegahan kerusakan tanaman yang lebih manusiawi.
Untuk memahami Selandaka secara menyeluruh, kita harus mengupas tuntas klasifikasi ilmiah ordo Hystricomorpha, yang merupakan subordo besar tempat Landak Dunia Lama dan Landak Dunia Baru berasal. Karakteristik pembeda utama Hystricomorpha adalah struktur otot kunyah (masseter) yang unik dan morfologi tengkorak.
Hystricomorpha adalah kelompok yang sangat beragam, mencakup hewan-hewan seperti kapibara, marmot, chinchilla, dan tikus tebu, selain landak. Mereka dibedakan dari subordo rodent lainnya (seperti Sciuromorpha dan Myomorpha) oleh struktur infraorbital foramen yang besar, yang dilewati oleh bagian medial otot masseter, memberikan kekuatan gigitan yang luar biasa.
Kekuatan gigitan Selandaka adalah aspek penting dari ekologi mereka. Gigi seri mereka tumbuh terus menerus, khas rodent, dan digunakan untuk mengupas kulit kayu yang keras atau menggerogoti tulang. Struktur rahang Hystricomorpha memungkinkan pergerakan rahang bawah ke depan dan belakang yang optimal, ideal untuk mengunyah material tanaman yang sangat berserat.
Landak Dunia Lama, khususnya, menunjukkan adaptasi gigi pipi (molar dan premolar) yang tinggi dan berlapis, mencerminkan diet mereka yang cenderung abrasif (penuh pasir dan tanah dari makanan yang digali).
Meskipun pertahanan Selandaka sangat efektif, mereka tidak kebal dari predator. Studi ekologi menunjukkan beberapa predator telah mengembangkan taktik khusus untuk mengatasi duri mereka.
Di Afrika, Singa dan Hyena diketahui memburu Selandaka. Mereka sering mencoba membalikkan Selandaka untuk mengekspos perut yang rentan. Namun, Landak Dunia Lama berukuran besar dan kuat, mampu menggali liang dengan cepat atau menyembunyikan kepala mereka di antara kaki, meninggalkan hanya pertahanan duri yang menghadap ke luar. Tingkat keberhasilan predator bervariasi; luka akibat duri seringkali menyebabkan kematian pada predator kecil yang tidak beruntung.
Di Amerika Utara, Fisher (Pekania pennanti), anggota keluarga musang, adalah salah satu dari sedikit predator yang secara konsisten sukses memangsa Landak Amerika Utara (Erethizon dorsatum). Fisher telah mengembangkan strategi yang cerdik: mereka berulang kali menyerang wajah landak untuk menimbulkan cedera dan kelelahan, dan kemudian membalik landak untuk menyerang bagian perut yang empuk. Keberhasilan Fisher ini menunjukkan adanya tekanan evolusioner yang berlanjut meskipun pertahanan diri landak sangat superior.
Adaptasi Selandaka terhadap perubahan iklim musiman sangat bervariasi antara Landak Dunia Lama yang hidup di daerah tropis hingga subtropis, dan Landak Dunia Baru yang menghadapi musim dingin di zona beriklim sedang.
Di Asia Tenggara, Selandaka Sunda tidak menghadapi perubahan musiman yang ekstrem. Mereka beradaptasi dengan fluktuasi curah hujan, menyesuaikan reproduksi dan aktivitas makan dengan musim buah. Kebutuhan air mereka sebagian besar dipenuhi melalui makanan, tetapi liang mereka memberikan perlindungan dari suhu tinggi dan kelembaban ekstrem.
Landak Amerika Utara harus menghadapi musim dingin yang keras. Mereka tidak berhibernasi. Selama musim dingin, mereka bergantung pada kulit pohon konifer dan seringkali menetap di satu pohon selama berminggu-minggu, membangun sarang di kanopi atau di dalam rongga pohon. Bulu dasar mereka yang tebal memberikan isolasi yang sangat baik. Kemampuan unik ini membuat mereka menjadi salah satu dari sedikit herbivora besar yang bertahan di hutan utara selama musim salju tebal.
Sebagai rodent, Landak menunjukkan tingkat kecerdasan tertentu, khususnya dalam hal navigasi dan memori spasial, yang penting untuk mengingat lokasi sumber makanan dan liang.
Landak adalah ahli dalam menjelajahi wilayah mereka di malam hari. Mereka memiliki memori yang kuat untuk rute makanan dan liang persembunyian, sebuah karakteristik yang penting mengingat mereka seringkali harus melakukan perjalanan jauh untuk mencari makanan, terutama jika sumber daya di sekitar liang telah habis.
Meskipun pertahanan mereka luar biasa, Selandaka menunjukkan kemampuan untuk belajar menghindari bahaya yang berulang, seperti rute yang sering dilalui manusia atau daerah dengan predator yang diketahui. Namun, mereka juga dikenal karena respons pertahanan mereka yang 'lambat', seringkali mengandalkan duri daripada melarikan diri, yang mungkin menjadi alasan mengapa mereka sering menjadi korban kendaraan di jalanan yang baru dibuka.
Kaki Selandaka mencerminkan gaya hidup mereka yang berbeda:
Dari keberadaan Landak Dunia Lama yang hidup di liang-liang gelap di Asia, hingga Landak Ekor Prehensile yang bergelantungan di kanopi hutan Amazon, Selandaka menawarkan studi yang menakjubkan tentang bagaimana mekanisme pertahanan diri yang unik dapat dikembangkan dan dipertahankan melalui evolusi konvergen. Eksistensi mereka yang sukses di seluruh benua adalah bukti adaptasi biologis yang luar biasa terhadap tantangan lingkungan dan predator. Selandaka adalah pengingat penting akan keanekaragaman dan keunikan yang masih tersembunyi di dalam kerajaan Rodentia.